Guru Gembul Kritik Habib Rizieq dan Habib Bahar di Debat Nasab Baalawi

Guru Gembul menghadiri undangan diskusi nasab Baalawi di Rabithah Alawiyah.

Republika.co.id
Guru Gembul (kiri) menghadiri diskusi yang diadakan Rabithah Alawiyah.
Rep: Fuji E Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Guru Gembul menghadiri Diskusi dan Seminar Seputar Isu Nasab dan Isu Keislaman yang diselenggarakan Rabithah Alawiyah dan ditayangkan di Youtube channel Nabawi TV pada Ahad (8/9/2024). Guru Gembul mengawali diskusi dengan mengungkapkan keresahannya terhadap sikap dan perilaku Habib Rizieq Shihab dan Habib Bahar bin Smith.

Baca Juga


Guru Gembul mengatakan, sebelum tahun 2000-an, habib di Indonesia sudah ada. Orang-orang yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW itu sudah ada. Profesi mereka sangat bervariasi, dan status sosial mereka juga bervariasi. Ada profesi tukang jualan parfum sampai menteri luar negeri.

BACA JUGA: Long Weekend Pekan Ini, Maulid Nabi Muhammad 2024 Jatuh Tanggal Berapa? Ini Jadwalnya

 

"Dan tidak ada kerusuhan, tidak ada polemik di antara itu semua, tiba-tiba muncul, saya mohon maaf ya, di awal reformasi muncul Habib Rizieq dengan FPI-nya, Habib Rizieq itu latarnya sebenarnya dari NU tapi entah bagaimana ceritanya, di situ sudah mulai ada kisruh dengan NU yang lain," kata Guru Gembul, dikutip dari tayangan di channel Nabawi TV, Ahad (8/9/2024). 

Guru Gembul mengungkapkan, selanjutnya ada FPI versus Banser. Kemudian ada kerusuhan, ada serangan di sini dan di sana, dan sebagainya. 

"Nah, ini memunculkan apa? Di antara kaum Muslim itu memunculkan satu pikiran bahwa saya itu tidak setuju dengan Habib Rizieq, saya itu tidak setuju dengan gerakan-gerakannya yang radikal, saya itu tidak setuju ketika kaum Muslim terlibat dalam percekcokan yang begini dan begitu, banyak di antara kaum Muslim yang tidak setuju itu. Tapi kemudian apa? Mereka tidak berani melawan, tidak berani menentang karena itu kan habib, ini kan keturunan Nabi," jelas Guru Gembul.

Guru Gembul mengatakan, jadi pada waktu itu ada dilema, ada polemik sebelum polemik itu menyebar ke media, ada polemik di dalam hati kaum muslimin. Bahwa kaum muslimin sebenarnya ingin menentang dan ingin mengoreksi pernyataan-pernyataan dari Habib Rizieq. Tapi kaum Muslimin tidak berani karena itu adalah keturunan Nabi.

Jadi di sini ada penghormatan yang sangat besar dari kaum muslimin terhadap Nabinya, terhadap junjungannya. Tetapi di sisi lain ada orang yang mengklaim ini adalah keturunan Nabi dan kontroversial. 

"Kita tidak bahas dulu soal apakah Habib Rizieq itu benar atau salah, kita tidak bahas itu, kita bahas bahwa Habib Rizieq memunculkan polemik pada waktu itu, terkait dengan masalah toleransi, terkait dengan masalah FPI, terkait masalah hal-hal yang semacam itu," ujar Guru Gembul.

 

 

Guru Gembul mengungkapkan, setengah dari kaum muslimin, anggaplah data kasarnya adalah setengah dari kaum muslimin tidak setuju dengan Habib Rizieq. Tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Karena ada ketidakberanian dan takut kualat jika menegur keturunan Nabi.

Ia menambahkan, kemudian muncul sesuatu yang lebih besar, yaitu Habib Bahar bin Smith. Melakukan persekusi dan kekerasan, intimidasi terhadap orang lain. Lisan maupun perbuatannya itu direkam, dipublikasikan kepada media-media mainstream di Indonesia.

"Dampaknya apa? Balik lagi, ini mana ada keturunan Nabi seperti ini, kami merasa malu, merasa jengkel, merasa takut, merasa terintimidasi," ujar Guru Gembu.

Guru Gembul juga mengungkapkan netizin banyak yang melarangnya hadir di Rabithah Alawiyah. Karena netizen berpikir para habib itu gambarannya seperti Habib Rizieq dan Habib Bahar.

"Saya harus katakan begini, kenapa yang datang ke diskusi ini cuma saya? Saya katakan lebih dari setengah kolom komentar yang jumlahnya ribuan di satu video saya itu meminta saya untuk tidak hadir dalam acara ini," ujar Guru Gembul.

Guru Gembul mengatakan, Rabithah Alawiyah gagal untuk menyampaikan keamanannya kepada orang lain. Pihak dari kalangan habib gagal untuk menunjukkan bahwa mereka itu baik, rahmatan lil alamin, soleh, tulus, ikhlas, baik hati, siap mentraktir. Gagal untuk menyampaikan itu ke publik karena yang ditampilkan itu kekerasan atas nama habib yang menunjukan dirinya boleh melakukan persekusi. 

Guru Gembul mengatakan, Habib Bahar bin Smith di pengadilan, ketika sedang diadili melakukan intervensi kepada saksi.

"Habib Bahar mengatakan kamu tahu tidak siapa saya? Saya adalah keturunan Nabi, kalau kakek saya begini, kamu tahu kakek saya seperti ini, kenapa kamu memberatkan? Kamu membuat kesaksian yang memberatkan pada saya," ujar Guru Gembul menirukan perkataan Habib Bahar di pengadilan.

Menurut Guru Gembul, sikap Habib Bahar itu sebenarnya menyakiti kaum muslimin. Karena ada orang yang melakukan kekerasan atas nama Nabi yaitu Habib Bahar, kemudian diadili tapi minta privilege.

 

Menanggapi Guru Gembul, Fikri Shahab mengatakan, Rabithah Alawiyah menganggap pernyataan Guru Gembul tidak salah. Karena sebelum ada isu ini, yang mengkoreksi kalangan habib, meluruskan, memberikan nasihat, memang paling banyak dari Rabithah Alawiyah sendiri.

"Ada (habib) yang mengindahkan (nasihat dari Rabithah Alawiyah), ada yang tidak, ada yang menerima, memperbaiki diri, ada yang tidak," ujar Fikri Shahab.

Fikri Shahab mengatakan, jumlah Alawiyyin dulu dengan sekarang jauh berbeda. Dulu Alawiyyin jumlahnya sedikit, pendidikannya terbatas, terkontrol, sirkuitnya tidak terlalu luas, (23:55) turunannya bisa diukur dari bagaimana ayah dan ibunya.

"Kita sekarang hidup di generasi di mana jumlah Alawiyyin begitu banyak, pendidikannya beragam, tinggalnya juga beragam, di berbagai negara, menerima informasi yang beragam dan permasalahan mereka sama dengan permasalahan di masyarakat," ujar Fikri Shahab.

Fikri Shahab mengungkapkan, misalnya ada pengguna narkoba dari kalangan non Alawiyyin dan dari kalangan Alawiyyin. Masalahnya sama dengan masyarakat, tapi nasabnya menjadi penting. 

"Karena nasab ini, orang akan mengukur engkau sebagai keturunan Rasulullah, kok begini perilakunya? Itu yang menjadi keresahan dari Guru Gembu, keresahan itu sangat bisa kita pahami," kata Fikri Shahab.

Di tempat yang sama, Gus Wafi mengatakan, orang yang berbuat baik sepuluh kali dan berbuat jahat satu kali. Biasanya cenderung kesalahan yang satu kali itu yang akan terus dibahas. Ketika pembahasan itu sudah ada di media sosial dan berkali-kali, akan ada statement itu sebuah kebenaran.

"Kenapa kok tidak pernah ditampilkan Habib Rizieq yang menginap empat bulan di tenda saat Tsunami di Aceh, coba tanyakan ke orang Aceh, kenapa itu tidak pernah ditampilkan," ujar Gus Wafi.

Gus Wafi mengatakan, ketika bencana di Gunung Semeru, FPI banyak menyumbangkan bantuan di berbagai lokasi bencana. Mereka ada di lokasi bencana tapi kenapa itu tidak pernah ditampilkan. Seolah-olah yang jeleknya saja yang dibahas.

"Yang saya tahu, beliau (Habib Rizieq) mengkritik tempat remang-remang, kezaliman, korupsi, sama beberapa tema dengan Pak Guru (Gembul) tapi karena beliau habib dan banyak media yang kontra sehingga yang ditampilkan yang jelek terus dan itu menjadi sebuah kebenaran bagi sebagian orang," jelas Gus Wafi. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler