Ini Alasan Skema Power Wheeling di RUU EBET Masih Diperdebatkan

Skema power wheeling membolehkan swasta menjual listrik langsung ke masyarakat.

Republika/Prayogi.
Power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara/PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi/distribusi PLN.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) terdapat skema power wheeling yang saat ini masih dalam perdebatan. Skema ini dinilai berisiko membebani negara meski di sisi lain juga mendorong potensi energi terbarukan.

Baca Juga


Power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara/PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi/distribusi PLN. Artinya, skema ini memperbolehkan pembangkit swasta menjual listrik EBET yang diproduksinya secara langsung kepada masyarakat dengan menyewa jaringan milik negara.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi VII Mulyanto mengungkapkan skema ini berisiko membebani subsidi energi dan program Pro Rakyat pada periode pemerintahan mendatang.

Menurutnya, beban fiskal pemerintahan mendatang bakal bertambah karena kenaikan subsidi listrik. "Subsidi dipastikan naik lantaran harga listrik akan ditentukan mekanisme pasar,” kata Mulyanto, Kamis (5/9/2024).

Anggota dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengatakan kenaikan subsidi listrik berisiko muncul karena aturan power wheeling memperbolehkan pembangkit swasta untuk menjual listrik EBET yang diproduksinya secara langsung kepada masyarakat dengan menyewa jaringan milik negara.

“Menjadikan pihak swasta dapat menjual listrik yang diproduksinya secara langsung kepada masyarakat, jelas-jelas adalah liberalisasi sektor kelistrikan," katanya.

Skema power wheeling dinilai sebagai upaya privatisasi pengusahaan tenaga listrik dan telah menjadikan tenaga listrik sebagai komoditas pasar.

"Hal ini dapat berarti negara tidak lagi memberikan proteksi kepada mayoritas rakyat yang hidup kekurangan secara ekonomi," kata Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (Iress) Marwan Batubara.

RUU EBET sebaiknya fokus pada pemberian insentif fiskal yang diperluas dan diperbesar agar energi terbarukan dapat berkembang cepat di Indonesia. Dibukanya kesempatan pemanfaatan bersama jaringan transmisi listrik sebagaimana termuat dalam Permen ESDM No.01/2015, bukan berarti power wheeling diperbolehkan.

Pembahasan RUU EBET sendiri tah diperpanjang hingga persidangan 1 tahun sidang 2024/2025 mendatang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler