Upah Minim: Guru Ngonten, Narik, Sampai Jadi Buruh

Sebanyak 74 persen upah guru honorer di bawah UMR.

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Sejumlah guru honorer menangis ketika doa bersama saat unjuk rasa di Kantor Pemerintahan Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Jumat (26/1/2024).
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Survei yang dilakukan Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) menemukan bahwa upah 74 persen guru honorer berada di bawah upah minimum regional (UMR) tak heran, kebanyakan mengambil pekerjaan sampingan dan berutang untuk menyambung hidup.

Baca Juga


Dalam survei itu ditemukan bahwa sebanyak 74 persen guru honorer/kontrak memiliki penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan. Bahkan 20,5 persen diantaranya masih berpenghasilan di bawah Rp 500 ribu.  Sebagai gambaran rendahnya upah ini, rerata Upah Minimum Provinsi (UMP) di Indonesia pada 2024 ini adalah Rp 3,1 juta. Upah regional tertinggi berada pada angka Rp 5,3 juta sementara terendah Rp 2 juta.

Sedangkan rerata garis kemiskinan per kapita per bulan pada Maret 2024 tercatat sebesar Rp 582.932. Sedangkan garis kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp 2.786.415 per bulan.

"Artinya apa? Tidak lebih baik daripada buruh yang kadang-kadang buruh itu tidak mengandalkan pendidikan," katanya dalam diskusi di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Selasa. “Di daerah dengan biaya hidup terendah sekalipun para guru terutama guru honorer masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.” Survei tersebut dilakukan pada Mei 2024 di 25 provinsi dengan data-data hasil menggunakan metode pengambilan sampel nonsimulasi probabilitas.

Minimnya penghasilan dari pekerjaan utama juga membuat para guru kebanyakan mengambil pekerjaan sampingan. Sebanyak 39,1 persen bekerja sampingan sebagai pengajar bimbingan belajar dan les privat. Sementara 29,3 persen berdagang, 12,8 persen bertani, 4,4 persen buruh, 4 persen konten kreator, 3,1 pengemudi ojek online, 1,3 persen penceramah, 0,8 persen penulis, dan 4,8 persen pekerjaan lainnya.

Bagaimanapun, pekerjaan utama dan tambahan dari pekerjaan sampingan itu juga masih kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini menjadikan berhutang sebagai salah satu jalan untuk menutupi kebutuhan hidup. Tercatat 79,8 persen guru mengaku memiliki utang.

Profil Kesejahteraan Guru - (IDEAS)

Sebanyak 52,6 persen menyatakan berutang pada bank dan BPR, 19,3 persen berutang pada keluarga, 13,7 persen berutang ke koperasi, 8,7 persen berutang ke teman atau tetangga, dan 5,2 persen berutang pada pinjaman online.

Jika utang tak bisa lagi menutupi kebutuhan, barang-barang terpaksa digadaikan. Menurut survei, sebanyak 38,5 persen guru pernah menggadaikan emas, 14 persen menggadaikan surat kendaraan, 13 persen menggadaikan sertifikat rumah/tanah, 4,3 persen menggadaikan mas kawin, 1,7 persen SK PNS, 1,3 menggadaikan telepon genggam, 0,8 persen menggadaikan kamera, dan 10,4 persen menggadaikan barang-barang lainnya.

Ajaibnya, di tengah kondisi itu, sebanyak 93,5 persen guru masih berkeinginan untuk tetap mengabdi dan memberikan ilmu sebagai pendidik sampai tibanya masa pensiun.

 

Menurut laporan IDEAS, menyelamatkan guru honorer melalui pengangkatan menjadi pegawai ASN khususnya PPPK merupakan kebijakan yang menggembirakan walau lingkupnya masih parsial untuk kebutuhan sekolah-sekolah negeri, dan sifatnya hanya sementara atau jangka pendek. 

Selain belum bisa menjangkau semua kalangan, melalui proses seleksi dan tes, tidak akan semua guru tidak tetap, terutama di sekolah-sekolah swasta, bisa mendapatkan jaminan atau kepastian untuk mendapatkan hak status ASN. Jangka waktu kontrak sebagai PPPK yang hanya satu sampai lima tahun juga bukanlah solusi jangka panjang buat para guru honorer. Pemberian kesempatan untuk menjadi PPPK Paruh Waktu bagi pelamar PPPK yang belum lolos juga belum memberikan harapan pasti untuk para guru honorer.

Membuka kesempatan para guru honorer untuk mendapat tambahan pendapatan melalui TPG (Tunjangan Profesi Guru) bagi guru-guru yang telah tersertifikasi juga belum menjadi solusi yang cepat. Selain karena keterbatasan anggaran, kuota pembukaan sertifikasi melalui proses PPG atau Pendidikan Profesi Guru yang sangat terbatas, membuat antriannya menjadi sangat panjang. Bahkan antrian PPG bagi guru-guru madrasah bisa lebih panjang dari antrian haji.

Berdasarkan acuan anggaran tahun 2025, menurut IDEAS target untuk mensejahterakan semua guru, khususnya guru honorer, masih jauh dari harapan. Dari sebanyak 2,06 juta guru honorer atau tidak tetap, sebagiannya masih akan terancam belum bisa keluar dari jeratan upah murah dan ketidakpastian akan status kepegawaiannya di sekolah. 

Timpangnya Gaji Guru Honorer - (Republika)

IDEAS menilai, data guru yang akurat menjadi kunci utama dalam mengembangkan pendekatan penyelesaian permasalahan kesejahteraan guru. Dalam merumuskan strategi jangka panjang, keberadaan data baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan juga cepat.

Menurut IDEAS, strategi jangka pendek yang bisa ditempuh baik oleh pemerintah pusat maupun daerah adalah menjadikan daerah DKI Jakarta sebagai rujukan. Komisi E DPRD DKI Jakarta bersama Dinas Pendidikan akhirnya menyepakati tahun 2024 akan mengangkat seluruh guru honorer yang berjumlah 2.704 menjadi guru berstatus kontrak kerja individu (KKI). 

Pada akhirnya pengangkatan honorer harus diangkat sebagai pegawai ASN harus menjadi prioritas utama. “Seiring dengan proses meningkatkan kesejahteraan guru pemerintahan honorer secara keseluruhan, perlu adanya pendampingan sebagai bentuk yang bertujuan untuk peningkatan kapasitas diri dan komitmen menjaga semangat mereka untuk menjadi pendidik yang bernegara, profesional.”

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler