Biden Sebut Netanyahu ‘Pembohong Keparat’

Washington kian frustasi dengan liarnya Israel.

AP Photo/Evan Vucci
Presiden Joe Biden disambut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Bandara Internasional Ben Gurion, Tel Aviv, Rabu, 18 Oktober 2023.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Sebuah buku yang akan diterbitkan jurnalis AS Bob Woodward mengungkapkan kemarahan Presiden AS Joe Biden terhadap PM Israel Benjamin Netanyahu terkait aksinya brutalnya di regional. Joe Biden disebut sampai mengeluarkan kata-kata-kata makian untuk Netanyahu.

Baca Juga


Buku berjudul “War” yang akan segera terbit itu merekam Presiden AS Joe Biden menyebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai “f**king liar” atau “pembohong keparat”  setelah pasukan IDF masuk ke Rafah pada Mei 2024 lalu. AS berulang kali memeringatkan Israel agar tak menyerang wilayah padat penduduk tersebut.

Bidan juga disebut meneriaki netanyahu setelah serangan Angkatan Udara Israel menewaskan seorang komandan tinggi Hizbullah. Rekaman kejadian itu menyoroti hubungan antara kedua pemimpin yang semakin tegang selama musim semi tahun 2024, menurut CNN, yang mendapatkan salinan awal buku tersebut.

Woodward terkenal sebagai bagian dari tim investigasi yang mengungkap skandal “Watergate” pada tahun 1972 yang akhirnya menyebabkan pengunduran diri Presiden AS Richard Nixon. 

Berdasarkan kutipan tersebut, selama panggilan telepon pada April lalu, Biden bertanya kepada Netanyahu: “Apa strategi Anda, kawan?”

Netanyahu mengatakan Israel harus masuk ke Rafah, kota perbatasan Gaza-Mesir yang menurut IDF telah menjadi benteng terakhir Hamas di Gaza. “Bibi, kamu tidak punya strategi,” jawab Biden, menurut Woodward, yang juga menulis bahwa presiden AS mengatakan Netanyahu “tidak peduli” tentang Hamas dan “hanya peduli tentang dirinya sendiri.”

Pada bulan Mei, pasukan Israel memasuki Rafah dalam operasi terbatas yang berjalan lebih besar dari perkiraan AS, setelah berbulan-bulan Gedung Putih memperingatkan terhadap tindakan tersebut.


Hubungan antara Biden dan Netanyahu sangat tegang selama masa jabatan mereka. Meskipun keduanya sudah saling kenal selama beberapa dekade, Gedung Putih sangat mengkritik perdana menteri yang membentuk koalisi dengan tokoh-tokoh sayap kanan yang menghasut pada akhir tahun 2022, dan menyatakan keprihatinan yang mendalam terhadap rencana perombakan peradilan pemerintah pada tahun 2023.

Biden menjadi presiden AS pertama dalam sejarah yang mengunjungi Israel pada masa perang, mendarat di Tel Aviv pada 18 Oktober 2023, dan menyatakan solidaritas mendalam terhadap negara dan rakyatnya. Namun selama setahun terakhir, kedua pemimpin tersebut secara terbuka dan pribadi berselisih mengenai cara Netanyahu menangani perang dan negosiasi penyanderaan yang sedang berlangsung.

Setelah Israel memasuki Rafah, Biden berkata tentang Netanyahu: “Dia pembohong.” “Bajingan itu, Bibi Netanyahu, dia orang jahat,” kata Biden secara pribadi, menurut Woodward. “Dia orang jahat!”

Media politik AS, Politico adalah yang pertama yang melaporkan bahwa Biden telah menggunakan frasa ini untuk berbicara tentang Netanyahu pada Februari, namun Gedung Putih dengan cepat mengeluarkan bantahan.

Pada April, Israel membunuh dua jenderal Garda Revolusi di konsulat Iran di Damaskus, Suriah. Setelah AS dan sekutu lainnya membantu Israel mencegat sebagian besar rudal yang ditembakkan Iran sebagai tanggapan, Biden mendesak Netanyahu untuk “mengambil kemenangan” dan menahan diri untuk tidak merespons.

Warga Palestina memegang foto para tahanan yang dipenjara di Israel dan poster yang menggambarkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden AS Joe Biden, dalam rapat umum memperingati hari tahanan tahunan di kota Nablus, Tepi Barat, Rabu, 17 April 2024. - (AP Photo/Majdi Mohammed)

Menurut buku Woodward, Biden menilai respons terbatas Israel terhadap serangan Iran adalah sebuah keberhasilan. “Saya tahu dia akan melakukan sesuatu, tetapi cara saya membatasinya adalah dengan mengatakan kepadanya untuk ‘tidak melakukan apa pun’,” kata Biden kepada para penasihatnya.

Pada Juli, Israel membunuh Fuad Shukr, komandan militer utama Hizbullah, dalam serangan udara di Beirut. “Bibi, apa-apaan ini?” teriak Biden dalam percakapan mereka berikutnya, menurut buku tersebut. “Anda tahu persepsi Israel di seluruh dunia semakin meningkat bahwa Anda adalah negara liar, aktor liar.”

Woodward juga menulis tentang pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman tentang normalisasi hubungan dengan Israel.

Blinken bertanya apakah Saudi bersikeras bahwa kemerdekaan Palestina sebagai harga normalisasi. “Apakah aku menginginkannya?” tanya bin Salman. “Itu tidak terlalu penting. Apakah saya membutuhkannya (kemerdekaan Palestina)? Sangat."

Dana raksasa AS untuk genosida Israel...

Terlepas dari makian di balik layar, AS secara terbuka membantu Israel sepanjang setahun agresi ke Jalur Gaza. Amerika Serikat terhitung mengeluarkan dana terbesar dalam sejarah untuk mendukung militer Israel melancarkan genosida di Gaza. Tak hanya untuk serangan di Gaza, AS juga menggelontorkan dana besar mengadang perlawanan terhadap Israel di Yaman dan Suriah.

Menurut laporan yang dilansir Associated Press, AS sejauh ini telah mengeluarkan dana sebesar 17,9 miliar dolar AS untuk bantuan militer kepada Israel sejak perang di Gaza dimulai dan menyebabkan meningkatnya konflik di Timur Tengah. Hal ini menurut laporan proyek Biaya Perang Universitas Brown dirilis pada peringatan 7 Oktober.

Angka tersebut sekitar dua kali lipat anggaran pertahanan Indonesia. Pada 2023 misalnya, anggaran pertahanan Indonesia berada pada angka Rp 144 triliun atau sekitar 8,8 miliar dolar AS.

Tambahan 4,86 miliar dolar AS dikucurkan untuk meningkatkan operasi militer AS di regional tersebut sejak serangan 7 Oktober 2023, demikian ungkap para peneliti dalam temuan yang pertama kali diberikan kepada the Associated Press. Hal ini termasuk biaya perang yang dipimpin Angkatan Laut AS untuk meredam serangan terhadap kapal komersial oleh kelompok Houthi Yaman, yang melakukan serangan tersebut sebagai bentuk solidaritas dengan kelompok Hamas yang didukung Iran.

Laporan tersebut – yang diselesaikan sebelum Israel membuka front kedua melawan Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon pada akhir September – adalah salah satu penghitungan pertama perkiraan biaya yang harus dikeluarkan AS ketika pemerintahan Biden mendukung Israel dalam konflik di Gaza dan Lebanon dan berupaya untuk membendung permusuhan oleh kelompok bersenjata sekutu Iran di wilayah tersebut.

Bagaimana AS TErlibat Genosida di Gaza? - (Republika)

Dalam konflik terkini, lebih dari 1.200 orang tewas di Israel pada tahun lalu saat para pejuang Palestina menyerang  Israel. Serangan balasan Israel telah menewaskan hampir 42.000 orang di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut. Setidaknya 1.400 orang di Lebanon, termasuk pejuang Hizbullah dan warga sipil, telah terbunuh sejak Israel memperluas serangannya di negara tersebut pada akhir September.

Biaya finansial AS dihitung oleh Linda J Bilmes, seorang profesor di Sekolah Pemerintahan John F Kennedy di Harvard, yang telah memperkirakan seluruh biaya perang AS sejak serangan 11 September 2001, dan rekan peneliti William D Hartung serta Stephen Semler.

Israel – anak emas Amerika Serikat sejak pendiriannya pada 1948 – adalah penerima bantuan militer AS terbesar dalam sejarah, menerima 251,2 miliar dolar AS yang disesuaikan dengan inflasi sejak tahun 1959, kata laporan itu.

Rencanakan serangan ke Iran...

Belakangan, Presiden AS Joe Biden diperkirakan akan melakukan panggilan telepon dengan Benjamin Netanyahu pada Rabu untuk membahas rencana Israel membalas Iran atas serangan rudal balistik pada tanggal 1 Oktober, kata para pejabat yang mengetahui masalah tersebut. Hal ini di tengah laporan meningkatnya rasa frustrasi di Washington terhadap Yerusalem. keengganan untuk berbagi rincian niatnya.

AS, bersama dengan Timur Tengah, sudah gelisah menunggu tanggapan Israel terhadap sekitar 200 rudal balistik yang diluncurkan oleh Teheran pekan lalu, dan telah berusaha untuk mencegah Israel memberikan tanggapan yang dianggap tidak proporsional.

Wall Street Journal melaporkan pada Rabu, meskipun ada upaya untuk memainkan peran dalam meredam pendekatan Israel, termasuk dengan mendesaknya untuk menghindari serangan terhadap fasilitas minyak atau situs nuklir, Amerika masih kebingungan sebab Yerusalem menolak untuk berbagi rincian rencana mereka dengan sekutunya, Israel. 

Hal ini menambah frustrasi yang semakin besar di Washington, kata para pejabat AS yang mengetahui masalah ini. Pihak AS mendapati diri mereka dibutakan oleh tindakan yang diambil Israel terhadap kelompok Hizbullah dalam beberapa pekan terakhir, termasuk pembunuhan pemimpinnya, Hassan Nasrallah.

Kurangnya komunikasi menyebabkan perdebatan sengit antara Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant ketika Gallant menelepon mitranya pada tanggal 27 September untuk memberitahukan kepadanya tentang serangan terhadap Nasrallah setelah kejadian tersebut.


“Maaf, apa yang kamu bilang?” Austin dilaporkan bertanya kepada Gallant. Dalam panggilan telepon kedua pada hari yang sama, Austin bertanya kepada rekannya dari Israel apakah Yerusalem siap mempertahankan diri, karena AS tidak punya waktu untuk mengerahkan pasukannya untuk menangkis pembalasan apa pun, kata laporan itu.

Terlepas dari peringatan Austin, AS mampu membantu Israel beberapa hari kemudian, pada tanggal 1 Oktober, dengan mencegat sekitar selusin rudal Iran dan menyebut serangan Teheran sebagai “kalah dan tidak efektif.”

Namun, Israel masih tetap bungkam, dan AS menolak untuk mengkonfirmasi apakah mereka telah menerima jaminan bahwa mereka akan diberitahu sebelumnya ketika Yerusalem melakukan pembalasan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler