Cerita Mencekam Naomi Bertahan Hidup Setelah 2 Hari Tersesat di Gunung Slamet

Selama di gunung, ponsel Naomi mati.

Antara
Gunung Slamet
Rep: Kamran Dikarma Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wajah Naomi Daviola Setyani (17 tahun) masih tampak lelah ketika awak media bertamu ke rumahnya di daerah Genuk, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), pada Rabu (9/10/2024) siang. Sehari sebelumnya, Naomi baru saja ditemukan setelah hilang selama dua hari saat mendaki Gunung Slamet.

Meski wajahnya masih terlihat lelah, Naomi bersedia menceritakan pengalamannya bertahan di Gunung Slamet selama hilang dua hari. Naomi mengungkapkan, awalnya dia memperoleh informasi tentang pendakian bersama ke Gunung Slamet dari platform TikTok. Dia pun tertarik ikut dengan membayar Rp70 ribu.

Naomi mengatakan, sebelum memutuskan ikut pendakian ke Gunung Slamet, dia sudah mempunyai pengalaman mendaki, yakni ke Gunung Ungaran dan Andong. Sejak dua pekan sebelum waktu pendakian ke Gunung Slamet, Naomi rutin melakukan latihan fisik seperti lari.

"Emang saya Fomo (fear of missing out). Tapi saya bukan Fomo yang kayak naik-naik atau turun gitu saja. Saya harus pastikan fisik saya kuat. Yang kedua, bawaan saya tuh harus sesuai sama medan yang saya lalui," kata Naomi.

Naomi juga mengaku orang tuanya sudah memberinya izin untuk mengikuti kegiatan pendakian bersama Gunung Slamet. Waktu pendakian Naomi adalah Sabtu, 5 Oktober 2024. Dia berangkat pada Sabtu sore sekitar pukul 15.00 WIB dari Semarang ke Pos Bambangan di Purbalingga. Naomi pergi sendiri mengendarai sepeda motor.

Dia tiba di Pos Bambangan sekitar pukul 21.00 WIB. Berbeda dengan informasi yang sempat beredar, menurut Naomi, peserta pendakian bersama itu berjumlah lebih dari 40 orang. Mereka dibagi ke dalam empat kelompok. Naomi masuk ke kelompok tiga yang berjumlah tujuh orang.

Pada Sabtu pukul 23.45 WIB, Naomi dan kelompoknya memulai pendakian. Sementara ketua atau penanggung jawab kegiatan pendakian bersama, mendaki bersama kelompok terakhir atau kelompok empat.

Naomi mengungkapkan, dia dan kelompoknya tiba di puncak Gunung Slamet pada Ahad, 6 Oktober 2024, sekitar pukul 12:00 WIB. "Kita bener-bener banyak istirahatnya," ujar siswi SMKN 3 Kota Semarang tersebut.

Naomi mengatakan, dia sampai ke puncak bersama tiga anggota kelompoknya. Sementara tiga orang lainnya sudah terlebih dulu tiba di puncak, lalu turun. Setelah sempat menikmati suasana puncak, Naomi dan tiga orang lainnya akhirnya memutuskan turun.

Naomi mengungkapkan, dalam perjalanan turun, dia mencoba mengikuti seoarang lelaki berambut pirang yang berjalan lebih dulu. "Saya pikir saya bisa nyusul mas-mas yang berambut pirang ini. Tapi ternyata saya enggak kuat. Akhirnya saya milih berhenti di tengah-tengah," ucapnya.

Pada momen itu, Naomi masih sempat melihat dua orang anggota kelompoknya, seorang lelaki dan perempuan, yang berjalan di belakangnya. Namun ketika menengok lagi, kedua orang anggota kelompok Naomi sudah tak tampak lagi.

Pada momen tersebut kepanikan segera menyerang Naomi. "Saya teriak-teriak minta tolong," kata Naomi.


Bukannya istirahat, Naomi memutuskan untuk terus berjalan...

Alih-alih menunggu di tempatnya istirahat, Naomi sempat memutuskan untuk melanjutkan perjalanan turun. "Tapi ternyata enggak bisa karena depan saya tuh bener-bener penuh hutan. Saya bingung harus gimana, harus lewat mana, bener-bener takut sendirian," ucapnya.

Setelah sempat mencoba-coba mencari jalur pendakian, Naomi akhirnya memutuskan berhenti di satu titik yang tidak diketahuinya secara pasti. Saat menjelang petang, hujan pun turun. "Karena sudah mulai hujan, saya pakai jas hujan dan istirahat tidur sampai malam," ujar Naomi.

Naomi tidur dengan posisi duduk di atas batu dan kepala bersandar menunduk ke depan di atas trekking pole. Meski rasa takut dan cemas menguasainya, Naomi berhasil melewati malam.

Dia mengaku tak makan malam itu karena khawatir perbekalannya tidak cukup untuk situasi yang masih serba tidak pasti. Sisa perbekalan Naomi adalah enam potong roti sobek dan air mineral sekitar 1,5 liter. "Sehari makan satu potong karena kan saya enggak tahu berapa lama di sana," ucapnya.

Pada Senin, 7 Oktober 2024, sekitar pukul 06:30 WIB, Naomi terbangun. Dia menceritakan sempat berusaha mengikuti burung yang dilihatnya. "Saya ngikutin dia. Kalau dia naik, saya naik. Kalau dia turun, saya turun," katanya.

Namun Naomi tetap tak bisa menemukan tanda-tanda yang bisa menyelamatkannya dari ketersesatannya. Kendati demikian, Naomi menemukan sumber mata air. Dia sempat mengambil air di sumber mata air tersebut dengan botol air kemasannya. Selama di gunung, ponsel Naomi mati. Dia pun tak membawa powerbank untuk mengaktifkan kembali ponselnya.

Pada Senin sore sekitar pukul 16:00 WIB, hujan deras mengguyur. Naomi kemudian kembali mencari tempat berteduh di bawah pohon rindang. Naomi pun kembali tidur dengan posisi duduk. Sekitar pukul 20:00 WIB, hujan sudah mulai reda dan Naomi terbangun. Pada momen itu, Naomi seperti melihat cahaya yang bersumber dari senter.

Namun Naomi tak yakin apakah itu betul cahaya senter atau bukan. Karena takut, Naomi memutuskan untuk kembali tidur dan terbangun pukul 06:00 WIB pada Selasa, 8 Oktober 2024. Naomi memakan sepotong rotinya dan minum dari botol air kemasannya.

Seperti hari sebelumnya, Naomi terdorong untuk mengikuti arah burung yang dilihatnya. "Jam 9 atau sekitar setengah 10, saya dengar suara orang teriak-teriak, 'Mbak Vo kamu di mana? Kamu di mana?'. Saya bilang saya di sini," kata Naomi.

Setelah mendengar suara orang memanggilnya, perasaan Naomi tercampur aduk. "Pas saya ketemu bapaknya (anggota tim penyelamat) pertama kali, saya langsung peluk bapaknya karena benar-benar takut. Bapaknya nangis lihat saya. Terus habis itu kita cerita-cerita," ucapnya.

Naomi pun segera dievakuasi oleh tim penyelamat. Sekitar pukul 15:00 WIB, Naomi tiba di Basecamp Bambangan. Tangis Naomi pecah ketika melihat sosok ibunya yang sudah menantinya. "Seneng banget ketemu ibu, sampai nangis," ujar Naomi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler