Lima Praktik Pernikahan yang Dilarang Islam tetapi Tetap Sah Dilakukan
Para ulama menyampaikan keabsahan praktik nikah pada beberapa situasi ini tetap sah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam praktik pernikahan, Islam memberikan aturan-aturan yang mengatur berbagai aspek, mulai dari proses lamaran hingga perceraian. Terdapat sejumlah larangan terkait praktik-praktik pernikahan yang tidak sesuai syariat, yang meliputi pernikahan dengan wanita yang sudah dikhitbah, pemberian mahar, nikah muhallil, talak bid'iy, dan tindakan ‘adhl suami terhadap istri.
Meski demikian, para ulama menyampaikan bahwa keabsahan akad nikah pada beberapa situasi ini tetap sah di sisi hukum, meskipun dilarang. Isnan Ansory dalam buku Dilarang tapi Sah memberikan penjelasan mengenai setiap praktik tersebut.
Praktik Pernikahan yang Dilarang Islam tetapi Sah
1. Menikahi wanita yang sudah dikhitbah
Para ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk melamar wanita yang sudah dikhitbah oleh orang lain. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra: Rasulullah saw bersabda: “Janganlah seorang laki-laki mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah oleh saudaranya, kecuali bila saudaranya itu telah meninggalkannya atau memberinya izin.” (HR. Bukhari)
"Meski demikian, mayoritas ulama, seperti dari kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah, berpendapat bahwa pernikahan yang terjadi dengan wanita yang telah dikhitbah orang lain tetap sah." kata Isnan.
2. Mahar
Pemberian mahar dari calon suami kepada calon istri merupakan kewajiban yang disepakati oleh seluruh ulama, sebagaimana diperintahkan dalam Al-Quran (QS. An-Nisa: 4)
وَآتُوا النِّسَاءِ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
Berikanlah maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 4)
Apabila seorang suami tidak menunaikan kewajiban ini, akad nikah tetap sah, walaupun suami menanggung dosa. Mahar bukanlah syarat sahnya pernikahan, melainkan kewajiban yang harus ditunaikan.
3. Nikah Muhallil
Nikah muhallil terjadi ketika seseorang menikahi seorang wanita yang telah ditalak tiga dengan tujuan agar dia dapat dinikahi kembali oleh suami pertamanya. Praktik ini diharamkan berdasarkan syariat Islam, meski terdapat perbedaan pandangan mengenai keabsahan akadnya.
Mayoritas ulama, seperti Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah, menyatakan bahwa nikah muhallil tidak sah. Namun, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pernikahan tersebut sah meskipun trik yang digunakan tetap tidak diperbolehkan.
4. Talak Bid’iy
Talak bid’iy atau talak yang dilakukan dalam kondisi yang dilarang, seperti ketika istri sedang haid, adalah haram menurut kesepakatan ulama. Namun, talak ini tetap dianggap sah, meski suami berdosa. Mayoritas ulama sepakat bahwa talak yang dilanggar dalam kondisi tertentu tetap jatuh sebagai talak yang sah.
5. ‘Adhl Suami Terhadap Istri
‘Adhl merupakan tindakan suami yang menahan hak-hak istrinya, seperti nafkah atau rujuk, dengan tujuan agar istri mengajukan khulu' atau perceraian. Islam mengharamkan tindakan ini dan menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan dosa. Namun, khulu' atau rujuk yang dilakukan tetap dianggap sah meskipun dilakukan di bawah tekanan atau kezaliman suami.
"Secara keseluruhan, meskipun terdapat larangan terhadap beberapa praktik dalam proses pernikahan dan perceraian, pandangan mayoritas ulama tetap menganggap akad nikah dan talak yang dilaksanakan tetap sah," ujar Isnan.
Hal ini menunjukkan bahwa hukum Islam memberikan kelonggaran dalam beberapa situasi khusus, namun tetap menuntut keadilan dan niat yang baik dalam setiap keputusan terkait pernikahan.
Pandangan ini memberikan pemahaman bahwa keabsahan akad nikah tidak selalu dipengaruhi oleh praktik yang dilarang, terutama jika larangan tersebut bukan bagian dari syarat sahnya akad nikah.