Sejarah Ringkas Hadhramaut, Negeri Para Habib
Hadhramaut merupakan negeri yang masyhur akan para habib, ulama keturunan Nabi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hadhramaut terletak di pesisir Arab Selatan, mulai dari Aden (Yaman) sampai Tanjung Ras al-Had (Oman). Dalam pengertian modern, wilayah ini merujuk pada provinsi terluas di Republik Yaman. Tatanan sosial-politik telah lama terbentuk di sana.
Menurut legenda setempat, pasca-banjir besar Shem, putra Nabi Nuh AS, mendirikan Sana’a, yang kini merupakan ibu kota Yaman. Sejak 1.000 tahun hingga abad keempat sebelum Masehi (SM), Kerajaan Saba menguasai Hadhramaut. Salah seorang pemimpinnya, Ratu Balqis, belakangan menjadi pengikut Nabi Sulaiman AS.
Seperti dijelaskan John Middleton dalam World Monarchies and Dynasties, nama lengkap wilayah ini adalah Hadhara al-Maut. Artinya, ‘kematian telah hadir.’ Kematian yang dimaksud dapat dimaknai nirbiologis. Walaupun kering dan terik, lembah sungai (wadi) Hadhramaut sering menjadi tujuan para pengembara.
Mereka mencari kesunyian untuk “mematikan” ambisi duniawi. Tafsir lainnya berdasarkan narasi dari EJ Brill’s First Encyclopaedia of Islam 1913-1936. Daerah yang sama terkenal dengan Kemenyan Arab (Frankincense) yang menurut legenda Yunani getahnya cukup “mematikan.” Lokasi tempat tumbuhnya pun dinamakan ‘tanah kematian’ alias Hadhr al-Maut.
Kontur geografis Hadhramaut didominasi pantai berpasir dan tanah lapang dengan batu-batu yang gersang. Di pesisirnya, terbentang bukit-bukit yang memunggungi pegunungan tandus. Al-Arsyah merupakan gunung tertinggi di antaranya.
Di sekitar sungai-sungai kecil, tanahnya cukup subur. Padang rumput dan kaktus kecil mudah dijumpai. Secara keseluruhan, Hadhramaut agak terisolasi dari sebagian besar Semenanjung Arab. Gurun Rub al-Khali menghalangi aksesnya dari sebelah utara dengan seluruh Arab.
Oleh karena itu, kontak masyarakat setempat lebih intens terjadi via pelabuhan-pelabuhan di sebelah selatan, utamanya Bandar asy-Syihr dan Mukalla. Tidak mengherankan bila mereka dikenal luas sebagai bangsa pelaut.
Para pelayar Hadhramaut ikut andil dalam perdagangan maritim di Samudra Hindia, setidak-tidaknya sejak abad kedelapan. Jalur yang dilaluinya menghubungkan antara Arab, Persia, India, Nusantara, dan Cina.
Leluhur Wali Songo
Jejak kaum Hadhrami tampak, antara lain, dari genealogi sembilan orang pelopor syiar Islam atau Wali Songo di Tanah Jawa. Akademisi Universitas John Hopkins, Syed Farid Alatas, menulis di dalam artikelnya, “Hadhramaut and the Hadhrami Diaspora: Problems in Theoretical History.” Menurut dia, nenek moyang kesembilan ulama tersebut adalah seorang habib keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib, yaitu Jamaluddin Akbar al-Husain.
Kakeknya, Abdullah bin Abdul Malik, hijrah dari Hadhramaut ke India. Masyarakat dan penguasa negeri setempat kemudian menerimanya dengan amat baik. Gelarnya adalah Adzamat Khan, yang dalam bahasa Urdu berarti ‘keturunan yang mulia.’
Abdullah memiliki seorang putra, yakni Ahmad Shah Jalal, yang pada akhirnya menjadi ayah Jamaluddin Akbar. Sejak awal abad ke-14 M, keluarga //habaib// ini menetap di Malabar, pantai barat India. Begitu tumbuh mendewasa, Jamaluddin merantau ke Gujarat dan Campa—kawasan Indocina sekarang. Di antara anak-anaknya adalah dua bersaudara, Zainal Alam Barakat dan Nurul Alam.
Zainal Alam menurunkan Maulana Malik Ibrahim, yang ketika dewasa berhijrah ke Gresik, Jawa Timur, untuk menyebar syiar Islam. Di kemudian hari, sang pendakwah lebih dikenal sebagai Sunan Gresik, Wali Sanga pertama. Sementara itu, Nurul Alam berpindah ke Mesir dan memperoleh seorang putra yang bernama Syarif Abdullah Umdatuddin. Salah satu anaknya bernama Syarif Hidayatullah, yang belakangan ikut mendakwahkan Islam ke Jawa Barat. Namanya kemudian masyhur sebagai Sunan Gunung Jati.