GAPPMI Kritik PP Kesehatan: Seakan-akan Gula Barang Haram

Industri makanan dan minuman mengklaim telah berupaya mengurangi kadar gula.

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Petugas merapikan minuman bergula dalam kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (19/12/2023). Presiden Joko Widodo telah menetapkan pendapatan cukai produk plastik sebesar Rp1,84 triliun, dan cukai minuman bergula dalam kemasan sebesar Rp4,38 triliun.
Rep: M Nursyamsi Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sejumlah asosiasi industri dan pedagang menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan. 

Baca Juga


Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman menilai aturan ini seakan-akan menjadikan gula sebagai barang haram. "Padahal, gula merupakan kebutuhan penting bagi tubuh manusia, terutama selama masa pertumbuhan sehingga, konsumen perlu memiliki kesadaran untuk mengontrol asupannya," ujar Adhi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (31/8/2024).

Adhi menyatakan gula bisa diperoleh dari berbagai sumber, seperti makanan, nasi, buah-buahan, dan lainnya. Adhi mencatat industri makanan dan minuman pun telah berupaya melakukan reformulasi dengan mengurangi kadar gula dalam produk mereka.

"Meskipun kami sudah mengurangi kadar gula dalam produk, pada akhirnya, konsumen menambahkan gula sendiri di rumah, terutama pada minuman tanpa gula yang kami jual," ucap Adhi.

Pengunjung mengamati berbagai kemasan produk makanan olahan pada pameran Jakarta International Investment, Trade, Tourism and SME Expo (JITEX) 2024 di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (7/8/2024). - (Republika/Prayogi)

Adhi menegaskan fokus utama dalam menangani masalah ini adalah meningkatkan kesadaran konsumen tentang jumlah gula yang sebaiknya dikonsumsi dalam sehari. Adhi mendorong pemerintah meningkatkan kesadaran ke konsumen terkait batas aman konsumsi gula. 

Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI), Suhendro, secara khusus menolak pasal 434 di PP tersebut yang di antaranya mengatur larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Bagi pihaknya, aturan ini akan berdampak sangat besar bagi para pelaku usaha kecil.

"Ekonomi kerakyatan kita sangat terpukul, kita baru kena masalah pandemi, ditambah ekonomi sedang naik turun. Kami berharap sekali pemerintahan baru bisa mendengarkan suara kami dan PP ini bisa ditinjau ulang," ujar Suhendro.

Suhendro menyoroti tujuan utama dari peraturan yakni mengurangi konsumsi rokok di kalangan anak di bawah umur, belum tentu dapat tercapai dengan efektif. Suhendro menilai hal ini justru menjadi persoalan baru dengan adanya beban tambahan yang ditanggung pedagang kecil. "Aturan tersebut masih perlu dipertimbangkan secara lebih bijaksana," sambung Suhendro. 

 

Wapres dorong kajian lebih lanjut..

 

Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mendorong kajian lebih lanjut mengenai PP tersebut. Wapres menyampaikan pentingnya Wapres mengungkapkan bahwa proses diskusi dari berbagai pihak agar tidak terjadi benturan dalam pelaksanaannya.

"Penting untuk mendalami dan merundingkan hal ini dengan serius. Kami perlu mendengarkan berbagai pihak agar pelaksanaannya dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan konflik," ucap Wapres.

Wapres juga turut menyoroti Pasal 103 pada PP nomor 28 tahun 2024 yang mencakup upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja mengenai penyediaan alat kontrasepsi. Menurutnya, Indonesia memiliki budaya ketimuran dan nilai-nilai agama yang kuat yang mana aspek keagamaan harus menjadi pertimbangan dalam penerapan aturan tersebut

"Jangan sampai hanya fokus pada aspek kesehatan saja. Aspek keagamaan juga sangat penting untuk dipertimbangkan dalam sebuah kebijakan. Jika terjadi ketidaksamaan pendapat atau konflik, hal ini justru akan menjadi kontraproduktif," kata Wapres.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler