Tepis Takut Debat, Ini Alasan Kiai Imaduddin tak Hadir Diskusi Nasab Baalawi Rabithah

Guru Gembul datang dalam debat, dan ikut pertanyakan Baalawi.

Republika.co.id
Guru Gembul (kiri) menghadiri diskusi yang diadakan Rabithah Alawiyah.
Rep: thr/muhyidin/erick Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh dan Pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Kiai Imaduddin Utsman al Bantani menjelaskan alasan tak hadir di diskusi "Membedah Tulisan yang Membatalkan Nasab Ba'alawi" yang digelar Rabithah Alawiyah di Jakarta, Sabtu (7/9/2024). Kiai Imad menepis kabar  bahwa ia takut untuk hadir.

Baca Juga


"Gak lah,,, mereka yang takut," ujarnya kepada Republika Senin (9/9/2024).

BACA JUGA: Long Weekend Pekan Ini, Maulid Nabi Muhammad 2024 Jatuh Tanggal Berapa? Ini Jadwalnya

 

Ia menuturkan, awalnya UIN Wali Songo semarang yang mengadakan debat soal Baalawi tersebut pada tanggal 10 September. "Mengundang saya dan RA (Rabithah Alawiyah), kami memyanggupi," ujarnya.

Namun kemudian RA memilih menggelar sendiri pada tanggal 7 dan mengundangnya. "Menurut saya cukup debat di UIN saja toh waktunya hanya beda dua hari," kata Imaduddin.

Sebelumnya moderator alumnus Al Azhar Mesir Mabda Dzikara mengatakan, sejatinya acara ini merupakan diskusi dua arah. "Hanya saja sampai pada waktu ini jam 9.37 pagi, salah satu narasumber itu belum kemudian bisa konfirmasi kehadiran. Itu dari tim peneliti KH Imaduddin Utsman," ujar Mabda.

Berdasarkan pantauan Republika.co.id melalui tayangan streaming Nabawi TV, hingga pukul 19.00 WIB Imaduddin beserta tim ahlinya juga belum tampak dalam forum diskusi itu. Pemaparan hanya dilakukan oleh tim peneliti dari Rabithah Alawiyah.

Dalam diskusi itu tampak hadir Ketua Maktab Daimi Syaikhon bin Abdulqadir Assegaf. Hadir juga perwakilan Rabithah Alawiyah, Muhammad bin Husein Al-Habsyi dan Ahmad bin Muhammad Al-Attos. Sedangkan tim peneliti yang hadir ads Muhammad Hanif Alatas, Rumail Abbas, Idrus Al Masyhur, Maimun Nafis, Muhaimin Bahirudin, M Fuad A Wafi, dan Muhammad Assegaf.

Mabda Dzikara menjelaskan, diskusi ini sebenarnya merupakan diskusi dua arah antara kelompok penggugat dari Kiai Imaduddib Utsman dan kelompok yang tergugat Rabithah Alawiyah. Dia pun menegaskan bahwa sebagai moderator dirinya netral.

Kedatangan Guru Gembul

Salah satu yang datang menghadiri adalah Guru Gembul. Ia juga sempat mempertanyakan nasaba Ba'alawi.

 

Dengan ini saya mengakui Guru Gembul gentleman. Terima kasih sudah mau datang. Apapun hasil akhirnya, saya mengapresiasi beliau dan pandangan beliau terhadap Ba'alwi. Jika ada pihak RA (Rabithah Alawiyah) yang dipanggil ke podcast GG (Guru Gembul), semoga juga dipenuhi," kata Habib Hafidz Alattas melalui akun X @HafidzAlattas dikutip Republika.co.id di Jakarta, Senin (9/9/2024).

Dia pun mempertanyakan, mengapa Kiai Imad yang di berbagai kesempatan selalu membantah nasab Ba'alawi termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW, malah tidak hadir.

Dengan hadirnya Guru Gembul, kata Hafidz, hal itu menandakan diskusi di Rabithah Alawiyah berjalan baik. "By the way, Ki Imad dan kawan-kawan, ini bukti RA 'ruang aman' untuk semua," ucapnya.

