UAH Ikut Bersuara Soal Polemik Nasab Ba'alawi: Konfliknya Sudah di Dunia Nyata
UAH menyayangkan polemik tersebut menjadi tidak produktif.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polemik tentang Nasab Ba'alawi sampai saat ini belum juga berhenti. Dua pihak masih saling menyerang melalui media sosial.
Ustadz Adi Hidayat (UAH) menyayangkan polemik yang telah melahirkan berbagai macam hal yang sangat tidak produktif, baik perdebatan yang tidak berujung, konflik di media sosial, dan diskusi yang tidak terarah.
"Bahkan belakangan ini kita mulai juga melihat turunan-turunan konflik di media sosial itu ke dunia nyata, sampai terlahir tindakan-tindakan yang tidak kita harapkan," ujar UAH dikutip dari kanal Youtubenya, Adi Hidayat official, Selasa (10/9/2024).
Karena itu, UAH mengimbau kepada seluruh pihak untuk menghentikan seluruh polemik, diskusi, perdebatan terkait dengan nasab ini. "Karena kita sangat menimbang dampaknya, akibatnya, dan tentu ulama, para kiai, para ustadz sangat memahami tentang tuntunan agama kita bagaimana menghadirkan nilai-nilai keutamaan dalam menjaga kerukunan, islah, menjaga maqayid syariah yang lima aspek itu," ucap dia.
Menurut dia, untuk menyelesaikan satu persoalan ada tempat-tempatnya yang tertentu. Jika ada persoalan yang terkait dengan ranah ilmiah, kata dia, maka ada baiknya kita selesaikan dengan cara-cara yang ilmiah.
"Saya sarankan akan lebih baik bila di sini, seperti MUI menjadi wadah misalnya, wadah yang baik untuk menguji berbagai macam masalah-masalah yang diajukan khususnya terkait dengan polemik nasab ini," kata dia.
Dia mengatakan, tidak bisa disebut sebuah pemikiran yang komprehensif kalau belum diuji. Karena itu, menurut UAH, ada baiknya hal-hal yang dipersoalkan ditengahi oleh para ulama untuk menilai dengan standar-standar keilmuan yang memang pakemnya telah diketahui bersama.
"Bila yang disoal nasab, tentu yang dibahas dengan pendekatan ilmu nasab. Bila disoal masalah yang lain, tentu pendekatannya dengan kodifikasi ilmu-ilmu yang telah ada,"ujar dia.
"Nah, saya kira dengan metodologi seperti itu secara ilmiah itu sangat mudah didudukkan, sangat bisa didiskusikan, sehingga tidak menjadi liar," ucap dia.
UAH menjelaskan, semua pihak bisa membuat acara atau podcast, sehingga benturannya terasa sampai di akar masyarakat. Netizen pun saling berbalas komentar yang tidak menemukan titik temu.
"Dan ini terasa sangat mengganggu. Bila memang yang disoal ini masalah perilaku, masalah etika, tentu kita harus pisahkan. Nasab hal tersendiri, penyimpangan dari perilaku adalah hal tersendiri," ujar UAH.
Menurut UAH, pihak yang dipersoalkan dari kalangan-kalangan tertentu ada baiknya mendata dengan bukti-bukti yang ada, video atau laporan, sehingga menjadi satu perbaikan internal yang sangat disyukuri. Menurut dia, yang tergugat bisa meluruskan berbagai hal yang disampaikan dengan bukti-bukti yang nyata dan menampilkan narasi-narasi yang baik dari sisi internal itu, sehingga memberikan keteduhan.
"Jadi saya kira kita pisahkan antara persoalan-persoalan, soalan-soalan "ilmiah" atau argumentasi tertentu, sehingga bisa menjadi argumen, tidak menjadi sentimen. Ini problem utamanya," ucap UAH.
Kiai Imad tak hadir debat.. Baca halaman selanjutnya..
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Ulum, Banten, yang membatalkan nasab Ba'alawi, KH Imaduddin Utsman tidak hadir dalam acara diskusi bertema "Membedah Tulisan yang Membatalkan Nasab Ba'alawi" yang digelar Rabithah Alawiyah di Jakarta, Sabtu (7/9/2024). Hanya saja, Kiai Imad muncul di sebuah acara podcast sambil memberikan catatan dan jawaban terhadap beberapa narasumber dalam acara tersebut.
"Dalam kesempatan ini singkat saja kita akan memberikan catatan-catatan dari apa yang telah disampaikan oleh para pembicara yang ada di Rabitah Alawiyah," ujar Kiai Imad dikutip dari video yang diunggah Youtube Gus Fuad Channel, Senin (9/9/2024).
Catatan Kiai Imad ini setidaknya ditujukan kepada dua narasumber dalam acara debat tersebut, yaitu kepada Habib Hanif Alatas dan Gus Maimun Nafis. Menurut dia, ada beberapa hal yang dibicarakan oleh Habib Hanif Alatas, diantaranya soal nasab Ba'alawi yang sudah diijma'. "Ijma' itu bisa dikatakan sahih kalau sebelumnya tidak terjadi khilaf. Sedangkan nasab alawi ini jelas sebelumnya terjadi khilaf, maka ijma' itu tidak dapat dibenarkan," ucap Kiai Imad.
Selain itu, dia merespons apa yang disampaikan Habib Hanif Alatas bahwa nasab itu ada metode. Menurut Kiai Imad, menantu Habib Rizieq Shihab itu menyatakan bahwa satu saja metode isbat nasab terpenuhi, maka nasab itu shahih.
Namun, menurut Kiai Imad, seluruh metode isbat nasab tidak bisa untuk mengisbat Baalawi sebagai cucu nabi. Karena, isbat nasab itu adalah birruq'ah dengan adanya kitab. Sedangkan syarat kitab itu adalah tidak boleh berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya.
"Sedangkan apa yang dikatakan oleh kitab-kitab yang mengisbat balawi mulai dari abad 9 sampai hari ini, yang katanya itu berjumlah 180 kitab, semuanya itu berbeda dengan kitab-kitab nasab dari mulai abad ke-4 sampai abad ke-9," kata Kiai Imad.
Semua itu dijelaskan Kiai Imad secara panjang lebar. Hingga akhirnya, dia menyimpulkan bahwa apa yang disampaikan Habib Hanif Alatas dalam debat di Kantor Rabithah Alawiyah tidak satu pun menjawab 12 pertanyaan yang Kiai Imad ungkap dalam tesisnya.
"Mas Hanif Alatas itu tidak satu pun bisa menjawab 12 pertanyaan daripada tesis saya. Dan telah nyata bahwa metode-metode menetapkan nasab tidak bisa mengisbat nasab Ba'alawi," jelas Kiai Imad.