Bagaimana Alquran Memandang Manusia?

Alquran menyebut manusia dengan sejumlah istilah.

Republika.co.id
ILUSTRASI Alquran.
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Prof Yunahar Ilyas dalam bukunya, Tipologi Manusia Menurut Al-Qur’an (2007, Labda Press), Alquran menyebut manusia dengan istilah yang berbeda-beda. Istilah basyar disebut 35 kali dalam bentuk mufrad dan sekali dalam bentuk mutsanna. Sebutan al-ins sebanyak 18 kali. Al-insan, 65 kali. an-nas, 240 kali. Bani Adam, tujuh kali. Terakhir, dzuriyah Adam sebanyak satu kali.

Baca Juga


Kata basyar berasal dari akar kata yang berarti 'penampakan sesuatu dengan baik dan indah.' Dari sanalah, lahir kata lain, yakni basyarah yang berarti 'kulit.' Dengan demikian, manusia disebut sebagai basyar lantaran kulitnya tampak jelas, empiris, serta berbeda daripada kulit binatang atau tumbuhan.

Dalam Alquran, sebutan basyar mengindikasikan, manusia sebagai makhluk biologis. Mereka memerlukan makanan, minuman, dan sebagainya. Dalam pengertian ini, tidak ada perbedaan, misalnya, antara orang baik dan buruk karena penilaiannya sebatas fisik saja. Hal itulah yang mendasari antara lain argumen Kaum 'Ad.

Mereka menolak dakwah Nabi Hud AS karena menganggap utusan Allah itu sama saja dengan mereka, tidak ada keistimewaan dari segi fisik.

Kisah mereka diabadikan Alquran surah al-Mu`minun ayat ke-33, yang artinya, "Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui Hari Akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: '(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia (basyarun) seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum."

Istilah lainnya untuk merujuk pada manusia adalah al-ins. Yunahar Ilyas memaparkan, istilah itu dipakai untuk menunjuk sifat manusia sebagai makhluk yang jinak atau beradab. Sifat itu kebalikan daripada jin, yakni mahkluk metafisik yang cenderung liar dan bebas karena tidak mengenal batasan dimensi ruang dan waktu (ingat rumus fisika: waktu bersifat relatif terhadap kecepatan gerak).

Yunahar menduga, itulah sebabnya di dalam Alquran kata al-ins kerap disebut bersamaan dengan kata al-jin, seperti pasangan oposisi biner. Misalnya, dalam surah adz-Dzariyat ayat ke-56, yang terjemahannya, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku."

Istilah berikutnya adalah al-insan. Sekilas, kata itu tidak berbeda dari al-ins. Namun, lanjut Yunahar, dari segi makna ada perbedaan. Al-insan menunjuk kepada manusia sebagai makhluk yang layak menjadi khalifah di bumi, serta mampu memikul akibat-akibat taklif dan memikul amanah.

Penggunaan istilah al-insan berimplikasi bahwa manusia memiliki akal. Dengan begitu, manusia dibekali kemampuan untuk membedakan mana putih dan hitam; mana yang baik dan buruk. Maka dari itu, bila Alquran memakai istilah al-insan, berarti itu menunjuk pada manusia sebagai totalitas raga dan jiwa.

Sebagai contoh, lihat surah al-Alaq ayat 1-2, yang artinya, "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia (al-insan) dari segumpal darah." Serta, ayat keenam hingga kedelapan surah yang sama, artinya, "Ketahuilah! Sesungguhnya manusia (al-insan) benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu)."

Adapun istilah an-nas menampung seluruh makna istilah-istilah lainnya tersebut. Sebagai contoh, Alquran menggunakannya dalam surah al-Hujurat ayat ke-13 yang artinya, "Hai manusia (an-nas), sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."

Adapun istilah bani Adam dan dzuriyah Adam menyertakan nama Nabi Adam AS. Dialah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT.

Menurut Yunahar, penggunaan istilah insan, an-nas, dan bani Adam memberikan hikmah bahwa Allah memuliakan manusia bila dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia paling sempurna susunan raganya. Demikian pula dengan susunan ruhaninya. Manusia memiliki akal untuk berpikir, hati untuk merasa, serta nurani untuk mendorongnya menjauhi hal-hal buruk dan mencari hal-hal baik.

Yunahar juga merangkum, ada empat cara penciptaan manusia, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Alquran.

Pertama, manusia diciptakan dari tanah. Itu dicontohkan oleh penciptaan Nabi Adam AS. Kedua, manusia diciptakan dari tulang rusuk manusia lain (Nabi Adam AS). Contohnya adalah penciptaan Hawa, istri manusia pertama itu. Ketiga, manusia diciptakan melalui seorang ibu tanpa proses hubungan dengan ayah, baik secara hukum maupun biologis. Hal itu terjadi pada penciptaan Nabi Isa AS bin Maryam. Keempat, manusia diciptakan melalui kehamilan dengan adanya ayah biologis atau minimal secara biologis semata. Contohnya adalah manusia pada umumnya--yakni selain ketiga insan mulia tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler