DePA-RI Perjuangkan Nasib Tenaga Kerja Indonesia yang Tertipu di Jepang
DePA-RI akan kawal tenaga kerja Indonesia yang menjadi korban kejahatan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dewan Pergerakan Advokat Indonesia (DePA-RI) melalui Wakil Ketua Umumnya, Akhmad Abdul Aziz Zein berangkat ke Jepang untuk memperjuangkan tenaga kerja Indonesia yang mengalami penipuan. Azis yang merupakan advokat dan juga kurator ini sempat diterima oleh Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Heri Akhmadi di KBRI Tokyo.
Akhmad Abdul Aziz Zein merasa bersyukur dan berterima kasih kepada pihak KBRI yang dapat menerima kedatangannya dengan baik. Aziz berdikusi dengan KBRI tentang kasus Sastra Eliza.
Dubes Heri Akhmadi, adalah mantan aktivis mahasiswa ITB sehingga karenanya cukup peka dengan ketidakadilan dan nasib rakyat kecil termasuk adanya kasus penipuan oleh orang Indonesia di Jepang terhadap calon-calon tenaga kerja ataupun magang di negeri Sakura itu .
Ada banyak korban dalam kasus penipuan ini. Awalnya para korban dididik di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK). Biasanya para trainee yang akan bekerja di Jepang diharuskan untuk belajar bahasa, budaya Jepang, cara beradaptasi dll. Dalam kasus Sastra Eliza ini, para korban diiming-imingi untuk mendapatkan pekerjaan di Jepang dengan menyetor sejumlah uang melalui LPK. Sangat banyak orang Indonesia dari berbagai daerah yang tertarik dengan tawaran itu.
Biasanya tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Jepang-- misalnya di tempat penangkapan ikan, di pabrik-pabrik, restaurant dan sebagainya -- dalam visa statusnya adalah trainee, latihan atau gakusei. Akan tetapi setelah mereka menyetor sejumlah uang ke Eliza melalui LPK, kesempatan kerja yang ditunggu-tunggu tak juga datang. Jumlahnya semakin banyak dan semakin banyak pula pengaduan ke KBRI sejak tahun 2021/2022.
Ketua Umum DePA-RI Luthfi Yazid pernah menjadi peneliti dan mengajar dari tahun 2010-2012 di University of Gakushuin di Tokyo serta memiliki hubungan dengan para pengacara di Jepang, dihubungi oleh KBRI oleh Ibu Titi Hamzah untuk mendapatkan nasihat hukum. Kemdian DePA-RI mengutus Akhmad Abdul Aziz Zein untuk memberikan nasihat serta bantuan hukum ini secara pro-bono alias cuma-cuma.
Luthfi mengatakan saat ini DePA-RI terus berkordinasi dengan pihak KBRI serta pengacara Jepang terutama yang ada di Tokyo untuk mencari saudari Eliza serta mengkaji langkah-langkah apa yang dapat dilakukan ke depannya.
“Ikhtiar DePA-RI ini dilakukan tanpa mendapat bayaran apapun dan dari mana pun. Semata-mata karena niat baik untuk memperjuangkan Justitia Omnibus, keadilan untuk semua, terutama terhadap masyarakat yang terzalimi dan lemah. Tentu Eliza mesti harus bertanggung jawab. Tapi apakah hanya Eliza yang bertanggung jawab? Tentu tanpa persuasi dari LPK mereka juga tidak akan melamar kerja ke Jepang, dengan demikian LPK mesti bertanggung jawab juga. Kasihan korban, mengumpulkan biaya tidak mudah untuk memperoleh pekerjaan di Jepang serta mendaftar melalui LPK,” papar Lutfhi.
Dari informasi yang diterima, ada kecenderungan peningkatan warga Indonesia di Jepang terlibat dalam persoalan hukum. Tentu banyak hal yang dapat menjadi faktor pendorong, misalnya faktor bahasa, faktor budaya Jepang yang super disiplin, tekanan kerja, stress, kultur tepat waktu dan kompetisi yang sangat ketat.
Untuk dapat bekerja di negeri Sakura memang tidak mudah, sebab harus melalui berbagai seleksi. Soal kemampuan bahasa Jepang misalnya harus sudah lulus level tertentu (missal N4 atau N3), dan juga mesti punya sertifikat-sertifikat lainnya yang diperlukan.
Terhadap kasus semacam itu, Luthfi Yazid—yang banyak bekerjasama dengan praktisi hukum Jepang maupun dengan Japan Federation of Bar Association (JFBA)-- menyerukan agar Eliza serta LPK untuk bertanggung jawab serta mengembalikan uang para korban dengan dicicil atau dengan cara apapun. Luthfi juga mengimbau kepada warga negara Indonesia untuk tidak mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan semacam itu. Di era medsos saat ini, banyak kemungkinan terjadinya penipuan, banyak informasi yang menyesatkan, yang sifatnya hoaks.
“Kepedulian KBRI Tokyo di bawah Duta Besar Heri Akhmadi patut menjadi contoh. Semoga KBRI Tokyo, Kementeriaan Tenaga Kerja RI dengan dibantu oleh DePA-RI dapat membantu mencarikan solusi atas kasus ini,” kata Luthfi.