Suara Presiden Afrika Selatan terkait Agresi Militer Israel

Presiden Afrika Selatan minta dunia tekan Israel untuk menghentikan serangan.

EPA-EFE/KIM LUDBROOK
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa pada Senin (14/10) mendesak para pemimpin dunia agar beramai-ramai menekan Israel untuk menghentikan serangannya di Gaza dan Lebanon.

Baca Juga


"Kami menyerukan gencatan senjata segera di Gaza. Pembebasan para sandera, dan memastikan bantuan kemanusiaan sampai kepada rakyat Palestina," ujar Ramaphosa saat konferensi pers di Johannesburg dalam menandai 100 hari kepemimpinannya.

Ramaphosa mengatakan bahwa dalam beberapa hari ke depan pemerintahnya akan mengajukan kasus secara penuh di Mahkamah Internasional (ICJ) untuk mendukung rakyat Palestina terhadap genosida yang sedang mereka alami, khususnya di Gaza.

Dia mengatakan pemerintahnya akan memastikan dukungan berkelanjutan bagi rakyat Palestina.

"Kawan -kawan, kami juga khawatir tentang pengeboman oleh Israel di negara-negara terdekat, seperti Lebanon," kata Ramaphosa.

Afrika Selatan mengajukan kasus di pengadilan yang berbasis di Den Haag itu pada akhir 2023 dengan menggugat Israel, yang membombardir Gaza sejak Oktober tahun lalu, karena dianggapnya tidak menegakkan mandat Konvensi Genosida 1948.

Sejumlah negara, termasuk Turki, Nikaragua, Palestina, Spanyol, Meksiko, Libya, dan Kolombia, bergabung dalam pengajuan kasus tersebut -- yang mulai disidangkan pada Januari.

Pengadilan tinggi tersebut pada Mei memerintahkan Israel untuk menghentikan serangan di Kota Rafah di Gaza selatan.

Panel berisi 15 hakim itu sudah ketiga kalinya mengeluarkan perintah awal untuk mengendalikan korban tewas dan mengurangi penderitaan kemanusiaan di daerah kantong yang diblokade itu. Jumlah korban jiwa di Gaza telah melewati 42.200 orang.

Lindungi pasukan UNIFIL

Kementerian Luar Negeri Turki pada Minggu (13/10) mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mencegah serangan lebih lanjut oleh pasukan bersenjata Israel terhadap Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL). "Setiap anggota Dewan Keamanan PBB bertanggung jawab untuk mencegah serangan Israel terhadap pasukan PBB yang mereka mandatkan sendiri," kata Kemenlu Turki melalui pernyataan. "Kami menyerukan kepada semua negara untuk mengambil sikap bersatu melawan Israel dan negara-negara yang memasok senjata kepadanya," kata Kemenlu, menambahkan.

Sebelumnya pada Minggu, pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon melaporkan bahwa mereka menyaksikan pasukan Israel melanggar Garis Biru, yang memisahkan Israel dari Lebanon, serta memaksa masuk ke pangkalan PBB di Ramyah -- desa perbatasan Lebanon selatan. UNIFIL menggambarkan insiden itu sebagai pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional, dan menuntut Israel memberikan penjelasan.

UNIFIL dibentuk untuk berkontribusi pada keamanan kawasan, dan sangat penting bagi pasukan penjaga perdamaian PBB untuk menjalankan mandat mereka, ujar Kemenlu Turki.

Serangan berulang kali Israel terhadap UNIFIL adalah "indikasi jelas dari kebijakan pendudukan Israel di Lebanon dan kesiapannya yang tanpa ragu-ragu menggunakan kekuatan militer," menurut pernyataan itu.

Pada Sabtu (12/10), UNIFIL melaporkan bahwa sebuah tank Israel pada Kamis (10/10) menembak langsung ke markas UNIFIL di Naqoura dan melukai dua personel PBB. Dua penjaga perdamaian lainnya terluka pada 11 Oktober setelah ledakan terjadi dekat menara pengamatan.

Pada 1 Oktober, Israel melancarkan operasi darat melawan Hizbullah di Lebanon selatan, sambil terus berbalas serangan udara dan roket dengan gerakan tersebut. Jumlah korban jiwa di Lebanon akibat serangan Israel telah melebihi 2.000 sejak eskalasi terjadi. Meskipun mengalami kerugian, Hizbullah terus melawan pasukan Israel di darat serta meluncurkan roket yang melintasi perbatasan. Israel mengatakan bahwa tujuan utamanya adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan 60.000 warga di Israel utara, yang lari menyelamatkan diri dari gempuran, bisa kembali.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler