Sara Duterte Ancam Membunuh, Marcos: Saya akan Melawan
Pertikaian politik antara Sara Duterte dan Marcos kian memanas.
REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Ferdinand Marcos pada Senin (25/11) bersumpah untuk melawan apa yang disebutnya sebagai ancaman sembrono dan meresahkan terhadap dirinya. Pernyataan itu merenspon ancaman Wakil Presiden Sara Duterte yang mengatakan Marcos akan dibunuh jika dia sendiri yang terbunuh.
Dalam pesan video yang bernada tegas yang ditujukan kepada negara tersebut, Marcos tidak menyebutkan nama Wakil Presiden Sara Duterte, calon wakil presidennya, namun mengatakan bahwa rencana kriminal seperti itu tidak boleh diabaikan.
Dalam perubahan dramatis pertikaian sengit antara Marcos dan keluarga Duterte, putri mantan Presiden Rodrigo Duterte pada Sabtu mengatakan dia telah menginstruksikan seorang pembunuh untuk membunuh Marcos, istrinya dan ketua Majelis Rendah, jika dia dibunuh.
Sara menjawab pertanyaan saat konferensi pers online tentang apakah dia mengkhawatirkan keselamatannya.
“Pernyataan yang kami dengar pada hari-hari sebelumnya sangat meresahkan,” kata Marcos, Senin, menanggapi Sara. “Ada penggunaan kata-kata kotor dan ancaman secara sembrono untuk membunuh sebagian dari kita.”
“Saya akan melawan mereka,” katanya.
"Jika merencanakan pembunuhan terhadap presiden semudah itu, apalagi bagi warga negara biasa?"
Sara Duterte mengatakan kepada wartawan bahwa dia belum mendengar pernyataan presiden. Tetapi dia mengingat kembali pembunuhan mantan senator Benigno Aquino pada 1983 ditengarai dilakukan oleh keluarga Marcos.
Duterte dalam pengawasan
Pernyataan mengejutkan Sara Duterte adalah serangan terbaru dalam pertikaian sengit yang semakin meningkat sejak runtuhnya aliansi kuat antara dua keluarga kuat mereka.
Ancaman Sarah untuk membunuh Marcos ditengarai terkait juga dengan perintah anggota parlemen yang ingin memindahkan kepala stafnya ke penjara karena diduga menghalangi penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan dana publik oleh wakil presiden. Tuduhan itu telah dibantah Sara.
Menurut seorang pejabat senior departemen kehakiman, wakil presiden tidak memiliki kekebalan dari penuntutan. Sarah akan dipanggil untuk hadir di Biro Investigasi Nasional atas ancaman yang dia buat. Duterte mengaku akan mematuhinya.
"Ini adalah ancaman serius, preseden yang sangat, sangat buruk bagi negara kita jika kita tidak mengambil tindakan hukum terhadap ancaman semacam ini yang datang dari pejabat tinggi," kata Wakil Menteri Kehakiman Jesse Hermogenes Andres pada konferensi pers.
“Rencana terencana untuk membunuh presiden seperti yang dinyatakan oleh orang yang mengaku dalangnya kini akan menghadapi konsekuensi hukum,” kata Andres, seraya menambahkan bahwa Duterte jelas akan mendapat keuntungan jika Marcos dirugikan karena dialah yang akan mengambil alih kursi kepresidenan.
Senada dengan kekhawatiran presiden, Ketua DPR Martin Romualdez mengatakan pernyataan Duterte 'sembrono' dan 'berbahaya'.
“Ini mengirimkan pesan yang mengerikan kepada rakyat kami, sebuah pesan bahwa kekerasan dapat direnungkan oleh mereka yang berkuasa,” kata Romualdez, sepupu Marcos, dalam pidatonya di sesi pleno.
Dalam sebuah pernyataan pada Senin, Dewan Keamanan Nasional menegaskan kembali bahwa keselamatan presiden adalah masalah non-politik.
Marcos mengatakan penting bagi kepentingan pemerintahan yang baik agar pejabat terpilih tidak menghalangi kerja para legislator, dan menambahkan.
Serangan Sara Duterte terhadap Marcos juga terjadi hanya beberapa minggu setelah Rodrigo Duterte menjadi sasaran penyelidikan maraton di DPR dan Senat mengenai ribuan pembunuhan selama 'perang melawan narkoba' yang menentukan masa kepresidenannya pada 2016 hingga 2022.
Selama dengar pendapat tersebut, pemerintahan Marcos untuk kali pertama mengisyaratkan akan bekerja sama dengan upaya internasional untuk menangkap mantan presiden tersebut, yang sedang diselidiki oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atas kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Rodrigo Duterte mengatakan pada sidang bahwa dia bertanggung jawab penuh atas tindakan keras berdarah tersebut dan mendesak ICC untuk 'cepat' melakukan penyelidikan.