UAH Ingatkan Pemutus Nasab dan Mereka yang Ngaku-Ngaku Bisa Menjadi Kufur

UAH meminta polemik Ba'alawi jangan dibawa ke ranah awam.

Dok TNI AD
KSAD Jenderal Agus Subiyanto didampingi Ustadz Adi Hidayat bersama Ketua Baznas RI Prof KH Noor Achmad di Mabesad, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengingatkan, persoalan nasab sangat sensitif saat dituduhkan. Jika salah, maka perbuatan tersebut berisiko kufur dan masuk neraka.

Baca Juga


"Mau kita melakukan pendekatan dengan hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim yang tersambung pada sahabat Abu Dhar al-Ghifari, saking sensitifnya Nabi (Muhammad SAW) memberikan pengingat, jika nasab yang benar itu kemudian sengaja diputus maka risikonya adalah kufur," kata Ustadz Adi, dikutip dari Youtube Channel Adi Hidayat Official yang dipublikasikan pada 13 Agustus 2024.

Ustadz Adi mengutip sebuah riwayat, "Tidaklah seorang lelaki mengaku menasabkan sesuatu kepada yang bukan dari bapaknya, jalur nasabnya, maka dihukumi dengan kufur." 

Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah itu menerangkan, jikalau ada seseorang yang memiliki pandangan tertentu mencoba memutus nasab seseorang yang sudah valid, tercatat, terbukti, dan ternyata nasab itu benar kemudian dia mencoba untuk memutusnya, maka risikonya kufur.

Hal yang sama juga mengancam ketika ada seseorang menisbatkan yang bukan kepada nasabnya. Mereka yang mengaku-ngaku bagian dari nasab yang bukan nasabnya, maka tempatnya di neraka.

Ustadz Adi menegaskan, persoalan ini tidaklah mudah. Karena itu, dia meminta polemik nasab Ba'alawy jangan ditarik ke ranah kalangan masyarakat awam. Polemik itu hendaknya diselesaikan di ranah ilmiah yang memiliki sistematika,  penguji, hakim, hingga bukti-bukti.

"Siapa yang akan bertanggung jawab kalau tiba-tiba ada orang mencaci-maki nasab tertentu, kemudian tidak seperti kenyataannya, dan dia menghukumnya terputus, lalu terkena kemudian dengan ancaman hadits ini? Yang bertanggung jawab siapa? Kan jadi masalah," ujar Ustadz Adi.

UAH pun kembali mengingatkan, Hadits Riwayat Muslim yang berasal dari Abdullah bin Abbas, ketika seseorang menjelang sholat berbangga-bangga dengan nasabnya, dengan kakeknya. Satu mengatakan kakeknya ini, dan yang satu lagi mengatakan kakeknya ini.

"Maka Nabi merespon dalam doa i'tidal itu. Tidak ada yang lebih unggul, kakeknya si fulan atau kakeknya si fulan, ini memberikan kesan bahwa nasab itu pada akhirnya dihadapan Allah keseluruhannya itu akan sirna seluruhnya kecuali amal saleh kita," ujar Ustadz Adi.

Ustadz Adi mengatakan, inilah poin-poin yang barangkali penting menjadi catatan. Dia menegaskan, penghormatan kepada siapapun mesti ada. Menurut dia, janganlah umat Islam mengambil dalil yang paling mulia adalah ketakwaannya dihadapan Allah. Di antara nilai takwa itu adalah menghormati orang lain dan menyambung silaturahim.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan (silaturrahim). Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu. (QS An-Nisa Ayat 1)

"Nah ini kan agak miris, kita mengambil narasi takwa untuk mengatakan yang paling tinggi dihadapan Allah adalah ketakwaannya, tapi saat yang bersamaan juga ada sifat mencelah orang lain, mencela nasab orang lain, ini bukan sesuatu yang proporsional," ujar Ustadz Adi.

Ustadz Adi mengatakan, semua orang punya kekurangan bahkan celah untuk salah. Akan tetapi, ujar dia, ebih baik jika dudukkan itu semua menjadi sebuah energi untuk saling menguatkan dan membangun sulaturrahim. "Alhamdulillah dengan adanya dan Allah izinkan isu nasab ini terangkat, tentu akan punya banyak hikmah,"kata dia.

"Hikmah yang selama ini tidak bisa kita dapatkan. Di antaranya apa? Hubungan sulaturrahim antara habib dengan generasi Walisongo. Masya Allah, dua-duanya adalah generasi mulia, kontribusinya tinggi dalam konteks kehidupan berbangsa, bernegara," jelas Ustadz Adi.

Ustadz Adi mengajak, ini saatnya bersatu. Kemudian membangun tali ukhuwah yang kuat, bersinergi membangun bangsa dalam situasi global yang tidak mudah saat ini. Tantangannya banyak, masyarakat banyak masalah, banyak persoalan. Persoalan lapar dan persoalan moral.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler