Insentif Pajak bagi Industri Manufaktur Upaya Cegah PHK

Diperkirakan jumlah PHK hingga September 2024 akan menyentuh sekitar 50 ribu pekerja.

dok istimewa
Indonesia Labor Institute mengusulkan pemberian insentif pajak bagi industri manufaktur. (ilustrasi)
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Labor Institute atau Institut Kebijakan Alternatif Perburuhan Indonesia mengusulkan solusi dalam upaya pencegahan pemutusan hubungan kerja (PHK), yakni dengan pemberian insentif pajak bagi industri manufaktur.

Baca Juga


"Karena industri manufaktur adalah industri padat karya yang mempekerjakan banyak orang," kata Sekretaris Eksekutif Indonesia Labor Institute Andy William Sinaga dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu (4/9/2024).

Selain insentif pajak, ia juga mengusulkan pemberian stimulus atau keringanan suku bunga kredit untuk mendukung produktivitas industri tersebut. Andy memprediksi, jumlah PHK hingga September 2024 akan menyentuh sekitar 50 ribu pekerja, yang mayoritas berasal dari pekerja di sektor manufaktur yang tersebar di sentra industri Banten, Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Situasi tersebut terjadi karena situasi yang tidak kondusif atas geopolitik internasional, ekonomi global dan nasional antara lain perang Rusia dan Ukrania, pendudukan Israel di Palestina, dan manuver politik ekonomi Tiongkok di kawasan Asia.

Selain itu, gelombang PHK juga dipengaruhi oleh fenomena menurunnya permintaan Internasional akan produk-produk Indonesia seperti garmen, tekstil, alas kaki dan industri manufaktur lainnya dikarenakan kalah bersaing dengan produk Tiongkok, Kamboja dan Vietnam karena kebijakan produksi biaya rendah yang diterapkan oleh negara tersebut.

Selain mengemukakan solusi pencegahan PHK, Andy juga mendorong efektifitas dan implementasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) sebagai jaring pengaman bagi pekerja yang terkena dampak PHK.

Dalam Peraturan Pemerintah no 37 tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan, ada tiga manfaat yang diberikan JKP kepada pekerja yaitu pelatihan kerja, akses informasi pasar kerja, dan uang tunai.

"Oleh karena itu kami menghimbau agar BPJS Ketenagakerjaan dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) harus segera bersinergi dan action dalam memberikan pelayanan kepada pekerja yang ter-PHK agar program tersebut tepat sasaran. JKP harus dijadikan solusi yang tepat bagi para pekerja yang ter-PHK," ujarnya.

Andy mendorong Kemnaker segera memberikan solusi alternatif operasionalisasi JKP dengan menyediakan fasilitas pelatihan kerja bagi para pekerja yang kehilangan pekerjaan.

Selain itu, agar kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) para pekerja tetap aktif, pola transformasi kepesertaan jamsostek dari peserta formal menjadi informal perlu dipermudah.

Misalnya, dengan akselerasi manfaat uang tunai dari JKP digunakan untuk membayar iuran jamsostek untuk peserta bukan penerima upah atau pekerja informal. "Sehingga kepesertaan jamsostek para pekerja yang ter-PHK tersebut tidak hilang," kata Andy.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengatakan jaminan sosial ketenagakerjaan Indonesia telah menjadi contoh, termasuk oleh Singapura yang ingin membuat program sejenis untuk korban pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Jangan salah Singapura baru mau bikin, belajar dari kita, (Kartu) Prakerja dan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan), jadi kita harus bangga kita sudah duluan punya skema bagi korban PHK," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri.

Dirjen PHI dan Jamsos itu merujuk pada rencana pemerintah Singapura untuk memberikan bantuan sebesar 6.000 dolar Singapura (sekitar Rp 70 juta), maksimal selama enam bulan. Terkait berjalannya Program JKP sebagai jaminan sosial ketenagakerjaan, dia menyebut sudah berjalan dengan baik sejauh ini dengan peningkatan kepesertaan.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler