Eks Pejabat Kemenkes dan Pengusaha Jadi Tersangka Korupsi APD Covid-19

Audit BPKP menyatakan, kerugian keuangan negara Rp 319 miliar dalam kasus APD.

Republika/Thoudy Badai
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (3/10/2024), menaikan status eks pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19. Penahanan pun dilakukan pascapemeriksaan terhadap Budi sebagai saksi pada hari ini.

Baca Juga


Pada waktu yang sama, KPK juga menjadikan Direktur Utama (Dirut) PT Energi Kita Indonesia Satrio Wibowo sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Kini, Budi Sylvana ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sedangkan Satrio menghuni sel Gedung Merah Putih KPK.

"KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada tersangka BS di Rutan Cabang KPK Gedung ACLC, dan tersangka SW di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih. Terhitung sejak 3 sampai dengan 22 Oktober 2024," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Kamis (3/10/2024).

Adapun satu tersangka lain atas nama Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik belum ditahan KPK. Asep menjelaskan konstruksi kasus itu terjadi pada Maret 2020. Kala itu, Dirut PT Yonsin Jaya Shin Dong Keun mewakili para produsen APD menunjuk PT Permana Putra Mandiri sebagai distributor resmi APD selama dua tahun.

Lalu pada 20 Maret 2020 atau awal pandemi Covid-19, Kemenkes lewat Pusat Krisis Kesehatan membeli APD sebanyak 10 ribu unit dari PT Permana Putra Mandiri dengan harga Rp 379.500 per set. Selanjutnya pada 21 Maret 2020, TNI atas perintah kepala BNPB pada saat itu mengambil APD dari produsen APD milik PT Permana Putra Mandiri di Kawasan Berikat, Jakarta Utara.

APD itu langsung didistribusikan ke 10 provinsi dengan tidak dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung, dan surat pemesanan. Pada 22 Maret 2020, Shin Dong Keun dan Satrio Wibowo menandatangani kontrak kesepakatan sebagai authorized seller APD sebanyak 500 ribu set dengan nilai tergantung nilai tukar dolar AS ketika pemesanan terjadi.

Berikutnya, PT Permana Putra Mandiri dan PT Energi Kita Mandiri menandatangani kontrak kerja sama distribusi APD. Dalam kontrak itu tertuang  margin 18,5 persen diberikan kepada PT Permana Putra Mandiri.

Mantan sestama BNPB sekaligus kuasa pengguna anggaran BNPB saat itu Harmensyah bernegosiasi dengan Satrio Wibowo supaya harga APD diturunkan dari 60 dolar AS atau sekitar Rp 900 ribu menjadi 50 dolar AS. Penawaran itu tak mengacu pada harga APD dengan merek yang sama yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya sebesar Rp 370 ribu per set.

Dalam rapat tersebut, turut disimpulkan PT Permana Putra Mandiri bakal menagih pembayaran atas 170 ribu set APD yang didistribusikan TNI dengan harga 50 dolar AS per set atau sekitar Rp 700 ribu menggunakan kurs saat itu. Pada 25 Maret 2020, PT Energi Kita Indonesia dan PT Yonsin Jaya memesan 500 ribu set APD dengan menyerahkan giro Rp 113 miliar bertanggal 30 Maret 2020.

Dokumen kepabeanan dan dokumen lain sengaja memakai data PT Permana Putra Mandiri lantaran PT Energi Kita Indonesia tak mengantongi izin penyaluran alat kesehatan. Pun perusahaan itu tidak mempunyai gudang, dan Non-PKP.

Berikutnya pada 27 Maret 2020, Satrio menghubungi kepala BNPB pada saat itu untuk segera dilakukan pembayaran terhadap 170 ribu APD yang diambil TNI. "Meminta diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea," ujar Asep.

Atas permintaan tersebut, pembayaran pertama sebesar Rp 10 miliar dilakukan pada 27 Maret 2020 dari bendahara BNPB kepada rekening BNI PT PPM. Padahal, saat itu belum ada kontrak atau surat pesanan. Pembayaran kedua senilai Rp 109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kemenkes kepada rekening BNI PT PPM.

Adapun, Budi Sylvana baru ditunjuk sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk pengadaan APD di Kemenkes pada 28 Maret 2020. "Sedangkan surat keputusan penunjukan tersebut dibuat backdate tertanggal 27 Maret 2020," ujar Asep.

Pada rapat itu juga diterbitkan surat pemesanan APD dari Kemenkes kepada PT Permana Putra Mandiri sejumlah lima juta set dengan harga satuan 48,4 dolar AS yang ditandatangani Satrio Wibowo. Dalam surat itu tak ada spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak secara terperinci.

Bahkan, surat pemesanan itu ditujukan kepada PT Permana Putra Mandiri, namun PT Energi Kita Indonesia turut menandatangani surat tersebut. Kemudian, pada 15 April 2020, Kemenkes memberikan surat pemberitahuan kepada PT Permana Putra Mandiri yang menyebut PT Permana Putra Mandiri sudah mengirimkan 790 ribu set APD dari total juga set APD yang sudah dipesan hingga 15 April 2020.

Negoisasi harga...

 

Pada 7 Mei 2020 dilakukan negosiasi ulang harga dengan harga yang disepakati bervariasi. Untuk 503.500 set APD yang dikirim 27 April 2020 hingga 7 Mei 2020 disepakati harga Rp 366.850. Selanjutnya, barang yang dikirim setelah 7 Mei 2020 dengan harga Rp 294.000.

Menurut Asep, Kemenkes totalnya menerima 3.140.200 set APD hingga 18 Mei 2020. "Atas pengadaan tersebut, audit BPKP menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319 miliar," ujar Asep.

Dalam kasus itu, ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler