Ayah dari Dokter yang Diduga Jadi Korban Perundungan Meninggal, Undip Berbelasungkawa

M Fakhruri sempat dirawat di RSCM sebelum meninggal pada Selasa.

Republika/Kamran Dikarma
Suasana Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (15/8/2024).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro Semarang menyampaikan bela sungkawa atas meninggalnya M Fakhruri, ayahanda mendiang dokter Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip yang diduga bunuh diri akibat perundungan. Rombongan FK Undip yang dipimpin oleh dokter Sigid Kirana hadir langsung ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Panggung di Tegal, Selasa, menghadiri pemakaman ayahanda mendiang dokter Aulia.

Baca Juga


Di TPU tersebut, jenazah M Fakhruri dimakamkan berdampingan dengan putrinya, Aulia Risma Lestari. Perwakilan FK Undip, Sigid Kirana menyampaikan bahwa FK Undip menyampaikan duka dan empati atas meninggalnya ayahanda mendiang dokter Aulia.

Ia menyampaikan bahwa kedatangan rombongan FK Undip juga mendapatkan sambutan hangat dari keluarga almarhum saat bertamu ke rumah duka di Kota Tegal, Jateng.

"Saat kami berpamitan dan bertemu dengan ibunda dokter Aulia, penerimaan beliau sangat baik. Beliau mengucapkan terima kasih serta minta maaf bila ada kesalahan selama ini," kata Sigid.

Sigid juga menyampaikan duka yang mendalam dari seluruh pimpinan dan civitas Undip serta berharap semua keluarga, terutama ibunda dari dokter Aulia untuk tetap tabah dan sabar.

"Kami turut berduka cita atas wafatnya dokter Aulia ini. Tentunya semua ini sudah menjadi takdir ilahi dan sebagai Muslim sudah sepatutnya kita menerimanya secara positif," katanya.

Secara terpisah, Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko menyampaikan pula duka cita mendalam kepada keluarga almarhumah dokter Aulia.

"Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Kepergian ayah dokter Aulia Risma ini tentunya menjadi duka yang mendalam bagi seluruh keluarga besar Fakultas Kedokteran Undip," katanya.

Ayah dari dokter Aulia wafat setelah menjalani proses rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, Selasa, sekitar pukul 01.00 WIB. Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa ayahanda mendiang dokter Aulia telah menjalani perawatan di RSUP dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, selama tiga hari.

Dalam keterangannya, ia menjelaskan bahwa sebelumnya telah mengunjungi keluarga almarhum di kawasan Tegal dan mengumpulkan informasi terkait kondisi ayah dokter Aulia. Menurut dia, saat itu kondisi kesehatan ayah dokter Aulia memprihatinkan dan menyarankan agar pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih baik.

"Waktu itu pilihannya ke RSUP Kariadi, tapi sedang ada keraguan di keluarga, saya tawarkan ke RSCM. Saat saya pulang, bapaknya dibawa ke RSCM," katanya.

Akhirnya, kata dia, pasien dirujuk ke RSCM Jakarta dan dirawat selama tiga hari sebelum meninggal dunia. Budi juga menyampaikan belasungkawa dan harapannya agar keluarga, terutama adik almarhum, dokter Nadia yang bekerja sebagai dokter di Sukabumi, diberikan kekuatan dan ketabahan.

Dokter Aulia adalah mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi FK Undip yang ditemukan meninggal dunia diduga bunuh diri pada Senin (12/8/2024) malam, di kamar kosnya yang berlokasi di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang.

Bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis - (Infografis Republika)

Menkes Budi sebelumnya menyatakan, pihaknya akan mengumumkan hasil investigasi terkait kasus perundungan di Undip, Semarang, yang berujung pada bunuh diri dokter Aulia Risma pada pekan ini. Dokter Aulia merupakan mahasiswi PPDS Undip yang ditemukan meninggal diduga bunuh diri pada Senin (12/8/2024) malam, di kamar kosnya yang berlokasi di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang. 

“Mudah-mudahan minggu ini diumumkan, nanti akan diumumkan bersama dari Kemenkes dan kepolisian mengenai hasilnya. Minggu ini hasilnya,” ujar Menkes Budi saat ditemui di Jakarta, Senin (26/8/2024).

Sebelumnya Menkes Budi juga mengungkapkan banyak peserta PPDS yang ingin melakukan bunuh diri. "Kami juga pernah kan melakukan skrining mental terhadap para PPDS ini dan banyak kan memang yang ingin bunuh diri. Jadi, ini sudah fenomena yang besar, yang terjadi," kata Menkes.

Dekan FK Undip Dr. dr. Yan Wisnu Prajoko pekan lalu mengatakan, FK Undip telah membentuk tim investigasi internal setelah peristiwa ditemukannya dokter Aulia meninggal dunia, Hasil dari investigasi internal, kata dia, sejauh ini tidak ditemukan adanya aspek perundungan yang melatarbelakangi penyebab kematian dokter Aulia.

"Kira-kira selama 1-2 hari (setelah peristiwa itu), kami langsung melihat rekam jejak, rekam selama pendidikan, kami menyimpulkan kondisi dialami almarhumah tidak ada aspek perundungan yang melatarbelakangi," kata Yan.

Namun, Yan mengatakan bahwa pihaknya tetap menunggu hasil investigasi yang sedang berjalan, baik dari dua itjen maupun kepolisian. "Apapun, kami menunggu hasil investigasi dari itjen maupun kepolisian," katanya.


 

Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina menilai perlu ada tim khusus untuk menangani kasus perundungan (bullying) di lingkungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia.  Hal itu disampaikannya menanggapi kasus dugaan perundungan di Undip Semarang.

“Perlu juga ada tim khusus sendiri untuk mengatasi masalah bullying di PPDS, termasuk dari pakar kejiwaan atau psikolog karena kan ini PPDS lingkungan yang baik dosen maupun seniornya bukan lagi di usia muda yang tengah melakukan pencarian jati diri,” kata Arzeti dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.

"Tindakan bullying adalah peristiwa yang sangat tragis dan menyedihkan. Jangan sampai ada pembiaran bullying di lingkungan pendidikan. Harus segera dihentikan dengan putus mata rantainya," ujarnya, menambahkan.

Arzeti mendukung langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menggandeng pihak kepolisian dalam menginvestigasi kasus perundungan di FK Undip. "Penting bagi Pemerintah bekerja sama dengan pihak berwajib seperti kepolisian untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam mencegah bullying. Kita harus kuat untuk memberikan informasi agar pelaku betul-betul diberikan efek jera," ucapnya.

Termasuk, tambah dia, mendukung Kemenkes yang memberikan ancaman hukuman atau sanksi tegas bagi pelaku perundungan di PPDS, termasuk pihak kampus atau atasan yang diketahui melakukan pembiaran terhadap praktik perundungan.

"Dan pecat jika memang terbukti bersalah. Kalau terus didiamkan, tidak akan selesai masalah tradisi bullying ini,” tuturnya.

Ia lantas berkata, "Karena sangat miris sekali kalau semestinya dokter mengobati pasien tapi malah harus sibuk menyembuhkan diri sendiri akibat kena mental".

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler