Mengapa Bisa Terjadi Penyanderaan Pilot? Ini Kata Majelis Rakyat Papua
Dia menambahkan Papua bukan tanah kosong tak berpenghuni.
REPUBLIKA.CO.ID, SENTANI — Majelis Rakyat Papua (MRP) mengapresiasi dukungan masyarakat adat Papua wilayah pegunungan atas pembebasan Pilot Susi Air Kapten Philip Mark Mehrtens.
Pilot berkewarganegaraan Selandia Baru tersebut disandera oleh kelompok kriminal bersenjata atau KKB kelompok Egianus Kogoya kurang lebih satu tahun tujuh bulan yakni sejak Februari 2023 hingga September 2024 di Kabupaten Nduga Provinsi Papua Pegunungan
Wakil Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Agama Izak R Hikoyabi di Sentani, Sabtu (21/9/2024), mengatakan pembebasan Kapten Philip merupakan sebuah langkah besar yang dilakukan oleh masyarakat Papua Pegunungan, pemerintah pusat, daerah, TNI-Polri.
"Kami tahu bagaimana upaya keras yang dilakukan pemerintah dan masyarakat adat Papua Pegunungan dalam proses pembebasan pilot asal Selandia Baru tersebut hingga akhirnya dibebaskan," kata dia.
Menurut Hikoyabi, ke depan langkah-langkah konstruktif, konkret yang harus dilakukan baik KKB maupun pemerintah sehingga kejadian seperti ini tidak terulang kembali yakni bagaimana meningkatkan komunikasi yang baik terhadap masyarakat adat khususnya wilayah Pegunungan Papua.
"Untuk pihak-pihak yang mempunyai kepentingan di wilayah terisolir seperti Papua Pegunungan dan Papua Tengah dalam misi pelayanan baik dari luar maupun dalam harus adanya kerja sama yang baik sehingga permasalahan seperti ini tidak terulang," ujarnya.
Dia menjelaskan kerja sama itu sangat penting bagaimana menjaga hubungan baik kepada semua pihak terutama masyarakat adat setempat pemilik hak ulayat, gereja dan pemerintah daerah setempat.
"Pihak dari luar dalam misi penginjilan untuk terlebih dahulu datang dan menggunakan metode pertemuan yang baik dengan tokoh-tokoh lintas agama, adat, gereja dan pemerintah setempat dalam niatan membuka ruang di daerah pedalaman sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang dialami Pilot Philip Mark Mehrtens," katanya.
Dia menambahkan Papua bukan tanah kosong tak berpenghuni tetapi setiap jengkal daerah ini ada tuannya yang perlu dihormati ketika ingin datang berkunjung ke sini.
"Kami yakin dan percaya ketika orang itu datang dalam misi yang baik dengan niat dan tujuan baik didasari rasa menghormati, persaudaraan ditunjukkan melalui komunikasi lintas agama, adat pasti akan diterima baik dan pelayanan apapun itu berjalan lancar," ujarnya.
Dalam menjangkau wilayah yang sulit, kata Hikoyabi, misi pelayanan tertentu tidak hanya penginjilan tetapi sektor lainnya perlu membangun komunikasi dalam satu konteks pemahaman berpikir.
"Hal ini harus dilakukan supaya niatan baik itu menjadi berkat bagi banyak orang di wilayah-wilayah tersebut terutama masyarakat adat," katanya.