Mega - Ganjar - Mahfud tak Hadir, Pengamat: Sinyal Keras PDIP tak Gabung Pemerintah

Ketidakhadiran Megawati dinilai sehat untuk demokrasi di Indonesia.

Istimewa
Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto bersilaturahim ke kediaman Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, beberapa waktu lalu.
Red: Stevy maradona

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi disumpah dan dilantik menjadi presiden dan wapres, Ahad (20/10/2024) pagi. Keduanya dilantik di Komplek Parlemen Senayan, di hadapan sidang MPR. Hadir berbagai pihak di situ, perwakilan negara sahabat, anggota MPR, hingga mantan presiden dan wapres atau yang mewakili.


Namun, Megawati Soekarnoputri, presiden kelima Indonesia memilih tidak hadir. Begitu pula kandidat capres dari PDIP Ganjar Pranowo - Mahfud MD. Padahal ada lawan kuat Prabowo hadir di gedung MPR, yakni Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.

Bagaimana menafsirkan ketidakhadiran Megawati ini dari sisi politik? Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto menjelaskan ada dua hal yang bisa dibaca dari sikap Megawati itu, Ahad pada Republika.

Pertama dari sisi sejarah, menurut Wijayanto, Mega juga tidak hadir saat pelantikan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden keenam 20 tahun lalu. “Bu Megawati seorang politisi klasik, sangat mementingkan loyalitas,” kata Wijayanto.

Ketika SBY di 2003 maju di pilpres, menurut Wijayanto, Megawati melihatnya adalah SBY sebagai menteri di kabinetnya, maju menantang dirinya. “Bagi Bu Mega ini penting sekali!”

Kali ini, lewat Pak Jokowi, kata Wijayanto, ada kader PDIP yang resmi didukung partai, tiba-tiba Pak Jokowi yang dalam status masih sebagai kader PDIP, mendukung yang non PDIP. “Ini lebih parah ‘level’ nya daripada SBY,” kata Wijayanto lagi.

Dengan demikian, secara historis, bisa dipahami ketidakhadiran Megawati, Ganjar dan Mahfud. Sementara di sisi lain, Wijayanto menambahkan, ketidakhadiran juga bisa dibaca sebagai satu sikap demokratis, bahwa akan ada partai yang mengawasi pemerintah, yakni PDIP.

“Ini sinyal bahwa PDIP tidak gabung ke pemerintah, ini bagus untuk demokrasi, ada lawan politiknya.” kata Wijayanto.

Bilamana demikian, maka PDIP akan mengulangi apa yang dilakukan di era pertama SBY, yakni berdiri di luar pemerintahan. Wijayanto yakin PDIP mampu menjadi lawan politik pemerintah yang baik, karena sudah berpengalaman. “Citra bukan partai pemerintah akan lekat dengan PDIP,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler