Pengacara ARL Usul Kemenkes Beri Beasiswa ke Peserta PPDS yang Berani Bongkar Perundungan
Salah satu kendala pengungkapan perundungan di PPDS adalah saksi ketakutan bersuara.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kuasa hukum keluarga Aulia Risma Lestari (ARL), Misyal Achmad, mengungkapkan, saat ini dia sedang mengajukan permintaan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memberikan beasiswa kepada para mahasiawa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia Universitas Diponegoro (Undip) yang mau bersaksi atau memberikan keterangan perihal praktik perundungan. Salah satu kendala pengungkapan kasus perundungan yang dialami ARL dan mahasiswa-mahasiswa PPDS Anestesia Undip lainnya adalah ketakutan para korban untuk buka suara.
"Nah mereka ini mau melaporkan tapi mereka masih dua semester lagi, empat semester lagi, masih perlu waktu. Mereka tetap di situ (setelah melaporkan) kan enggak nyaman, takut," ujar Misyal mengacu pada rumah sakit pendidikan PPDS Anestesia Undip, yakni RSUP Dr.Kariadi, Kamis (5/9/2024).
"Nah ini lagi kita coba bicarakan, begitu mereka lapor kita pindahkan ke tempat lain. Kita kasih beasiswa. Itu yang mau kita coba bicarakan (dengan Kemenkes)," tambah Misyal.
Menurut Misyal, dengan skema demikian, para korban perundungan lain bisa tenang buka suara atau membuat laporan. Sebab mereka tidak akan dikembalikan ke rumah sakit pendidikan terkait tempat mereka melaksanakan PPDS Anestesia.
"Mereka (para korban) tahu bagaimana sistematis mereka (para senior) dalam melakukan intimidasi," ucap Misyal.
Dia mengatakan, pihak keluarga ARL telah melaporkan beberapa senior PPDS Anestesia Undip yang diduga melakukan perundungan terhadap ARL ke Polda Jawa Tengah (Jateng). Meski hanya melaporkan beberapa individu, Misyal meyakini tersangka bisa saja mencapai puluhan orang.
"Ini kita melaporkan untuk supaya polisi bisa bekerja kemana pun. Kita tidak tahu kemana pun itu nanti. Makanya kita belum bisa mengungkap, menyebut nama (terduga pelaku). Bisa tersangkanya puluhan, bisa satu," ujar Misyal.
Saat membuat laporan ke Polda Jateng pada Rabu (4/9/2024) lalu, Misyal mengatakab selama menjalani PPDS Anestesia di RSUP Dr.Kariadi, ARL diintimidasi, diancam, bahkan diperas oleh seniornya. "Ada intimidasi, pengancaman, yang mana bukti-buktinya sudah kita kasih ke pihak Polda Jateng. Untuk selanjutnya biar ini berproses, kita kawal bersama. Karena ini harus tuntas, jangan sampai ada korban-korban lain," ungkap Misyal.
Khusus terkait pemerasan, Misyal belum bisa menyebut berapa nominal yang telah dikeluarkan ARL. Kemudian perihal kabar bahwa ARL turut mengalami pelecehan seksual, Misyal membantah hal tersebut.
Misyal mengatakan, dia belum bisa mengungkap identitas para senior ARL yang dilaporkan ke Polda Jateng. "Yang dilaporkan kita belum berani sebut nama. Karena almarhumah, si korban ini sudah meninggal. Jadi ini sedang diproses oleh pihak kepolisian," ucap Misyal.
Dalam proses pelaporan, keluarga ARL membawa dan menyerahkan sejumlah bukti, antara lain bukti percakapan di platform perpesanan instan dan buku rekening. Misyal berharap, dengan dibuatnya pelaporan tersebut, korban-korban perundungan lainnya di PPDS Anestesia Undip berani bersuara.
"Karena sudah ada indikasi ada korban-korban yang tidak berani mengadu," katanya.
"Mudah-mudahan (pelaporan kasus perundungan ARL) ini menjadi pintu masuk untuk korban-korban lain untuk berani mengadu. Supaya dunia kesehatan kita tidak terkontaminasi dengan hal-hal yang negatif," tambah Misyal.
ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.
Pada 15 Agustus 2024, Undip menerbitkan keterangan pers yang menyatakan bahwa mereka telah melakukan investigasi internal terkait kematian ARL. Undip membantah ada perundungan terhadap ARL. Menurut Undip, ARL meninggal akibat penyakit yang dideritanya. Namun Undip tak mengungkap jenis penyakitnya.