Spanyol Tegas, Sebut Serangan Israel di Lebanon adalah Penjajahan

Spanyol mengajak masyarakat Internasional bertindak

AP Photo/Mohammed Zaatari
Orang-orang dengan menggunakan kendaraan terjebak kemacetan ketika hendak melarikan diri dari dari serangan usara Israel di jalan raya penghubung kota Beirut, di selatan kota pelabuhan Sidon, Lebanon, Selasa (24/9/2024).
Rep: Fuji E Permana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, MADRID – Perdana Menteri (PM) Spanyol Pedro Sanchez menggambarkan serangan militer Israel di Lebanon sebagai "invasi" pada Rabu (9/10/2024), dengan mengatakan bahwa masyarakat internasional harus bertindak.

Baca Juga


"Jelas bahwa telah terjadi invasi oleh negara ketiga terhadap negara berdaulat seperti Lebanon, dan oleh karena itu masyarakat internasional tidak dapat tetap acuh tak acuh," kata Perdana Menteri Sosialis itu kepada parlemen, dikutip dari laman The New Arab, Kamis (10/10/2024).

"Kami mengecam (situasi ini) di Ukraina, kami juga mengecamnya di Gaza dan sekarang kami juga mengecam invasi di Lebanon," ujar PM Spanyol.

Militer Israel sekarang berfokus pada perangnya di Lebanon sambil melanjutkan perangnya di Jalur Gaza, Palestina.

Israel melancarkan serangan darat ke Lebanon selatan pada 30 September 2024, di mana sekitar 10 ribu pasukan penjaga perdamaian dikerahkan di bawah komando seorang jenderal Spanyol.

Dikatakan bahwa tujuannya adalah untuk menjauhkan Hizbullah dari daerah perbatasan tempat kelompok itu bercokol dan menghentikannya menembakkan roket ke Israel utara. Sehingga sekitar 60 ribu penduduknya yang mengungsi dapat kembali ke wilayah tersebut.

Menurut angka resmi Lebanon, lebih dari 2.000 orang telah wafat di Lebanon sejak 8 Oktober, termasuk lebih dari seribu orang sejak dimulainya serangan Israel di selatan dan timur wilayahnya, serta di pinggiran selatan Beirut, pada 23 September.

Sanchez adalah salah satu kritikus paling vokal di antara para pemimpin Uni Eropa atas perang Israel di Gaza, Palestina.

Sanchez telah membuat marah Israel dengan mengatakan bahwa ia memiliki "keraguan serius bahwa Israel mematuhi hukum humaniter internasional" di Gaza, dan di bawah pengawasannya, Madrid pada bulan Mei mengakui negara Palestina.

Sanchez juga menyatakan penyesalannya atas "kurangnya kesepakatan di dalam Uni Eropa" tentang situasi di Timur Tengah.

"Saya menyesalkan hal ini karena saya percaya bahwa dalam isu-isu ini, kita seharusnya konsisten bukan pada posisi kita, tetapi konsisten pada pembelaan hukum internasional dan hukum humaniter internasional," kata Sanchez.

Pemerintah Amerika Serikat pada Rabu menolak tegas ancaman Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa Lebanon akan mengalami "kehancuran dan penderitaan seperti di Gaza" jika rakyat Lebanon tidak mengusir Hizbullah.

"Kami tidak dapat dan tidak akan membiarkan Lebanon berubah menjadi Gaza yang lain. Itu bukan yang kami inginkan," kata juru bicara Karine Jean-Pierre kepada wartawan.


BACA JUGA: Terungkap, Keyakinan Agama di Balik Aksi Brutal Israel di Gaza dan Lebanon Bocor di Media

"Kesengsaraan di Gaza dan Lebanon semakin mendesak, seperti yang telah kami sampaikan, dalam upaya kami untuk mengakhiri konflik dan membangun landasan bagi perdamaian serta keamanan yang berkelanjutan di wilayah tersebut." demikian lanjutnya.

Jean-Pierre mengatakan penderitaan di Lebanon "dapat dihindari jika Hizbullah menghentikan serangan roketnya ke Israel."

 

Sebelumnya pada Selasa, Netanyahu mengunggah video berbahas Inggris di X yang mendorong warga Lebanon untuk "membebaskan diri mereka dari Hizbullah" atau memasuki "jurang perang panjang yang akan menyebabkan kehancuran dan penderitaan seperti di Gaza."

Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat tidak menjawab langsung pertanyaan terkait apakah ancaman tersebut termasuk terorisme.

Israel mulai melancarkan serangan udara besar-besaran di Lebanon dengan alasan menargetkan Hizbullah sejak 23 September, menewaskan lebih dari 1.323 orang dan melukai hampir 3.700 orang. Israel memulai invasi darat ke negara kecil di Mediterania itu minggu lalu.

Serangan udara tersebut merupakan eskalasi dari perang lintas perbatasan selama setahun antara Israel dan Hizbullah sejak dimulainya serangan brutal Tel Aviv di Jalur Gaza.

Meskipun ada peringatan internasional bahwa kawasan Timur Tengah berada di ambang perang regional di tengah serangan gencar Israel terhadap Gaza dan Lebanon, Tel Aviv memperluas konflik dengan meluncurkan invasi darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober.

Sementara Hizbullah sendiri telah membalas dengan meningkatkan serangan roket secara dramatis terhadap Israel, meluncurkan hampir 200 serangan pada Selasa saja, beberapa di antaranya mengenai target di kota pelabuhan Israel, Haifa. Setidaknya dua warga Israel tewas akibat tembakan roket Hizbullah pada Rabu.


BACA JGA: Sadis, Jasad Puluhan Ribu Syuhada Menguap Jadi Pertikel tak Kasat Mata Akibat Bom Israel

Naim Qassem, orang nomor dua Hizbullah, mengatakan pada Selasa bahwa kemampuan militer kelompok itu "utuh" meskipun Israel melakukan operasi udara besar-besaran, yang telah menewaskan sejumlah pejabat terkemuka, termasuk Sekretaris Jenderal Hassan Nasrallah yang dibunuh di Beirut bulan lalu.

"Kelompok itu terorganisasi dengan ketat. Kami telah mengatasi pukulan-pukulan menyakitkan, dan alternatif-alternatif telah diamankan di semua lokasi tanpa kecuali," tambahnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler