Banyak Kasus Dugaan Pelanggaran Netralitas Kades di Pilkada Jateng, Siapa Beri Perintah?
Laporan dugaan pelanggaran netralitas kepala desa banyak diterima Bawaslu.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Koordinator Divisi Humas, Data, dan Informasi Bawaslu Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Sosiawan, mengungkapkan, pihaknya banyak menerima laporan atau informasi dugaan pelanggaran netralitas kepala desa (kades) dalam perhelatan Pilkada Jateng 2024. Kendati demikian, Sosiawan menyebut laporan yang diterima Bawaslu Jateng masih berupa informasi awal yang diperlu dikaji terlebih dulu.
"Kalau jenis pelanggarannya, ada beberapa. Pertama soal netralitas, baik ASN, TNI-Polri, terutama para kades. Ini terus terang memang kami banyak menerima informasi atau laporan dari teman-teman (Bawaslu) kabupaten/kota terkait dengan fenomena atau gejala atau sekadar isu. Ini banyak sekali," kata Sosiawan kepada awak media di Semarang ketika ditanya apa saja jenis pelanggaran yang sejauh ini diterima Bawaslu Jateng, Selasa (19/11/2024).
Kendati demikian, Sosiawan menjelaskan, untuk menjadi sebuah pelaporan, sejumlah syarat tertentu harus dipenuhi. Menurutnya, pemenuhan syarat-syarat itu yang biasanya sulit dilakukan pihak pelapor maupun Bawaslu yang menemukan informasi awal terkait dugaan pelanggaran. "Biasanya kelemahannya karena memang minimnya bukti-bukti atau saksi-saksi. Ini sulit sekali dipenuhi, sehingga sulit ditindaklanjuti," ucapnya.
Sosiawan mengungkapkan, data valid terkait jumlah pelanggaran pemilu ada pada Bawaslu di 35 kabupaten/kota se-Jateng. "Kalau yang masuk ke (Bawaslu) provinsi (Jateng) memang masih bersifat pelaporan yang belum kami register. Jadi sekadar informasi-informasi awal yang butuh kami kaji terlebih dulu," ujarnya seraya menambahkan bahwa informasi awal dugaan pelanggaran itu disampaikan para paslon dan pihak pemantau.
"Jadi belum merupakan laporan yang secara resmi disampaikan kepada Bawaslu Provinsi," tambah Sosiawan.
Merespons putusan MK..
Sosiawan pun mengomentari putusan Mahmakah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materiel Pasal 188 UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap UUD 1945. Dengan putusan itu, kini pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang melanggar prinsip netralitas dalam pilkada bisa dipidana.
"(Putusan MK) ini menjadi sebagian dari jawaban yang selama ini sulit bagi Bawaslu untuk memproses dugaan netralitas ASN, TNI-Polri, termasuk kades. Sebelumnya kan tidak ada jerat hukum pidananya. Sekarang diberi kekuatan baru," kata Sosiawan.
Dia berharap putusan MK tersebut memberi kekuatan kepada Bawaslu untuk menegakkan prinsip netralitas pejabat daerah, ASN, dan TNI-Polri. "Terutama para kades ini betul-betul memahami bahwa sanksinya bukan hanya sanksi administratif, tapi ada sanksi pidananya, kemarin diputuskan oleh MK," ujarnya.
Pejabat negara hingga anggota TNI-Polri bisa dipidana jika terbukti tidak netral atau terlibat upaya memenangkan paslon tertentu di Pilkada 2024. Hal itu tertuang dalam amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Dalam putusannya, MK memasukkan frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" ke dalam norma Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo.
Pasal 188 UU 1/2015 berbunyi: "Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 (UU No.10 Tahun 2016) , dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00."
DPD PDIP Jawa Tengah (Jateng) menyambut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materiel Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap UUD 1945. Dengan putusan itu, kini pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang melanggar prinsip netralitas dalam pilkada bisa dipidana.
"Dengan terbitnya atau diputuskannya putusan Mahkamah Konstitusi ini, maka bagi aparat daerah dan TNI-Polri ketika melakukan pelanggaran terhadap kampanye, dapat dihukum dengan pidana. Yang awalnya itu tidak ada ketentuan pidananya," ungkap Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat DPD PDIP Jateng M Ali Purnomo, Selasa (19/11/2024).
Dia menambahkan, dalam pemilu, terkadang ada pola-pola pelibatan pejabat daerah dan anggota TNI-Polri untuk menguntungkan paslon tertentu. "Kita harapkan pada saudara kita pejabat daerah maupun TNI, terutama Polri, juga untuk menaati (putusan MK) sebagai suatu proses demokrasi agar pemilihan kepala daerah serentak di 2024 ini sejalan dengan asas pemilihan umum, yakni jurdil (jujur dan adil)," kata Ali.
"Kita harapkan juga penyelenggara pemilu, baik KPU, terutama Bawaslu yang akan menerima pengaduan berkaitn dengan dugaan pelanggaran bagi pejabat daerah dan anggota TNI-Polri, tindak pidanaya, ini juga jangan sampai menolak," tambah Ali.
Dalam Pilgub Jateng 2024, PDIP mengusung Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi (Hendi) sebagai cagub-cawagub. Andika diketahui merupakan purnawirawan jenderal yang sebelumnya sempat menduduki posisi panglima TNI.
Lawan Andika-Hendi adalah paslon yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, Ahmad Luthfi-Taj Yasin Maimoen. Luthfi diketahui berlatar belakang polisi. Sebelum mencalonkan diri sebagai cagub, dia sempat menjabat sebagai kapolda Jateng.