Gempa Sukabumi Akibat Pecahnya Lempeng Indo-Australia dan Sesar Aktif Dasar Laut
BMKG mencatat dua kali gempa terjadi di Sukabumi dengan magnitudo 5,1 dan 4,1.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Fauzi Ridwan, Antara
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan gempa bumi tektonik magnitudo 5,1 terjadi di wilayah Pantai Selatan Sukabumi, Ahad (15/9/2024) sore. Titik gempa berada di wilayah laut pada jarak 94 kilometer arah barat daya Kabupaten Sukabumi pada kedalaman 65 kilometer.
"Hasil analisis BMKG menunjukkan gempa bumi ini memiliki parameter update dengan magnitudo 5,1," kata Kepala BMKG Bandung Teguh Rahayu.
Rahayu mengatakan gempa bumi yang terjadi akibat adanya deformasi batuan dalam lempeng Australia atau intra-slab. Selain itu gempa bumi menunjukkan pergerakan geser naik.
Ia menyebut gempa bumi dirasakan di wilayah Sukabumi hingga ke daerah Cimahi, Lembang, Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. Gempa bumi tidak berpotensi tsunami.
"Masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," kata dia.
Pada Senin (16/9/2024) pagi, gempa kembali menggoyang Sukabumi dan sekitarnya dengan kekuatan magnitudo 4,1. Jika gempa pada Ahad disebabkan oleh aktivitas intra-slab lempeng Indo-Australia, gempa yang terjad Senin pagi akibat sesar aktif dasar laut.
"Kalau kemarin, kedalaman menengah 65 kilometer dan di sekitar selatan Kabupaten Sukabumi. Kalau tadi pagi magnitudo lebih kecil 4,1 dan di lokasi hampir berdekatan dengan kemarin kedalaman lebih dangkal 27 kilometer," kata Koordinator Data dan Informasi BMKG Bandung Virga Librian, Senin.
Virga mengatakan, masyarakat tidak perlu khawatir dengan aktivitas gempa yang terjadi. Aktivitas kegempaan magnitudo 5,1 berskala menengah sehingga dirasakan luas meski energi tidak sampai ke permukaan dan tidak merusak.
Sedangkan magnitudo 4,1 dampaknya tidak terlalu luas. Ia mengimbau masyarakat tidak terpengaruh isu-isu hoaks atau berita bohong. Sekaligus memperkuat mitigasi struktural dan non struktural.
Adapun, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, menilai gempa Sukabumi-Garut kemarin patut diwaspadai karena gempa jenis ini mengakibatkan pergerakan tanah yang lebih kuat dibanding gempa lain dengan magnitudo yang sama. Menurut Daryono, gempa Sukabumi-Garut M 5,1 akibat dari pecahnya Lempeng Australia.
"Patut diwaspadai karena gempa jenis ini memberi groundmotion lebih kuat jika dibanding gempa lain dgn magnitudo yang sama dari sumber lain," kata Daryono.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat melaporkan terdapat dua unit sekolah dan dua rumah warga mengalami kerusakan akibat gempa bumi magnitudo 5,1, Ahad (15/9/2024) sore. Pemantauan dan assesmen oleh petugas masih terus dilakukan.
Pranata Humas Ahli Muda BPBD Jabar Hadi Rahmat mengatakan kerusakan bangunan sekolah dan rumah warga terjadi di beberapa wilayah di Jawa Barat akibat gempa bumi. Seperti diketahui, gempa bumi dirasakan di antaranya di wilayah Bandung Raya.
Ia menyebut satu unit sekolah mengalami rusak ringan di Desa Laksanamekar, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Satu unit rumah rusak ringan di Desa Mekarmukti, Kecamatan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Selain itu, satu unit rumah rusak berat di Desa Bungbulang, Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut. Selain itu, satu unit rumah rusak ringan di Kelurahan Ciumbuleuit, Kota Bandung.
"Dampak masih dalam assesmen dan pemantauan BPBD kota dan kabupaten," ucap dia saat dikonfirmasi, Senin (16/9/2024).
Tidak hanya di Sukabumi, belasan kali gempa tercatat oleh BMKG mengguncang Berau, Kalimantan Timur, sejak Ahad (15/9/2024) dini hari sampai Senin pagi. “Rentetan gempa susulan tersebut berkekuatan 4,2 magnitudo -- terkecil 2,8 magnitudo -- sampai dengan pukul 09.00 WIB,” kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono di Jakarta, Senin.
Menurut Daryono, berdasarkan analisis tim BMKG rentetan gempa tersebut tersebar di beberapa titik yang berlokasi di darat Kalimantan Timur. Titik episenter gempa terbesar berada di darat wilayah Batu Putih, Biduk-Biduk, Berau, yang terdeteksi berkekuatan 5,6 magnitudo pada Minggu pukul 21.08 Wita.
BMKG mendeteksi gempa tersebut terjadi karena aktivitas sesar Mangkalihat di Berau, yang tidak berkaitan dengan zona megathrust dan tidak berpotensi menimbulkan tsunami. Meski demikian, Daryono memastikan kondisi perkembangan akan selalu dalam pemantauan dan perkembangannya akan segera diinformasikan kepada masyarakat menggunakan semua sumber daya informasi BMKG.
“Semoga kondisi tektonik tersebut dapat segera stabil dan aman kembali,” kata dia.
Pihaknya menilai peristiwa gempa tersebut patut menjadi penanda supaya masyarakat Kalimantan Timur tetap waspada dan senantiasa mengikuti arahan dari pemerintah. Pasalnya berdasarkan catatan sejarah Kalimantan Timur pernah diguncang gempa besar mencapai skala intensitas maksimum VII MMI pada 14 Mei 1921.
Gempa tersebut menyebabkan kerusakan di wilayah Sangkulirang dengan kerusakan paling parah terjadi di Pulau Rending atau Teluk Sangkulirang. Banyak rumah yang rusak di Kaliorang dan Sekurau.
Selain itu, dampak gempa juga menyebabkan lubang bor menyemburkan air, terjadi rekahan-rekahan tanah sepanjang 10 meter, lebar 20 centimeter dengan kedalaman 2 meter dan menyemburkan air bercampur pasir dan tanah liat atau likuifaksi.
Wilayah yang diguncang gempa ini mencapai radius 250 kilometer disusul 10 kali guncangan-guncangan kuat yang berulang. Gempa yang dipicu Sesar Sangkulirang (Sangkulirang Fault Zone) tersebut memicu tsunami yang menimbulkan kerusakan parah di Sekurau. Daryono menyebutkan berdasarkan pengakuan saksi mata dalam berbagai sumber literasi kegempaan mencatat saat itu tsunami menggenangi jalan hingga setinggi 1 meter.
Sebelumnya, peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Nuraini Rahma Hanifa memaparkan berbagai potensi maksimal gempa yang bisa terjadi di 15 segmen megathrust yang ada di Indonesia. Ke-15 segmen megathrust itu membentang dari sepanjang pesisir barat Sumatera Selatan, Jawa, selatan Bali, NTT, NTB, utara Sulawesi, hingga utara Papua.
"Memang kalau secara potensinya itu bisa magnitudo-nya (gempa) sampai 9 ya," kata Rahma dalam gelar wicara yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (2/9/2024).
Rahma memaparkan berbagai potensi tersebut terdapat di segmen Aceh-Andaman dengan potensi 9,2 Magnitudo maksimum (Mmax), Nias-Simeulue 8,9 Mmax, Kepulauan Batu 8,2 Mmax, Mentawai-Siberut 8,7 Mmax, Mentawai-Pagai 8,9 Mmax, Enggano 8,8 Mmax, serta Selat Sunda-Banten 8,8 Mmax. Kemudian, Jawa Barat 8,8 Mmax, Jawa Tengah-Timur 8,9 Mmax, Bali 9,0 Mmax, Nusa Tenggara Barat (NTB) 8,9 Mmax, Nusa Tenggara Timur 8,7 Mmax, Sulawesi Utara 8,5 Mmax, Filipina-Maluku 8,2 Mmax, Laut Banda Utara 7,9 Mmax, serta Laut Banda Selatan 7,4 Mmax.
Menurut Rahma, gempa megathrust memiliki ciri khusus yang siklusnya berulang. "Dari 15 segmen megathrust ini, kita punya sejarah 20 tahun yang lalu persis tahun 2004, kita mengalami gempa megathrust di Aceh," ujarnya.
Adapun terkait risiko terbesar, kata Rahma, tidak hanya dipengaruhi dengan skala magnitudo terbesar. Melainkan, juga dipengaruhi dengan seberapa banyak penduduk yang terdapat dalam kawasan di segmen-segmen tersebut.
"Artinya, kalau kita mempertemukan skala gempa megathrust yang besar dengan penduduk yang paling padat, maka risikonya menjadi lebih tinggi di Pulau Jawa ini," ujarnya.