Satu Habib Bodoh Lebih Mulia dari 70 Kiai yang Alim? Ini Respons Rabithah Alawiyah

Rabithah Alawiyah menanggapi pernyataan satu habib bodoh lebih mulia dari 70 kiai.

Republika.co.id
Guru Gembul (kiri) menghadiri diskusi yang diadakan Rabithah Alawiyah.
Rep: Fuji E Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Beredar video seseorang ceramah yang mengatakan bahwa seorang habib walau bodoh lebih mulia dari 70 kiai alim. Guru Gembul menyampaikan hal tersebut dalam Diskusi dan Seminar Seputar Isu Nasab dan Isu Keislaman yang diselenggarakan Rabithah Alawiyah dan ditayangkan di Youtube channel Nabawi TV pada Ahad (8/9/2024).

Baca Juga


Di tengah diskusi, Guru Gembul mengatakan, coba bayangkan orang kampung belajar iqro, akidah, dan sejarah Islam dari ustaz dan kiai yang sangat mereka cintai. Lalu ada cerita bahwa kiai mereka derajatnya di bawah kaki habib tukang narkoba. Rasakan bagaimana sakit hatinya mereka ketika mendengarkan narasi yang seperti itu. 

BACA JUGA: Long Weekend Pekan Ini, Maulid Nabi Muhammad 2024 Jatuh Tanggal Berapa? Ini Jadwalnya

 

"Bahwa kemudian (ada narasi) habib terbodoh itu 70 kali lipat lebih mulia daripada kiai-kiai," kata Guru Gembul, dikutip dari tayangan di channel Nabawi TV, Ahad (8/9/2024). 


Guru Gembul mengatakan, coba kalau misalkan seseorang ikut pengajian dan bertemu dengan kiai yang ilmunya luar biasa, bersalaman dengan kiai tersebut. Kiai tersebut memberikan kontribusi kepada kehidupannya karena telah memberikan pencerahan.

"Lalu dikatakan bahwa mereka (kiai) itu enggak seberapa dibandingkan dengan habib paling bodoh, bisa nggak merasakan penderitaan dan sakit hati yang luar biasa dari situ," ujar Guru Gembul.

Menanggapi pernyataan, masukan dan kritik Guru Gembul di Rabithah Alawiyah, Fikri Shahab mengatakan, disampaikan Guru Gembul tadi, satu orang habib lebih mulia dari 70 kiai. 

"Luar biasa statement seperti itu, kita pun kaget dengarnya, dan kita bantah langsung statement seperti itu," ujar Fikri Shahab.

Halaman selanjutnya ➡️

Fikri Shahab menegaskan, buat kalangan Alawiyyin pun asing sekali mengatakan seperti itu.

Fikri Shahab mengatakan, sebelum ada isu nasab Ba'alawi, yang mengkoreksi kalangan habib, meluruskan, memberikan nasihat, memang paling banyak dari Rabithah Alawiyah sendiri.

"Ada (habib) yang mengindahkan (nasihat dari Rabithah Alawiyah), ada yang tidak, ada yang menerima, memperbaiki diri, ada yang tidak," ujar Fikri Shahab.

Fikri Shahab mengatakan, jumlah Alawiyyin dulu dengan sekarang jauh berbeda. Dulu Alawiyyin jumlahnya sedikit, pendidikannya terbatas, terkontrol, sirkuitnya tidak terlalu luas, turunannya bisa diukur dari bagaimana ayah dan ibunya.

"Kita sekarang hidup di generasi di mana jumlah Alawiyyin begitu banyak, pendidikannya beragam, tinggalnya juga beragam, di berbagai negara, menerima informasi yang beragam dan permasalahan mereka sama dengan permasalahan di masyarakat," ujar Fikri Shahab.

Fikri Shahab mengungkapkan, misalnya ada pengguna narkoba dari kalangan non Alawiyyin dan dari kalangan Alawiyyin. Masalahnya sama dengan masyarakat, tapi nasabnya menjadi penting. 

"Karena nasab ini, orang akan mengukur engkau sebagai keturunan Rasulullah, kok begini perilakunya? Itu yang menjadi keresahan dari Guru Gembul, keresahan itu sangat bisa kita pahami," kata Fikri Shahab.

Fikri Shahab menambahkan, apakah Rabithah Alawiyah membenarkan perilaku Habib Bahar bin Smith itu? Apakah ada jejak Rabithah Alawiyah pernah membela Habib Bahar? Apakah Rabithah Alawiyah pernah memberikan bantuan hukum? Apakah pernah Rabithah Alawiyah mengendorse yang seperti itu?

Kalau misalnya Rabithah Alawiyah jelas pandangannya dan jelas juga tidak pernah memberikan panggung kepada orang-orang seperti ini. Terus orang-orang ini rujukannya yang mana? Apakah sama dengan Rabithah Alawiyah? 

Kalau misalnya Rabithah Alawiyah punya rujukan, punya garisnya sendiri lalu ada pihak Alawiyyin yang punya garisnya sendiri. Maka yang pertama Rabithah Alawiyah harus memberikan teguran.

"Jalan kita seperti ini, kamu memilih jalan yang berbeda, pernah enggak Rabithah Alawiyah menegur? Pernah sekali, dua kali, lebih, tapi diindahkan atau tidak memang itu keputusan ada di individu itu masing-masing, karena individu ini warga negara bukan warga Rabithah Alawiyah," ujar Fikri Shahab. 

Fikri Shahab menegaskan, kalau dia warga negara, maka hak dia untuk memilih mau berafiliasi dengan partai politik manapun, dengan ormas manapun. Dia mau nurut atau tidak nurut kepada Rabithah Alawiyah, itu hak dia sebagai warga negara. Memang Rabithah Alawiyah tidak punya kekuatan hukum.

"Kalau kita mau menghukum seseorang, Rabithah Alawiyah bisa menghukum sejauh mana? Rabithah Alawiyah tidak bisa pecat (dia), anggota pengurus juga bukan, (maka tidak bisa) pecat, tegur bisanya, menjawab syubhat-syubhatnya lewat video resmi, bantah langsung statement-statement dia," jelas Fikri Shahab.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler