Kenali dan Hindari 10 Jenis Maksiat Hati
Maksiat hati menjadikan suatu ibadah tidak lagi ikhlas karena Allah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Banteni dalam buku Sullamut Taufiq menjelaskan terkait maksiat hati. Di antaranya adalah 10 jenis berikut ini, yang perlu diketahui tiap Muslimin.
Pertama, riya. Ini berarti melakukan amal kebaikan agar mendapat pujian dari manusia. Padahal, perbuatan yang juga disebut syirik-kecil ini dapat meleburkan pahala.
Sebagai contoh, orang yang taat kepada Allah, tetapi kemudian disertai sikap ujub. Itu adalah salah satu penyakit hati. Artinya, membangga-banggakan dirinya secara berlebihan.
Orang yang taat kepada Allah disertai sikap ujub, merasa atau mengakui bahwa ibadahnya kepada Allah termasuk hasil usaha sendiri dan timbul dari jiwanya, tidak ada campur tangan Allah. Ia tidak berpikir bahwa ketaatannya dan ibadahnya ada karena karunia dan hidayah Allah.
Kedua, meragukan adanya Allah (meragukan kesempurnaan-Nya dan sifat-sifat yang wajib bagi-Nya). Merasa aman dari murka Allah SWT, padahal dosanya melimpah dan amal ibadahnya tidak sempurna atau malas. Putus asa dari rahmat Allah, padahal Allah itu Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ketiga, takabur atau sombong terhadap hamba-hamba Allah. Yaitu menolak perkara yang hak atau benar. Menghina manusia dan memandang dirinya lebih baik atau lebih unggul daripada kebanyakan makhluk Allah lainnya.
Padahal, siapa tahu pada hakikatnya orang lain lebih baik daripadanya. Siapa tahu jika dengan mendadak Allah menghilangkan keluhuran derajat atau pangkat seseorang serta mengangkat orang lain yang dianggapnya hina atau rendah. Maka, pada hakikatnya, orang yang takabur sedang menunjukkan kebodohannya sendiri.
Keempat, hiqdu atau dendam, yaitu menyembunyikan rasa permusuhan. Jika orang yang dendam itu mengerjakan tuntutannya, maka ia tidak mengingkari rasa dendamnya (yaitu selalu mencari kesempatan untuk mencelakakan orang lain).
Kelima, hasud, yaitu membenci kenikmatan yang ada pada orang Muslim dan batinnya merasa tertekan melihat kenikmatan yang dimiliki orang lain. Hasud berusaha menghilangkan nikmat orang lain.
Keenam, menyebut-nyebut kebaikan sedekah (kepada peminta atau penerimanya). Contohnya dengan mengatakan, "Saudara tidak mau menolong saya, padahal saya suka menolong Saudara." Menyebut-nyebut kebaikan itu dapat meleburkan pahala kebaikan itu sendiri. Pada akhirnya, ini bisa terjerumus pada perbuatan dosa.
Ketujuh, berburuk sangka kepada Allah (padahal orang mukmin diharuskan selalu mengharapkan rahmat Allah, sambil bertobat dari dosa, berusaha dan berikhtiar). Buruk sangka kepada hamba Allah (yakni buruk sangka ke mukmin yang saleh juga termasuk maksiat hati). Kecuali buruk sangka terhadap orang yang benar-benar jahat, maka buruk sangkanya itu tidak berdosa.
Mendustakan takdir dan qadha Allah berarti menganggap, semua kejadian--bahkan yang dianggapnya tidak masuk akal--bukan merupakan takdir-Nya. Hal itu juga termasuk maksiat hati.
Kedelapan, merasa gembira melakukan perbuatan maksiat, baik yang dilakukannya sendiri atau yang dilakukan oleh orang lain, dan mengingkari janji walaupun kepada orang kafir.
Kesembilan, menipu dan membenci sahabat Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya dan orang-orang yang saleh.
Terakhir, bakhil atau tidak mau melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan Allah. Misal, seorang Muslim enggan berzakat dan sebagainya.