Guru Gembul Tuding HRS Radikal, Gus Wafi: Habib Rizieq Empat Bulan di Tenda Saat Tsunami

Guru Gembul ungkap mereka tak berani melawan karena dia keturunan Nabi.

Republika.co.id
Guru Gembul (kiri) menghadiri diskusi yang diadakan Rabithah Alawiyah.
Rep: Fuji Eka Permana Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Gembul menjadi satu-satunya narasumber dari pihak penggugat nasab Ba'alawi yang hadir dalam debat 'Keabsahan Nasab Ba'alawi' di gedung Rabithah Alawiyah, Jalan Tb Simatupang, Jakarta, pada 7-8 September 2024. 

Dalam debat tersebut, Guru Gembul yang disebut-sebut memiliki nama asli Ja'far Rohadi ini mengungkapkan, sebelum tahun 2000-an, habib di Indonesia sudah ada. Orang-orang yang mengaku sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW itu sudah ada. Profesi dan status sosial mereka bervariasi dari penjual parfum hingga menteri luar negeri.

BACA JUGA: Long Weekend Pekan Ini, Maulid Nabi Muhammad 2024 Jatuh Tanggal Berapa? Ini Jadwalnya

 

"Dan tidak ada kerusuhan, tidak ada polemik di antara itu semua, tiba-tiba muncul, saya mohon maaf ya, di awal reformasi muncul Habib Rizieq dengan FPI-nya, Habib Rizieq itu latarnya sebenarnya dari NU tapi entah bagaimana ceritanya, di situ sudah mulai ada kisruh dengan NU yang lain," kata Guru Gembul, dikutip dari tayangan di channel Youtube Nabawi TV, Ahad (8/9/2024). 

Guru Gembul mengungkapkan, selanjutnya ada FPI versus Banser yang diwarnai dengan kerusuhan. "Nah, ini memunculkan apa? Di antara kaum Muslim itu memunculkan satu pikiran bahwa saya itu tidak setuju dengan Habib Rizieq, saya itu tidak setuju dengan gerakan-gerakannya yang radikal, saya itu tidak setuju ketika kaum Muslim terlibat dalam percekcokan yang begini dan begitu, banyak di antara kaum Muslim yang tidak setuju itu. Tapi kemudian apa? Mereka tidak berani melawan, tidak berani menentang karena itu kan habib, ini kan keturunan Nabi," jelas Guru Gembul.

Guru Gembul mengatakan, jika waktu itu ada dilema kaum Muslimin sebenarnya ingin menentang dan ingin mengoreksi pernyataan-pernyataan dari Habib Rizieq. Meski demikian, kaum Muslimin tidak berani karena itu adalah keturunan Nabi.

 

Jawaban Gus Wafi..

 

Menjawab tudingan Guru Gembul, alumni Pondok Pesantren Sidogiri sekaligus anggota tim peneliti Annajah Center Sidogiri M Fuad Abdul Wafi mengatakan, orang yang berbuat baik sepuluh kali dan berbuat jahat satu kali. Menurut ustadz muda yang akrab disebut sebagai Gus Wafi ini, kesalahan seseorang yang satu kali itu akan terus dibahas berkali-kali di media sosial sehingga menjadi sebuah kebenaran.

Hanya saja, ujar Gus Wafi, Habib Rizieq memiliki rekam jejak kebaikan yang jarang diungkap media. "Kenapa kok tidak pernah ditampilkan Habib Rizieq yang menginap empat bulan di tenda saat Tsunami di Aceh, coba tanyakan ke orang Aceh, kenapa itu tidak pernah ditampilkan," ujar Gus Wafi.

Gus Wafi mengatakan, ketika bencana di Gunung Semeru, FPI juga menyumbangkan bantuan di berbagai lokasi bencana. Dia mempertanyakan, mengapa kebaikan tersebut tidak pernah ditampilkan sehingga seolah FPI hanya tampak jeleknya saja.

"Yang saya tahu, beliau (Habib Rizieq) mengkritik tempat remang-remang, kezaliman, korupsi, sama beberapa tema dengan Pak Guru (Gembul) tapi karena beliau habib dan banyak media yang kontra sehingga yang ditampilkan yang jelek terus dan itu menjadi sebuah kebenaran bagi sebagian orang," jelas Gus Wafi.

Guru Gembul soal Habib Bahar.. 

Guru Gembul juga mengomentari Habib Bahar bin Smith di pengadilan, ketika sedang diadili melakukan intervensi kepada saksi.

"Habib Bahar mengatakan, kamu tahu tidak siapa saya? Saya adalah keturunan Nabi, kalau kakek saya begini, kamu tahu kakek saya seperti ini, kenapa kamu memberatkan? Kamu membuat kesaksian yang memberatkan pada saya," ujar Guru Gembul menirukan perkataan Habib Bahar di pengadilan.

Menurut Guru Gembul, sikap Habib Bahar itu sebenarnya menyakiti kaum Muslimin mengingat ada orang yang melakukan kekerasan atas nama Nabi yaitu Habib Bahar, kemudian diadili tapi minta privilege atau keistimewaan.

Baca Juga



Guru Gembul mengungkapkan, adanya rasa takut, resah dan terintimidasi dari kaum Muslimin. Di satu sisi, ujar dia, kaum Muslimin sangat mencintai Nabi, tetapi di sisi lain ada keresahan bahwa Nabi dikaitkan dengan tindakan-tindakan atau simbol-simbol dari kekerasan.  

Menanggapi kritik dari Guru Gembul, Fikri Shahab mengatakan, Rabithah Alawiyah menganggap pernyataan Guru Gembul tidak salah. Dia mengatakan, sebelum ada isu nasab Ba'alawi, Rabithah Alawiyah kerap mengoreksi kalangan habib, meluruskan, memberikan nasihat.

"Ada (habib) yang mengindahkan (nasihat dari Rabithah Alawiyah), ada yang tidak, ada yang menerima, memperbaiki diri, ada yang tidak," ujar Fikri Shahab.

Fikri mengatakan, jumlah Alawiyyin dahulu dengan sekarang jauh berbeda. Selain jumlahnya sedikit, dia mengatakan, pendidikan Alawiyyin terbatas, terkontrol dan sirkuitnya tidak terlalu luas. Keturunannya pun, ujar dia, bisa diukur dari bagaimana ayah dan ibunya.

"Kita sekarang hidup di generasi di mana jumlah Alawiyyin begitu banyak, pendidikannya beragam, tinggalnya juga beragam, di berbagai negara, menerima informasi yang beragam dan permasalahan mereka sama dengan permasalahan di masyarakat," ujar Fikri Shahab.

Fikri Shahab mengungkapkan, misalnya ada pengguna narkoba dari kalangan non Alawiyyin dan dari kalangan Alawiyyin maka masyarakat akan memperhatikan nasabnya. "Karena nasab ini, orang akan mengukur engkau sebagai keturunan Rasulullah, kok begini perilakunya? Itu yang menjadi keresahan dari Guru Gembul, keresahan itu sangat bisa kita pahami," kata dia.

Fikri Shahab pun balik bertanya, "Apakah Rabithah Alawiyah membenarkan perilaku Habib Bahar bin Smith itu? Apakah ada jejak Rabithah Alawiyah pernah membela Habib Bahar? Apakah Rabithah Alawiyah pernah memberikan bantuan hukum? Apakah pernah Rabithah Alawiyah meng-endorse yang seperti itu?"

Dia mengatakan, Rabithah Alawiyah tidak pernah memberikan panggung kepada orang-orang seperti ini. Menurut dia, Rabithah juga sudah memberikan teguran.

"Jalan kita seperti ini, kamu memilih jalan yang berbeda, pernah enggak Rabithah Alawiyah menegur? Pernah sekali, dua kali, lebih, tapi diindahkan atau tidak memang itu keputusan ada di individu itu masing-masing, karena individu ini warga negara bukan warga Rabithah Alawiyah," ujar dia. 

Fikri menegaskan, kalau dia warga negara, maka hak dia untuk memilih mau berafiliasi dengan partai politik manapun, dengan ormas manapun karena hal tersebut merupakan haknya sebagai warga negara. Terlebih, dia menjelaskan, Rabithah Alawiyah tidak punya kekuatan hukum. 

"Kalau kita mau menghukum seseorang, Rabithah Alawiyah bisa menghukum sejauh mana? Rabithah Alawiyah tidak bisa pecat (dia), anggota pengurus juga bukan, (maka tidak bisa) pecat, tegur bisanya, menjawab syubhat-syubhat-nya lewat video resmi, bantah langsung statement-statement dia," jelas Fikri Shahab.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler