Pernah Bongkar Mafia BBM di Kupang dan Kini Dipecat Polda NTT, Ipda Rudy Soik: Menjijikkan

Polda NTT menegaskan pemecatan Ipda Rudy Soik tak terkait dengan persoalan mafia BBM.

Ist
Polisi terlibat pelanggaran dipecat (ilustrasi).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) menegaskan, bahwa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan terhadap Ipda Rudy Soik tidak terkait dengan persoalan mafia bahan bakar minyak (BBM) di Kota Kupang. Ipda Rudy Soik pun menilai keputusan pemecatan terhadap dirinya, menjijikkan.

Baca Juga


“Rekan-rekan media kami ingin sampaikan bahwa PTDH terhadap Ipda Rudy Soik terkait dengan tujuh laporan polisi yang masuk ke Bidang Propam Polda NTT dalam kurun waktu dua bulan terakhir yang diproses oleh Bidang Propam Polda NTT,” kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy di Kupang, Senin (14/10/2024).

Ariasandy mengatakan bahwa tujuh laporan terhadap Ipda Rudy Soik tersebut, jelasnya, diawali dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Paminal Polda NTT terhadap Ipda Rudy Soik bersama tiga anggota Polri lainnya yakni AKP Yohanes Suhardi (YS), Ipda Lusiana Lado (LL) dan Brigpol Jean E. Reke (JER) yang berstatus istri orang pada 25 Juni 2024 di sebuah tempat hiburan di saat jam dinas berlangsung bersama orang.

Dari OTT tersebut anggota Paminal Polda NTT membuat Laporan Polisi dengan nomor LP-A/49/VI/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 27 Juni 2024. Berdasarkan laporan tersebut dilakukan serangkaian proses penyelidikan dan penyidikan.

"Atas pelanggaran tersebut, Ipda Rudy Soik mendapat sanksi Penempatan pada tempat khusus selama 14 (empat belas) hari dan mutasi bersifat demosi selama tiga tahun keluar wilayah Polda NTT. Putusan ini berdasarkan Putusan Sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024. Sanksi Demosi selama 3 (tiga) tahun tersebut diputuskan, karena sebelumnya yang bersangkutan Ipda Rudy Soik pernah melakukan pelanggaran dan menjalani empat kali sidang disiplin dan kode etik pada tahun 2015 dan 2017," jelasnya.

Atas putusan tersebut, Ipda Rudy Soik mengajukan banding sehingga dia tidak melaksanakan sanksi tersebut. Dari proses sidang banding, diputuskan oleh Komisi Banding, dengan hasil putusan sidang Banding Komisi Kode Etik Polri Nomor: PUT/06/X/2024/Kom Banding, tanggal 9 Oktober 2024 dengan menjatuhkan sanksi dari putusan Komisi Kode Etik Polri menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama 5 (lima) tahun terhadap Putusan Sidang KKEP Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.

Rentetan kasus jerat oknum polisi - (Republika/berbagai sumber)

 

Hal yang memberatkan adalah berbelit-belit dalam memberikan keterangan saat persidangan. "Pada saat perbuatan terjadi dilakukan secara sadar dan menyadari merupakan norma larangan yg ada pada aturan kode Etik Polri,”ungkapnya.

Selain itu juga selama pemeriksaan sidang berlangsung, Ipda Rudy Soik tidak kooperatif dan bahkan Ipda Rudy Soik keluar dari ruangan sidang di saat pembacaan tuntutan dan tidak bersedia mendengarkan tuntutan dan putusan.

Ipda Rudy Soik telah melakukan perbuatan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur, ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan melakukan pemasangan garis polisi (Police Line) pada drum dan jerigen yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar beralamat di Kelurahan Alak dan Fatukoa.

"Tempat dilakukan pemasangan garis polisi (Police Line) tidak terdapat barang bukti dan bukan merupakan peristiwa tindak pidana dan dalam tindakan tersebut tidak didukung dengan administrasi penyelidikan,“ kata Arisandy.

Sementara itu, Ipda Rudy pun mengaku terkejut dengan keputusan itu. Dia mengaku dirinya dipecat karena memasang garis polisi di tempat penampungan BBM ilegal di Kota Kupang.

Padahal, yang dilakukannya merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan. Itu pun atas perintah pimpinannya yakni Kepala Kepolisian Resor Kupang Kota Komisaris Besar Polisi Aldinan Manurung.

"Bagi saya keputusan PTDH sesuatu yang menjijikkan,” katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler