Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Terbunuh, Netanyahu Ogah Berhenti Perang: Ini Bukanlah Akhir

Netanyahu meminta Hamas untuk meletakkan senjata dan mengembalikan para sandera.

AP Photo/Hatem Moussa
Pemimpin Hamas Yahya Sinwar berbicara dalam rapat umum di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, pada 21 Oktober 2011.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memberikan pidato dalam bahasa Inggris untuk mengomentari klaim pembunuhan Sinwar. Netanyahu menyatakan terbunuhnya pemimpin Hamas Yahya Sinwar tidak akan menghentikan perang di Gaza. 

Baca Juga


“Ini bukanlah akhir dari perang di Gaza. Ini adalah awal dari akhir,” kata Netanyahu.

“Perang ini bisa berakhir besok. Ini bisa berakhir jika Hamas meletakkan senjatanya dan mengembalikan para sandera,” katanya, langsung berbicara kepada masyarakat Gaza.

Israel akan menjamin keselamatan semua orang yang mengembalikan para tawanan tersebut. "Namun bagi mereka yang mempersenjatai diri, Israel akan memburu dan membawa Anda ke pengadilan,” kata perdana menteri.

Ia juga menyampaikan pesannya kepada wilayah yang lebih luas dengan mengatakan bahwa poros perlawanan Iran telah runtuh di depan mata.

Para pejabat Israel, termasuk Netanyahu, telah mengirimkan sinyal kuat sejak tersiar kabar pembunuhan Sinwar yang menyatakan bahwa negara tersebut akan terus melancarkan perang terhadap Gaza.

Wakil Presiden AS Kamala Harris memuji kematian Yahya Sinwar sebagai kesempatan untuk mengakhiri perang di Gaza dan bersiap menghadapi hari berikutnya ketika Hamas tidak lagi mendominasi wilayah tersebut.

Wakil presiden AS dan calon dari Partai Demokrat mengatakan keadilan telah ditegakkan dengan kematian pemimpin Hamas tersebut. 

“Hamas hancur dan kepemimpinannya tersingkir,” katanya.

“Momen ini memberi kita kesempatan untuk mengakhiri perang di Gaza.”

Berakhirnya konflik harus dibarengi dengan keamanan bagi Israel, pembebasan sandera yang tersisa dan diakhirinya penderitaan di Gaza, katanya.

Dia juga mengisyaratkan dukungannya terhadap negara Palestina dengan mengatakan bahwa hal itu harus mencerminkan hak-hak warga Palestina atas martabat, keamanan, kebebasan dan penentuan nasib sendiri.

Roxane Farmanfarmaian, dosen hubungan internasional Timur Tengah di Universitas Cambridge, mengatakan kepada Aljazirah bahwa beberapa pemimpin yang mungkin menggantikan Yahya Sinwar adalah lebih 'garis keras' daripada dia.

"Yang lainnya termasuk tokoh yang lebih pragmatis seperti Khaled Meshaal, mantan kepala direktorat politik Hamas, yang lebih merupakan 'ahli negosiasi'," kata Farmanfarmaian.

Dia mengatakan bahwa karena mereka mungkin telah kehilangan pemimpin militernya, kecenderungannya Hamas mungkin akan memilih pemimpin militer lain daripada pemimpin politik pada saat ini, karena perjuangan belum berakhir.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler