DK PBB Kompak Kecam AS Usai Veto Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, 'Setop Kemunafikan!'
Untuk keempat kalinya AS memveto resolusi DK PBB untuk gencatan senjata di Gaza.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Untuk keempat kalinya Amerika Serikat (AS) memveto resolusi gencatan senjata yang diusulkan untuk Jalur Gaza. Sejumlah anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pun secara bergantian melancarkan kecaman pada Rabu (20/11/2024).
Utusan China, Fu Cong, mengungkapkan kekecewaannya terhadap hasil pemungutan suara tersebut dan menuduh AS menghalangi harapan rakyat Palestina "untuk bertahan hidup, mendorong mereka lebih jauh ke dalam kegelapan dan keputusasaan" melalui penggunaan hak vetonya.
“Apakah nyawa rakyat Palestina tidak berarti apa-apa?” tanya Fu retoris.
“Berapa banyak lagi orang yang harus mati sebelum mereka (AS) terbangun dari tidur pura-puranya?” lanjutnya.
Fu menilai bahwa veto berulang oleh AS "telah meruntuhkan otoritas Dewan Keamanan dan hukum internasional ke titik terendah sepanjang sejarah."
“Kami menyerukan kepada AS untuk mengambil tanggung jawabnya sebagai anggota tetap Dewan secara serius. AS harus berhenti bersikap pasif dan menghindar,” tegasnya.
Utusan Aljazair, Amar Bendjama, menyampaikan bahwa “pesan hari ini jelas ditujukan kepada kekuatan pendudukan Israel: ‘Anda boleh melanjutkan genosida Anda, Anda boleh melanjutkan hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina dengan impunitas penuh.’”
Ia mengatakan veto AS mengirimkan pesan “jelas” lainnya kepada rakyat Palestina bahwa “meskipun mayoritas dunia mendukung penderitaan Anda, ada pihak lain yang tetap tidak peduli.”
Utusan Prancis, Nicolas de Riviere, menyatakan “penyesalan mendalam” atas penggunaan veto oleh AS dan menekankan bahwa situasi di Gaza memburuk setiap hari.
“Hukum humaniter internasional sedang diinjak-injak,” ujarnya, seraya menegaskan bahwa satu-satunya respons yang tepat adalah gencatan senjata.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, mengatakan tidak mengejutkan jika AS memveto resolusi tersebut.
“Selama berbulan-bulan, AS telah menghalangi dan mempersulit aksi Dewan untuk menangani situasi bencana di Gaza, berpihak pada satu pihak dalam konflik untuk mendorong kepentingan politiknya sendiri dengan mengorbankan nyawa rakyat Palestina,” katanya.
Veto tersebut disebutnya sebagai tindakan yang “tidak berperikemanusiaan.” Ia menambahkan, “Kami tidak perlu diberi ceramah oleh Amerika Serikat tentang kemunafikan. Kemunafikan adalah apa yang mereka tunjukkan setiap hari dalam berbagai konflik.”
Kepada Wakil Utusan AS, Robert Wood, Nebenzia mengatakan: “Hari ini Anda secara definitif menunjukkan bahwa Anda sepenuhnya bertanggung jawab atas kematian puluhan ribu warga sipil tak berdosa, pengungsian, penderitaan para sandera, dan penahanan ilegal warga Palestina.”
Utusan Inggris, Barbara Woodward, yang juga menjabat sebagai ketua DK PBB untuk November, menyatakan penyesalannya atas veto tersebut. “Hukum humaniter internasional harus dihormati oleh semua pihak,” ujarnya.
Utusan Guyana, Carolyn Rodrigues-Birkett, juga menyampaikan penyesalannya dan menyebut “pemusnahan rakyat Palestina adalah noda besar pada hati nurani kolektif kita sebagai umat manusia.” Rodrigues-Birkett mengatakan bahwa peluang Dewan untuk menghapus noda tersebut “terhambat oleh veto.”
“Kelanjutan penderitaan yang sangat besar ini tidak boleh menjadi takdir rakyat Palestina,” katanya, mendesak agar konflik segera diakhiri.
Kepada para wartawan setelah sidang, Rodrigues-Birkett menyatakan bahwa 10 anggota tidak tetap Dewan “menunjukkan fleksibilitas besar untuk mencapai konsensus.”
“Kami sangat kecewa karena teks tersebut tidak diadopsi,” tambahnya, “Namun upaya kolektif kami untuk mengakhiri permusuhan ini tidak akan berhenti.”
Adapun, utusan Palestina untuk PBB, Majed Bamya, menegaskan bahwa "tidak ada alasan yang dapat dibenarkan" untuk menghalangi resolusi yang bertujuan mengakhiri genosida Israel.
"Israel akan selalu mengeklaim bahwa syarat-syarat belum terpenuhi karena rencana mereka membutuhkan kelanjutan perang ini, untuk mencaplok tanah dan menghancurkan rakyat," kata Bamya di hadapan Dewan Keamanan PBB.
Bamya menggambarkan serangan Israel yang terus berlanjut sebagai upaya untuk "memusnahkan sebuah bangsa," serta menegaskan bahwa, "14 bulan telah berlalu, dan kita masih memperdebatkan apakah genosida harus dihentikan. Tidak ada pembenaran sama sekali untuk memveto resolusi yang mencoba menghentikan proses ini."
Ia menekankan pentingnya gencatan senjata tanpa syarat, dengan menyatakan bahwa langkah ini diperlukan untuk "menyelamatkan nyawa, semua nyawa," sebagai langkah pertama penyelesaian konflik.
"Resolusi ini bukan pesan berbahaya. Veto inilah yang menjadi pesan berbahaya bagi Israel bahwa mereka dapat terus menjalankan rencananya, rencana yang Anda sendiri tolak," ujarnya.
Bamya berargumen bahwa veto AS, yang memblokir seruan untuk gencatan senjata tanpa syarat, secara efektif mendukung perang yang "membunuh, melukai, meneror, dan menghancurkan sebuah bangsa secara keseluruhan."
"Kapan cukup itu cukup?" tanyanya, seraya menyerukan komunitas internasional untuk mendukung "kehidupan, kebebasan, dan perdamaian," serta menolak pembunuhan warga sipil sebagai alat untuk tujuan politik.
AS memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan pada Rabu sebelumnya, yang menuntut gencatan senjata "segera, tanpa syarat, dan permanen" di Gaza. Resolusi itu juga menyerukan pencegahan kelaparan terhadap rakyat Palestina.
Pada Rabu, AS kembali memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Jalur Gaza. Rancangan resolusi, yang diajukan oleh 10 anggota DK yang dipilih yaitu Aljazair, Ekuador, Guyana, Malta, Mozambik, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia, dan Swiss, mendapat 14 suara.
Selain menuntut gencatan senjata, resolusi itu menegaskan kembali tuntutan pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera, sambil mendesak DK PBB memenuhi tanggung jawabnya dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Resolusi tersebut menyoroti pula krisis kemanusiaan yang memburuk serta menuntut agar penduduk sipil di Jalur Gaza dapat segera dibukakan akses ke layanan dasar dan bantuan kemanusiaan yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka.
Rancangan resolusi DK PBB juga menolak "segala upaya untuk membuat warga Palestina kelaparan" dan menyerukan fasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan secara penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan dalam skala besar ke dan di seluruh Jalur Gaza. Dengan mendesak semua pihak untuk mematuhi hukum humaniter internasional, khususnya mengenai perlindungan warga sipil dan infrastruktur sipil, resolusi tersebut juga menuntut penerapan Resolusi Dewan Keamanan 2735, yang mencakup ketentuan mengenai sandera, tahanan Palestina, dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.
Resolusi tersebut juga meminta laporan dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengenai penerapannya dan penilaian kebutuhan komprehensif untuk Gaza dalam waktu 90 hari. Namun, veto AS menggagalkan diberlakukannya langkah-langkah tersebut.
Menurut Wakil Utusan AS untuk PBB Robert Wood, Washington tidak bisa mendukung gencatan senjata tanpa mensyaratkan pembebasan warga Israel yang disandera oleh kelompok pejuang Palestina, Hamas. Ia menegaskan bahwa perang harus diakhiri dengan pembebasan para sandera.
"Sederhananya, resolusi ini akan mengirimkan pesan yang berbahaya kepada Hamas: Tidak perlu kembali ke meja perundingan," ujar Wood, yang menuding bahwa Hamas menolak kesepakatan gencatan senjata.
AS sebelumnya telah memveto tiga rancangan resolusi DK PBB yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza. AS memveto resolusi pada Oktober 2023, Desember 2023, dan Februari 2024, serta menyatakan abstain dalam pemungutan suara pada rancangan resolusi lainnya.