Tentara Korut Sudah Berada di Perbatasan Rusia-Ukraina, Pentagon Sebut AS 'Amat Khawatir'
AS yakin Korut telah kirim 10 ribu tentara untuk menerima pelatihan di Rusia timur.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) pada Selasa menyebut bahwa "sejumlah kecil" tentara Korea Utara sudah berada di daerah Kursk, Rusia, yang berdekatan dengan perbatasan Ukraina. Juru bicara Pentagon Mayjen Patrick Ryder mengatakan, pihaknya meyakini bahwa Korea Utara telah mengirim hingga 10 ribu personel militer untuk menerima pelatihan di Rusia timur.
Pasukan tersebut diperkirakan akan membantu menambah jumlah personel militer Rusia di dekat Ukraina selama beberapa pekan mendatang, ucap dia. "Sebagian dari tentara tersebut sudah mendekati Ukraina melalui wilayah Kursk di dekat perbatasan Rusia-Ukraina, kira-kira jumlahnya beberapa ribu (personel), dan sejumlah kecil lainnya sudah berada di Kursk," kata Ryder.
Meski menolak menyebut pasti berapa jumlah tentara Korea Utara yang sudah ada di dekat perbatasan Rusia-Ukraina, Ryder memastikan bahwa jumlahnya "masih sedikit".
Sementara itu, jubir Pentagon mengatakan bahwa AS "amat khawatir" apabila Rusia bermaksud memanfaatkan tentara Korea Utara tersebut dalam perang atau mendukung operasi militer melawan pasukan Ukraina di Kursk.
"Kami terus memantau lebih dekat dan berkonsultasi dengan mitra kami di Ukraina maupun dengan sekutu dan rekan lainnya," ucap Ryder.
Terpisah, Presiden AS Joe Biden menyatakan kekhawatirannya atas keberadaan pasukan Korea Utara yang tengah menerima pelatihan militer di Rusia. Terkait apakah Ukraina perlu menyerang pasukan Korea Utara tersebut, Biden menyatakan bahwa hal tersebut dapat dilakukan "jika mereka memasuki Ukraina".
Selain itu, Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Mark Rutte pada Senin (28/10/2024) juga memastikan bahwa pasukan Korea Utara sudah sampai di daerah Kursk. Hal ini, ucapnya, merupakan "eskalasi berbahaya" dalam konflik Rusia-Ukraina.
Sebelumnya Direktorat Intelijen Utama Kementerian Pertahanan Ukraina (GUR) menyebut unit militer Korea Utara telah dikerahkan ke wilayah barat daya Rusia, Kursk. Ada sekitar 12.000 tentara dari Korut dikirim ke Rusia, termasuk 500 perwira dan tiga jenderal lengkap dengan amunisi, perlengkapan tidur, pakaian musim dingin, alas kaki dan perlengkapan kebersihan.
Merespons info intelijen itu, Kementerian Luar Negeri China meminta semua pihak untuk menahan diri dan mengupayakan penyelesaian konflik terkait tudingan pengerahan pasukan Korea Utara ke Rusia.
"Posisi China terkait krisis Ukraina konsisten dan jelas. Izinkan saya tegaskan lagi bahwa China meminta semua pihak untuk meredakan situasi dan mengupayakan penyelesaian politik atas krisis Ukraina," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa (29/10).
"Posisi ini tetap tidak berubah. China akan terus memainkan peran konstruktif untuk mencapai tujuan (penyelesaian konflik) ini," tambah Lin Jian.
Sementara terkat situasi di Semenanjung Korea, Lin Jian mengatakan China selama ini percaya bahwa menjaga Semenanjung Korea tetap damai dan stabil. China juga mendorong penyelesaian politik atas masalah Semenanjung Korea adalah kepentingan semua pihak.
"China berharap semua pihak akan bekerja secara konstruktif untuk mencapai tujuan ini. Posisi China terhadap krisis Ukraina dan masalah Semenanjung Korea konsisten," ungkap Lin Jian.
Diketahui selama kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Pyongyang pada 18-19 Juni 2024, Rusia dan Korut menandatangani Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif yang baru, yang menetapkan bahwa jika salah satu pihak menjadi sasaran serangan bersenjata oleh negara mana pun atau beberapa negara, dan berada dalam keadaan perang, pihak lainnya akan segera memberikan bantuan militer dan bantuan lainnya dengan segala cara yang dimilikinya sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB dan sesuai dengan undang-undang Rusia dan Korut. Selain itu, menurut Pasal ke-8, para pihak membuat mekanisme untuk melakukan kegiatan bersama guna memperkuat kemampuan pertahanan mereka demi pencegahan perang serta memastikan perdamaian dan keamanan regional dan internasional.
Diketahui pada Agustus 2024 lalu Ukraina mengintensifkan penembakan di wilayah Kursk, Rusia pada Senin (5/8/2024) malam hingga Selasa (6/8/2024). Serangan artileri tersebut diikuti oleh serbuan infanteri Ukraina yang didukung oleh tank dan kendaraan lapis baja di dekat kota Sudzha. Pihak berwenang Rusia juga menyatakan kekhawatirannya terhadap PLTN Kursk yang terletak di dekat lokasi pertempuran.
China diketahui tidak menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perdamaian atas krisis Ukraina di Burgenstock, Swiss pada 15-16 Juni 2024. Lebih dari 90 negara menghadiri perundingan tersebut, namun komunike bersama dari KT itu hanya didukung 80 negara dan empat organisasi.
Pemerintah China tidak menghadiri konferensi perdamaian tersebut karena tidak memenuhi tiga elemen penting yaitu pengakuan dari Rusia dan Ukraina, partisipasi yang setara dari semua pihak dan diskusi yang adil mengenai seluruh rencana perdamaian.
Wakil Menteri Luar Negeri Kout yang bertanggung jawab atas urusan Rusia, Kim Jong Gyu, merespons berita tentang pengerahan pasukan Korut untuk membantu perang Rusia menghadapi Ukraina. Menurut Kim, rumor pengiriman pasukan Korut ke Rusia itu merupakan upaya media dunia untuk "membangun opini publik".
Dia pun menegaskan bahwa Kementerian Luar Negeri DPRK—nama resmi Korut—tidak terlibat langsung dalam urusan Kementerian Pertahanan Nasional, dan tidak merasa perlu untuk mengonfirmasinya secara terpisah.
"Jika memang ada hal seperti itu yang dibicarakan oleh media dunia, saya kira (pengiriman pasukan) itu adalah tindakan yang sesuai dengan peraturan hukum internasional," ujar Kim pada Jumat (25/10/2024).
"Jelas akan ada 'kekuatan' yang ingin menggambarkannya sebagai tindakan ilegal, menurut saya," katanya, menambahkan.