Di Ambang Krisis, Financial Planner Ingatkan Kelas Menengah tentang Kesadaran Keuangan

Kesadaran finansial di kalangan kelas menengah masih rendah.

Republika/Prayogi
Sejumlah karyawan perkantoran mengenakan batik saat berjalan di kawasan Pedestrian Sudirman, Jakarta, Rabu (2/10/2024). Pengamat menilai kesadaran finansial di kalangan kelas menengah masih rendah.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelas menengah di Indonesia kini menghadapi tantangan yang serius akibat tekanan ekonomi yang semakin berat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), hampir 50 persen penduduk kelas menengah mengalami penurunan taraf hidup sejak pandemi. Fenomena ini menggambarkan bahwa banyak orang terjebak dalam siklus utang dan kesulitan finansial, yang berakar dari pola pikir yang salah.

Baca Juga


Riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mengungkap jumlah warga kelas menengah turun lebih dari 8,5 juta jiwa sejak 2018 hingga 2023. Padahal sejak 2014 hingga 2018, jumlah penduduk kelas menengah bertambah hingga lebih dari 21 juta jiwa atau meningkat dari 39 juta jiwa menjadi 60 juta jiwa. Pada periode ini, proporsi kelas menengah meningkat dari 15,6 persen menjadi 23 persen.

Lebih jauh, hasil riset LPEM FEB UI menunjukkan bahwa kesadaran finansial di kalangan kelas menengah masih rendah. Banyak yang terjebak dalam perilaku konsumtif, sering kali dipicu oleh gaya hidup dan FOMO (fear of missing out). Hal ini membuat mereka lebih cenderung mengambil pinjaman online atau menggunakan kartu kredit tanpa perencanaan yang matang, yang pada akhirnya membebani keuangan mereka.

BPS juga mencatat bahwa proporsi keluarga kelas menengah yang mengeluarkan lebih dari 70 persen pendapatan untuk kebutuhan pokok semakin meningkat. Ini menjadi tanda bahwa banyak yang kesulitan menabung atau berinvestasi untuk masa depan.  

Menanggapi fenomena ini, Certified Financial Planner (CFP) Rista Zwestika mengtakan, seringkali ada kesalahan mindset yang muncul ketika individu merasa bahwa kondisi keuangan mereka tidak memadai untuk mencapai tujuan tertentu. Rasa putus asa ini mendorong mereka untuk menyerah sejak awal dan mengalihkan uang untuk memenuhi kebutuhan yang lebih bersifat konsumtif, sering kali berdasarkan FOMO.

"Banyak yang terjebak dalam siklus pengeluaran yang tidak perlu, mengabaikan pentingnya perencanaan keuangan," kata Rista kepada Republika dikutip Selasa (8/10/2024).

Tak hanya itu, demi memenuhi keinginan gaya hidup, banyak individu beralih ke pinjaman online yang menawarkan kemudahan akses. Sayangnya, pilihan ini sering kali berisiko.

"Kartu kredit yang seharusnya bisa menjadi alat kontrol pengeluaran justru sering diabaikan. Banyak yang tidak menyadari bahwa kartu kredit menawarkan batasan yang lebih baik dibandingkan paylater yang tidak memiliki kontrol," tambah Rista.

Tanpa ada pengendalian, utang....

Akhirnya, tanpa adanya pengendalian yang tepat, utang pun menumpuk, dan bunga menjadi semakin membengkak. "Banyak yang bingung harus mulai dari mana untuk melunasi utang, sementara biaya hidup tetap harus dipenuhi. Dalam kondisi ini, tabungan yang sedikit terpaksa dikuras untuk menutupi pinjaman, atau bahkan harus mengambil pinjaman baru untuk melunasi utang lama," ungkap Rista.

Lebih parahnya lagi, banyak individu merasa nyaman selama mereka masih bisa membayar cicilan. "Rasa aman ini justru membuat kondisi keuangan semakin berantakan. Mereka terjebak dalam zona nyaman utang, tanpa menyadari bahwa situasi ini tidak akan berubah tanpa perubahan mindset," jelasnya.

"Sampai kapan kita akan terus bertahan dalam kondisi seperti ini? Penting untuk mulai menyadari pikiran dan kebiasaan kita agar tidak terjebak dalam masalah keuangan yang lebih besar. Jika belum bisa naik kelas, setidaknya jangan biarkan diri kita lengah dan terpuruk," tegas Rista

Ia kembali menekankan, dengan meningkatkan kesadaran finansial dan merencanakan keuangan secara bijak, kelas menengah di Indonesia memiliki peluang untuk bertahan dan menghindari penurunan kelas lebih jauh. Ini adalah langkah krusial untuk masa depan keuangan yang lebih baik.

Lebih lanjut Rista juga menjelaskan, perihal empat langkah bijak mengelola kartu kredit. Pertama, menghindari anggapan kartu kredit sebagai uang tambahan. Kartu kredit sebaiknya digunakan hanya untuk situasi darurat. 

“Pastikan bahwa setiap pengeluaran dapat dipertanggungjawabkan dan tidak berujung pada penambahan beban di masa depan,” kata Rista.

Selanjutnya adalah melatih mindful spending. Ada baiknya, sebelum melakukan melakukan transaksi, tanyakan pada diri sendiri: Apakah ini benar-benar diperlukan?

“Jangan terburu-buru menggunakan kredit hanya karena bisa dicicil. Sebaiknya, siapkan dana darurat sebagai prioritas,” tutur Rista.

Langkah ketiga adalah selalu siapkan dana darurat. Ia menekankan, kartu kredit tidak boleh menjadi pengganti dana darurat. Rista merekomendasikan untuk menabung dan memiliki dana darurat minimal 3-6 bulan pengeluaran agar tidak tergantung pada kartu kredit saat situasi darurat muncul.

“Langkah terakhir, pastikan cicilan kartu kredit tidak lebih dari 30 persen dari penghasilan bulanan. Jika tidak, Anda bisa terjebak dalam masalah finansial yang lebih besar,” tegas Rista.

Kartu kredit bisa menjadi....

 

Dengan pemahaman yang baik dan strategi yang tepat, kartu kredit bisa menjadi alat yang berguna untuk mengelola keuangan, meskipun dalam situasi darurat. “Mindful spending dan perencanaan yang baik dapat membantu Anda menjaga keamanan finansial,” tegas Rista.

Hal terpenting lainnnya adalah mempersiapkan dana pensiun. Terdapat lima langkah konkret yang dapat diterapkan untuk mempersiapkan masa depan finansial yang lebih baik.

Pertama, menghitung kebutuhan pensiun dan tentukan mimpi pensiunmu. Hal penting yang perlu dibuat adalah dengan membuat estimasi biaya hidup bulanan yang diperlukan. 

“Cari tahu angka kasar yang kamu butuhkan saat pensiun, lalu tambahkan inflasi 3-5 persen per tahun agar tidak kaget ketika saatnya tiba," saran Rista.

Langkah kedua adalah mereview gaji dan pengeluaran bulanan. Penting sekali mengevaluasi ke mana saja gaji kamu selama ini. Pastikan juga untuk menyisihkan minimal 10-20 persen dari pendapatan untuk tabungan atau investasi pensiun. 

"Bukan hanya saving, tetapi juga investing," tegasnya.

Selanjutnya adalah dengan memalsimalkan manfaat dari tempat kerja. Ia mengingatkan agar jangan pernah abai dengan fasilitas pensiun atau asuransi yang ditawarkan perusahaan.

 "Ambil keuntungan maksimal dari program-program ini, karena dapat membantu mengurangi beban di masa depan,” ujarnya.

Langkah keempat adalah segera mulai investasi. Karena, uang yang hanya ditabung akan tergerus inflasi. Rista menyarankan untuk mempelajari instrumen investasi seperti saham, reksa dana, atau obligasi. 

“Ingat, investasi itu maraton, bukan sprint," tegasnya.

Terakhir, selalu sesuaikan stategi secara berkala. Karena, rencana keuangan tidaklah statis. Setiap perubahan dalam karier, seperti kenaikan gaji atau perubahan posisi, memerlukan evaluasi ulang strategi keuangan. 

"Ini penting untuk memastikan bahwa kamu tetap berada di jalur yang benar. Jangan tunggu besok untuk memulai. Semakin cepat kamu memulai, semakin siap kamu untuk masa depan," tegas Rista.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler