Terungkap Fakta Mencengangkan Seputar Judol di Kalangan Pelajar dan Mahasiswa
Publikasi terbaru The Lancet, judol juga mengancam kesehatan mental generasi muda.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Judi online (judol) telah menjerat berbagai kalangan dan kelompok umur termasuk anak muda. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan fakta mencengangkan terkait perputaran uang judol yang didominasi oleh anak muda, yang hingga 80 persennya tercatat berasal dari kelompok pelajar dan mahasiswa, dengan transaksi rata-rata di bawah Rp100 ribu per hari.
“Mereka rata-rata bertransaksi kecil, di bawah Rp100 ribu, tetapi jika dikalikan jumlah pemain yang begitu besar, dampaknya sangat signifikan,” kata Koordinator Kelompok Humas PPATK Natsir Kongah secara daring, Sabtu (30/11/2024).
Kelompok pelajar dan mahasiswa dinilai sangat rentan terjerat judol, terlebih berdasarkan data yang dihimpun PPATK, hampir satu juta anak muda terlibat dalam aktivitas terlarang tersebut. Transaksi kecil yang dilakukan secara rutin justru menjadi ancaman serius bagi kesejahteraan ekonomi dan masa depan generasi muda. Meski nominalnya kecil, PPATK menyoroti dampak besar judi online terhadap kondisi ekonomi keluarga pelaku, karena banyak yang menggunakan hingga 70 persen dari penghasilan harian mereka untuk bermain judi.
“Jadi lebih banyak penghasilan yang didapatkan itu digunakan untuk bermain judi online. Dan ini akan sangat berbahaya ya, berbahaya buat kondisi ekonomi, buat kesejahteraan masyarakat kita,” kata Natsir.
Natsir menjelaskan perputaran uang judol di 2024 diperkirakan dapat mencapai Rp900 triliun, jika langkah pencegahan tidak diperkuat. Namun, PPATK berharap koordinasi dengan berbagai pihak, seperti Polri, OJK, industri perbankan, dan penyedia dompet digital, dapat menekan angka tersebut hingga separuhnya.
Meskipun judol terus menjadi masalah besar, PPATK mencatat tren penurunan pada 2024 berkat kolaborasi lintas sektor. Namun, sejarah menunjukkan lonjakan signifikan sejak 2017, di mana perputaran uang judi online meningkat dari Rp2 triliun pada 2017 menjadi Rp15,7 triliun pada 2020, dan mencapai Rp327 triliun pada 2023.
Di sisi lain, PPATK juga mengapresiasi dukungan industri perbankan dan penyedia e-wallet dalam menekan aktivitas judi online, lantaran beberapa platform populer seperti Dana dan Gopay telah meningkatkan pengawasan untuk membatasi transaksi mencurigakan.
“Kami terus mempersempit ruang gerak pelaku judi online, terutama untuk melindungi generasi muda. Ini adalah tanggung jawab bersama,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, Nael Sumampouw mengungkapkan bahwa judi online kini menjadi isu kesehatan global yang serius, setara dengan penyalahgunaan narkoba dan alkohol. Hal tersebut merujuk pada publikasi terbaru The Lancet yang menyoroti dampak judi online terhadap kesehatan mental individu, khususnya generasi muda.
“Judi online tidak hanya menjadi masalah di Indonesia, tetapi juga isu global. Cara masuknya yang melalui permainan seperti game membuat anak muda lebih rentan, terutama mereka yang mencari pelarian dari stres atau kesulitan hidup,” kata Nael secara daring, Sabtu.
Menurut Nael, sifat judi online yang mudah diakses, tanpa sanksi sosial, dan menyamar sebagai aktivitas normatif membuatnya semakin berbahaya. Para pengguna bisa bermain dari rumah, tanpa diketahui lingkungan sekitar, dengan kemungkinan awal pemain diberi kemenangan kecil, hingga akhirnya terjerat dalam adiksi melalui mekanisme psikologis seperti ‘gambler’s fallacy’.
Ia juga menyoroti bahwa faktor lingkungan dan psikologis, seperti kurangnya dukungan sosial, pengangguran, dan rendahnya keterampilan, membuat anak muda lebih mudah masuk dalam jerat ini. Kondisi itu diperparah dengan maraknya pinjaman online yang sering digunakan untuk mendukung kebiasaan berjudi. Dampak terburuk dari adiksi judi online, menurut Nael, adalah munculnya ‘learned helplessness’, atau perasaan tidak berdaya.
“Ketika usaha tidak membuahkan hasil, anak muda mulai kehilangan harapan dan tidak melihat hubungan antara usaha dan hasil. Ini mematikan potensi, kreativitas, bahkan bisa membawa mereka pada keputusasaan yang ekstrem,” ungkapnya.
Nael menambahkan, ketidakberdayaan ini dapat menghantui anak muda dari berbagai latar belakang, dan bagi mereka yang tidak memiliki dukungan sosial atau sumber daya diri yang memadai, perasaan ini bisa berujung pada pemikiran ekstrem, seperti merasa hidup tidak lagi berarti. Oleh karena itu, kepedulian sosial dalam menghadapi masalah ini dianggap penting, keluarga dan lingkungan terdekat harus hadir memberikan dukungan agar yang bersangkutan dapat keluar dari jerat judol.
Ia juga menyerukan agar negara hadir lebih proaktif, misalnya menyediakan layanan rehabilitasi yang mudah diakses di puskesmas atau lembaga lain. Dengan kombinasi dukungan keluarga dan langkah preventif dari negara, Nael optimistis dampak negatif judi online terhadap generasi muda dapat diminimalkan.
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan menyebutkan pemerintah ke depannya akan lebih agresif dalam memblokir situs judol. Selain itu ia menegaskan akan mulai melacak aliran dana dan penindakan hukum.
Budi menyebutkan secara teknis memang mudah memblokir situs judol. Namun, dari hasil evaluasi banyak operator judol yang melakukan domain switching untuk mengganti situsnya.
"Dari sisi teknis memang mudah, nampak sangat mudah untuk identifikasi untuk melakukan pemblokiran terhadap situs judi online," katanya, Kamis (21/22/2024).
"Namun dari evaluasi kita bahwa kemudian banyak operator yang melakukan domain switching artinya mereka dengan mudah mengganti domain yang diblokir sehingga selanjutnya langkah kedepannya pemblokiran akan dilakukan lebih agresif," kata Budi.
Selain itu, pihaknya juga tengah berusaha untuk berkoordinasi dengan lintas negara agar mempermudah penegakan hukum terhadap bandar judol. Selain penegakan hukum hal tersebut juga berguna untuk melacak aliran dana serta aktivitas pencucian uang.
"Desk gabungan akan terus melakukan penegakan hukum dan penelusuran aliran dana judi online. Kita upayakan koordinasi hukum lintas negara dengan menyasar aktivitas pencucian uang untuk mempermudah penindakan," katanya.
Budi menyebutkan perputaran uang judol di Indonesia mencapai sekitar Rp900 triliun rupiah. Menurutnya kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan hingga darurat.
"Bapak presiden beberapa kesempatan telah menyampaikan perputaran judol di Indonesia telah mencapai kurang lebih 900 triliun rupiah di tahun 2024," katanya.
Pihaknya juga mengatakan hingga kini sudah ada sekitar 8,8 juta masyarakat yang bermain main judol. Mirisnya, 80 ribu diantaranya adalah anak anak menjadi korbannya.
"Pemainnya kurang lebih 8,8 juta masyarakat indonesia. Mayoritas para pemain kelas menengah ke bawah. (Di antaranya) 97 ribu anggota TNI polri dan 1,9 juta pegawai swasta yang bermain judi online, 80 ribu judi online di bawah 10 tahun," katanya.