Program Anuitas Dana Pensiun tak Bisa Dicairkan Sebelum 10 Tahun? Begini Klarifikasi OJK

Jika seseorang memasuki usia pensiun, maka diperkenankan menarik 20 persen.

Republika/Eva Rianti
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, di Yogyakarta, Senin (8/7/2024).
Rep: Eva Rianti Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklarifikasi tentang program anuitas dana pensiun yang tidak bisa dicairkan sebelum 10 tahun. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menjelaskan, berdasarkan ketentuan yang ada, jika seseorang memasuki usia pensiun, yang bersangkutan diperkenankan menarik 20 persen dana pensiunnya.

Baca Juga


Namun, 80 persennya dilakukan pembayaran berkala bulanan, baik oleh program dana pensiun pemberi kerja maupun dana pensiun dalam produk anuitas yang diberikan perusahaan asuransi. “Sebenarnya para pensiunan tetap menerima manfaat dana pensiunnya secara berkala bulanan, tetapi tidak boleh dicairkan pokoknya. Jadi, itu baru bisa dicairkan selama 10 tahun,” kata Ogi dalam keterangan resmi, Ahad (8/9/2024).

Namun terdapat pengecualian. Ogi mengatakan, jika manfaat pensiun setelah dikurangi 20 persen ternyata lebih kecil dari Rp 1,6 juta per bulan atau nilai tunainya kurang dari Rp 500 juta, itu bisa dicairkan sekaligus.

“Kita juga memperhatikan bagi para pensiunan yang memiliki manfaat pensiun yang lebih rendah, itu ketentuannya boleh dicairkan sekaligus,” jelasnya.

Ogi menekankan tentang tujuan pelaksanaan program dana pensiun bagi masyarakat. Yakni tidak lain untuk menjaga kesinambungan penghasilan setelah memasuki usia pensiun.

“Saya berharap penjelasan ini lebih clear dan bisa dipahami oleh terutama peserta, yang memang ketentuan ini berlaku enam bulan sejak POJK Nomor 8 Tahun 2024 diterbitkan pada 29 April 2024, dan enam bulan sejak itu (Oktober 2024) mulai berlaku,” harapnya.

Korupsi dana pensiun Jiwasraya - (Republika)

Dana pensiun tambahan bebani pekerja.. baca di halaman selanjutnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menanggapi soal rencana adanya iuran tambahan dana pensiun bagi pekerja, yang saat ini tengah digodok oleh pemerintah. Ia menilai aturan itu bakal membebani pekerja.

Kendati masih menanti hasil Peraturan Pemerintah (PP) mengenai dana pensiun tambahan yang bersifat wajib itu, Shinta memiliki pandangan awal dan sejumlah catatan. Mulai dari faktor nilai kebebasan pekerja hingga tingkat keyakinan masyarakat soal pengelolaan dana.

“Pada dasarnya, sangat challenging untuk dapat menerapkannya dari sudut pandang: kebebasan pribadi untuk mengelola dananya secara mandiri karena ini bukan skema jaminan sosial yang dicakup dalam program BPJS Ketenagakerjaan, kerumitan administratif untuk memastikan tingkat gaji atau pendapatan yang sebenarnya, dan tingkat keyakinan masyarakat atas kapasitas pemerintah dalam mengelola dana publik,” kata Shinta saat dihubungi Republika, Ahad (8/9/2024).

Dilihat dari sudut pandang kebebasan pribadi pekerja, tak ayal Shinta menganggap aturan dana pensiun tambahan tersebut potensial menjadi beban bagi para pekerja. Juga kemudian potensial menimbulkan masalah akuntabilitas, transparansi, dan profesionalisme pengelolaan dana.

“Ini tentunya menjadi beban karena individu sebagai pemilik dananya sendiri menjadi tidak bebas untuk mengelola dana pribadinya, maka potensial jadi beban pekerja yang tidak fleksibel mengatur dananya sendiri,” terangnya.

Mengenai sikap pengusaha terhadap rencana pemberlakuan dana pensiun tambahan bagi pekerja, hingga kini Shinta menyebut pihak pengusaha masih menunggu kajian dari pemerintah dalam bentuk PP. Sehingga sejauh ini sikapnya terhadap rencana itu masih belum bisa diputuskan.

“Pengusaha perlu mendapat kajian pemerintah tentang hal itu terlebih dahulu untuk bersikap mendukung atau tidak mendukung,” ujar Shinta.

Shinta mengatakan, jika nantinya PP diputuskan untuk dilaksanakan, masyarakat dengan tingkat penghasilan di atas nominal tertentu wajib menabung. Yang mana besaran tabungannya ditentukan oleh pemerintah.

Lebih lanjut, Shinta berpendapat, apabila benar-benar bakal diberlakukan, di dalam PP harus diatur suatu hal. Bahwa jika pekerja pemilik dana meninggal, secara normatif keluarga atau ahli warisnya berhal mendapatkan dana tersebut.

“Hanya saja persoalannya akan muncul hal-hal yang bersifat birokratis untuk pengurusannya, dan juga tingkat kepercayaan masyarakat atas keamanan dana tersebut,” tutur dia.

Sebelumnya diberitakan, aturan soal dana pensiun tambahan itu merupakan tindak lanjut atas amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), terutama dalam Pasal 189. Beleid tersebut mengamanatkan penguatan untuk harmonisasi program pensiun sebagai upaya untuk meningkatkan perlindungan hari tua.

Berdasarkan data yang ada, manfaat pensiun yang diterima oleh para pensiunan relatif kecil, yakni sekira 10—15 persen dari penghasilan terakhir pada saat aktif bekerja. Sedangkan, berkiblat pada Organisasi Ketenagakerjaan International/ International Labour Organization (ILO), standar ideal manfaat pensiun adalah 40 persen.

Oleh sebab itu, sistem jaminan sosial nasional yang saat ini sudah ada, seperti jaminan pensiun BPJS Ketenagakerjaan dan program pensiun PT Taspen dan PT Asabri, nantinya akan diharmonisasikan. Adapun sifat dari program tersebut merupakan tambahan yang wajib dengan kriteria-kriteria tertentu yang akan diatur dalam PP.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa aturan tersebut masih dalam proses penggodokan. Pihaknya saat ini tengah menunggu dikeluarkannya PP mengenai hal tersebut.

“Kami dalam hal ini masih menunggu mengenai bentuk dari PP terkait dengan harmonisasi program pensiun,” kata Kepala Ekskutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam konferensi pers RDK Agustus 2024 yang digelar secara daring, Jumat (6/9/2024).

Ogi mengatakan, diamantkan dalam UU P2SK, PP tersebut harus mendapatkan persetujuan dari DPR terlebih dahulu. Lebih lanjut, Ogi menuturkan, OJK sendiri dalam hal itu berkapasitas sebagai pengawas, untuk melakukan harmonisasi program-program pensiun yang diamanatkan dalam UU P2SK.

“Jadi kami belum bisa bertindak lebih lanjut sebelum PP-nya diterbitkan,” ujar dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler