PM Suriah Al Jalali Sebut Janji Kelompok Pembebasan untuk Seluruh Warga
Di saat Assad kabur, PM Al Jalali justru menetap untuk transisi pemerintahan Suriah.
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perdana Menteri Suriah Mohammad Ghazi Al-Jalali pada Ahad menyatakan bahwa Suriah telah memulai "era baru" dalam sejarah negaranya menyusul eskalasi perang saudara yang mencapai Damaskus.
Al-Jalali menyatakan bahwa pihaknya juga telah menjalin komunikasi dengan kelompok oposisi yang telah memasuki Ibu Kota Suriah.
"Era baru telah dimulai dalam sejarah Suriah. Kami harap sebuah era pluralisme akan tiba," ucap PM Suriah kepada televisi Arab Saudi Al-Arabiya melalui saluran telepon.
Ia menyatakan, pemimpin kelompok oposisi Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) yang berkomunikasi dengan pihaknya berjanji tak akan ada pengekangan terhadap masyarakat di Damaskus.
Al-Jalali turut menyatakan bahwa dirinya dan 18 menteri kabinet Suriah lainnya telah membuat keputusan teguh untuk tetap bertahan di Damaskus dan tidak akan melarikan diri ke negara lain.
"Rakyat Suriah, saya ada di rumah dan saya tak berniat meninggalkannya kecuali dengan cara-cara damai," kata PM Suriah sebagaimana dikutip Al-Arabiya.
Al-Jalali menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan "siapapun pemerintah baru yang dipilih oleh rakyat Suriah".
Ia juga disebut meminta warga Suriah untuk tidak merusak properti negara.
Detik-detik kejatuhan rezim Assad
Pertempuran antara pasukan rezim dengan kelompok oposisi kembali pecah pada 27 November lalu yang dimulai di kawasan pedesaan di barat Aleppo, sebuah kota besar di Suriah utara. Pada 30 November, kelompok oposisi berhasil merebut pusat kota Aleppo dan menguasai keseluruhan Provinsi Idlib. Mereka pun merebut pusat kota Hama dari rezim pada 5 Desember.
Kelompok oposisi turut merebut sejumlah permukiman di titik-titik strategis di provinsi Homs yang menjadi gerbang masuk ke Damaskus, sehingga semakin memacu upaya mereka maju ke ibu kota Suriah. Pada Jumat (6/12), pasukan oposisi merebut kawasan Daraa di Suriah selatan dekat perbatasan dengan Yordania. Mereka terus merebut kendali di Provinsi Suwayda di Suriah selatan pada Sabtu, sementara kelompok oposisi setempat turut merebut kendali di Quneitra pada hari yang sama.
Kelompok oposisi anti-rezim Assad memasuki Damaskus dari sisi selatan ibu kota Suriah itu pada Sabtu. Pasukan militer pemerintah kemudian menarik diri dari kompleks kementerian pertahanan, kementerian dalam negeri, dan bandara internasional Damaskus.
Kota tersebut pun takluk pada pasukan oposisi pada Ahad, usai pasukan rezim Al-Assad kehilangan kendali atas keseluruhan kota. Sementara itu, Pasukan Nasional Suriah (SNA), kelompok oposisi lainnya, meluncurkan operasi militer melawan kelompok Kurdi PKK/YPG, yang oleh Turki dianggap sebagai organisasi teroris, pada 1 Desember, dan merebut kota Tel Rifaat.
Harus jamin perlindungan warga
Pemerintah Indonesia memantau secara saksama perkembangan situasi di Suriah pasca tumbangnya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad. Indonesia menyerukan agar warga sipil di sana dilindungi.
"Indonesia menyerukan kepada semua pihak untuk menjamin perlindungan warga sipil sesuai dengan hukum internasional, terutama Hukum Humaniter Internasional dan Hukum HAM Internasional," tulis Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI lewat akun X resminya, Ahad (8/12/2024) malam.
Kemlu RI mengatakan, krisis di Suriah hanya dapat diselesaikan melalui suatu proses transisi yang inklusif, demokratis, dan damai. Proses itu pun harus mengedepankan kepentingan dan keselamatan rakyat Suriah serta tetap menjaga kedaulatan, kemerdekaan, dan keutuhan wilayah negara tersebut.
"KBRI Damaskus telah mengambil semua langkah yang dipandang perlu untuk memastikan keselamatan WNI, termasuk mempersiapkan kemungkinan evakuasi ke tempat yang lebih aman, jika situasi keamanan memburuk," kata Kemlu RI.
Menurut Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI Judha Nugraha, saat ini KBRI Damaskus sudah menetapkan status Siaga 1 untuk seluruh Suriah. Sebelumnya Siaga 1 hanya diterapkan di beberapa wikayah di Suriah, seperti Aleppo dan Hama.
Judha mengatakan, menindaklanjuti penetapan Siaga 1 pada Sabtu (7/12/2024), Kemlu RI dan KBRI Damaskus telah melaksanakan pertemuan virtual dengan para WNI di Suriah. "Tujuan pertemuan adalah memberikan briefing situasi keamanan terakhir dan briefing langkah langkah kontingensi, termasuk evakuasi. Sebelumnya imbauan kepada para WNI juga dilalukan secara rutin," ucap Judha dalam keterangannya pada Ahad.
Dia menambahkan, jumlah WNI di Suriah berdasarkan data statistik Imigrasi Suriah berjumlah 1.162 orang. Mereka tersebar di berbagai provinsi. "Mayoritas menetap di Damaskus dan terbanyak adalah pekerja migran," katanya.
Menurut Judha, saat ini situasi di Suriah masih sangat dinamis. "Kemlu, KBRI Damaskus serta Perwakilan RI di Timur Tengah terus memonitor dari dekat situasi keamanan yang terjadi di Suriah," ujarnya.
Pada Ahad lalu, pasukan oposisi bersenjata Suriah menyatakan telah menguasai Damaskus. Mereka pun mengumumkan bahwa rezim Bashar al-Assad telah berakhir. Assad dikabarkan telah meninggalkan Suriah menggunakan sebuah pesawat. Namun keberadaannya hingga kini belum diketahui.
Konflik sipil Suriah telah berlangsung sejak 2011. Perang di sana dilaporkan sudah menelan lebih dari 500 ribu korban jiwa dan memaksa hampir 7 juta warga mengungsi ke berbagai daerah di dunia, termasuk Eropa.