Mendikdasmen Abdul Mu'ti Janji Umumkan Keputusan Nasib PPDB Zonasi pada Februari 2025
Kemendikdasmen sejauh ini telah melakukan tiga kali pengkajian terkait PPDB zonasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berjanji akan mengumumkan keputusan soal keberlanjutan Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan jalur zonasi pada Februari 2025. Menurut Mendikdasmen Abdul Mu'ti, pihaknya masih melakukan pengkajian.
“Mudah-mudahan pada bulan Februari sudah bisa kami umumkan, sehingga pada tahun ajaran baru 2025-2026 nanti keputusan tersebut dapat kami terapkan,” kata Abdul Mu'ti usai upacara peringatan Hari Guru Nasional 2024 di Jakarta pada Senin.
Ia menerangkan hingga saat ini pihaknya masih belum memutuskan apakah akan melanjutkan PPDB sistem zonasi dengan skema yang tengah berjalan, menghapuskan sama sekali, atau melanjutkannya dengan beberapa revisi berdasarkan hasil kajian. Mu'ti menambahkan sejauh ini pihaknya sudah melakukan tiga kali pengkajian untuk mendengarkan masukan terkait sistem penerimaan peserta didik baru tersebut.
Pertama, ia telah mengundang para kepala Dinas Pendidikan dari seluruh Indonesia. Kemudian kedua, pihaknya juga telah mengundang para pakar untuk ikut memberikan masukan.
Ketiga, ia juga telah meminta masukan dari organisasi-organisasi masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan maupun organisasi profesi. Sementara itu pada Jumat (22/11) Komisi X DPR RI memandang penghapusan sistem zonasi sekolah dalam PPDB harus mempertimbangkan beragam aspirasi, mulai dari masyarakat hingga pemerintah, agar implementasinya benar-benar berdampak positif bagi pendidikan di Indonesia.
"Kami berpandangan sebaiknya kita mendengar pendapat publik dan stakeholder, dengan mengundang para pemangku kepentingan, termasuk Mendikdasmen Abdul Mu'ti, dinas-dinas pendidikan, guru, orang tua siswa, dan pemerhati pendidikan, untuk membahas efektivitas zonasi serta keluhan masyarakat," kata Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian.
Hal tersebut disampaikan Hetifah untuk menanggapi permintaan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka kepada Mendikdasmen Abdul Mu'ti untuk menghilangkan sistem PPDB Zonasi.
"Jika sistem zonasi dianggap tidak efektif diperlukan alternatif yang lebih adil, seperti seleksi berbasis nilai (PPDB jalur prestasi diperkuat) atau dengan tambahan kuota afirmasi bagi siswa dari keluarga tidak mampu (PPDB jalur afirmasi)," ucapnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menekankan pentingnya upaya perbaikan dalam dalam proses PPDB dengan jalur zonasi. Termasuk pencegahan tindakan kecurangan peserta yang dinilai menjadi salah satu persoalan pelaksanaan kebijakan tersebut.
"Kami memberikan masukan bahwa kalau dalam PPDB online zonasi itu ada kendala dan gangguan di sana-sini, maka perlu diperbaiki," kata Heru saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Heru menyoroti praktik menumpang kependudukan pada Kartu Keluarga (KK) orang lain merupakan salah satu tindakan kecurangan yang terjadi selama proses PPDB. Guna mengantisipasi kecurangan tersebut, dia menganjurkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) mengeluarkan peraturan yang mengatur waktu pengajuan perpindahan domisili KK.
"Minimal perpindahan harus setahun. Kalau sudah seperti itu, maka ketika surat pindah yang ada di KK itu baru 6 bulan, baru 7 bulan, itu tidak bisa masuk kategori persyaratan," ujarnya.
Heru juga menyatakan perlunya penerapan PPDB Zonasi berbasis data yang melibatkan kerja sama antara kepala sekolah, Dinas Pendidikan, serta Disdukcapil dalam mendata dan memetakan pembagian wilayah zona dan sekolah.
"Misalnya di Jakarta, kepala sekolah SMP Negeri 1 sampai 293 semuanya input data, dimana titik sentralnya sekolah tersebut terletak, di RT berapa. Kemudian zona prioritas satu itu RT-RT yang mengelilingi sekolah itu, maka RT-RT yang mengelilingi sekolah itu harus diinput masuk data. Setelah input masuk data, kemudian minta tanda tangan sama RT bahwa ini benar," paparnya.