Pemahaman Kiai Imad

Menurut Imaduddin, habib di Indonesia ini bukan cucu nabi. Secara ilmu nasab berdasar kitab kitab nasab abad 5-9 hijriah, para habib itu tidak tercatat sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.

"Leluhur habib baru mengaku sebagai keturunan nabi pada abad 9 hijriah melalui kitab yang leluhur habib ini karang, nama kitabnya al burqotul musiqoh," ujarnya kepada Republika.

Mulai abad 9, mereka memperkenalkan diri sebagai cucu nabi. "Pengakuan mereka tertolak karena kitab sebelum abad sembilan tidak mencatat nama mereka sebagai cucu nabi," ujarnya.

Lalu apakah klan Ba’alwi yang mengaku keturunan Nabi Muhammad SAW itu sudah tes DNA? Kalau sudah tes DNA, lalu Haplogroupnya apa?

"Alhamdulillah, klan Ba’alwi sudah banyak yang melakukan tes DNA, menurut Doktor Sugeng, sudah sekitar 180 orang," kata Imaduddin.

Dari situ mustahil dapat dikatakan, mereka sebagai keturunan garis lurus laki dari Nabi Muhammad SAW dan Sayyidina Ali, karena keduanya berhaplogroup J1.

Haplogrup adalah sekelompok kromosom tunggal, atau untaian DNA tunggal, yang memiliki nenek moyang yang sama

Imaduddin lantas mengambil beberapa contoh keluarga Ba’alwi yang telah melakukan tes DNA. Misalnya, seorang bapak dari Al-Habsyi yang melakukan tes DNA dengan nomor KIT: IN89146.

Dari situ mustahil dapat dikatakan, mereka sebagai keturunan garis lurus laki dari Nabi Muhammad SAW dan Sayyidina Ali, karena keduanya berhaplogroup J1.

Ia tinggal di Arab Saudi. Hasilnya bapak tu berhaplogroup G-M201. "Gagal," kata Imaduddin lewat artikel yang sudah dikonfirmasi Republika.

Contoh lain, kata ia, seorang bapak dari Bin Syekh Abubakar. Ia tes DNA dengan nomor KIT: M9523. Bapak itu tinggal di Indonesia, hasilnya haplogroupnya G-M201. "Gagal juga."

Contoh lain, seorang bapak bernama Omar, ia tes DNA dengan nomor KIT: IN76599. Ia tinggal di Yaman, hasilnya, haplogroupnya G-M201. "Gagal maning."

Selanjutnya, kata ia, masih banyak lagi contoh-contoh hasil tes DNA dari klan Ba’alwi yang dapat diunduh dari berbagai macam situs penyedia jasa tes DNA. "Hasilnya mayoritas mereka berhaplogroup G-M201. Lalu apa arti haplogroup G-M201?"

Haplogroup G, kata ia, adalah haplogroup paling sering ditemukan di antara berbagai kelompok etnis di Kaukasus. Wilayah kaukasus, dulu adalah bekas kerajaan Yahudi Khazar yang hancur lebur dibumihanguskan dinasti Rusia.

Lalu mereka menyebar ke berbagai belahan dunia pada abad ke-11 masehi. Waktu itu, kerajaan Khazar meliputi Kajakstan, Dagestan, Tajikistan, Azerbaijan, Georgia dll.

Yahudi Khazar sebenarnya bukan gen yahudi, mereka adalah orang non Yahudi yang kemudian masuk agama Yahudi dan mengidentifikasi diri sebagai orang Yahudi.

Yahudi asli adalah keturunan Nabi Ibrahim yang berhaplogroup sama dengan suku Quraisi yaitu J1. Di Eropa, Yahudi Khazar kemudian berkawin-mengawin dengan Yahudi Askhenazi.

Yahudi Askhenazi sekarang yang 90% menguasai Israel, banyak dari mereka memiliki gen Khazar dari jalur ibu. Selain di kaukasus, G juga tersebar luas dengan frekuensi rendah di antara kelompok etnis India, Banglades, Maladewa, Pakistan, Buthan, Nepal, Srilangka, Eropa , Turki, Iran dan Afrika Utara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler