Pernah Rasakan Sakitnya Dijajah, Presiden Afsel: Perang Israel di Gaza Harus Berakhir
Ramaphosa menegaskan, dunia tidak bisa menutup mata terhadap ketidakadilan ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG — Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyatakan bahwa perang barbar Israel terhadap rakyat Gaza harus segera diakhiri.
"Sebagai bangsa, kami sangat memahami rasa sakit akibat tanah kami dijajah dan rakyat kami ditindas. Afrika Selatan dan Aljazair berdiri teguh mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri," ujar Ramaphosa.
Presiden Afrika Selatan menyatakan hal itu dalam pidatonya kepada parlemen Aljazair dalam kunjungan kerja pada Jumat (6/12), sebagaimana dikutip dari transkrip yang dirilis pemerintah dan diterima Anadolu pada akhir pekan.
Ia menambahkan, pembunuhan terhadap perempuan, anak-anak, dan warga sipil yang tidak terlibat; pemboman terhadap rumah, sekolah, dan rumah sakit; serta penolakan bantuan kemanusiaan adalah noda pada hati nurani dunia. Ramaphosa menegaskan, “Kita tidak bisa menutup mata terhadap ketidakadilan ini.”
Afrika Selatan telah mengajukan gugatan genosida terhadap Israel di mahkamah Den Haag pada akhir 2023. Dalam gugatan tersebut, Israel dituduh gagal memenuhi komitmennya berdasarkan Konvensi Genosida 1948, menyusul serangan tanpa henti terhadap Gaza sejak Oktober tahun lalu.
Sejumlah negara, termasuk Turki, Nikaragua, Palestina, Spanyol, Meksiko, Libya, dan Kolombia, turut bergabung dalam kasus ini di Mahkamah Internasional (ICJ), yang mulai mengadakan sidang publik pada Januari.
Ramaphosa menekankan bahwa dunia memiliki tanggung jawab untuk mengakhiri genosida ini.“Israel harus bertanggung jawab atas kejahatannya terhadap rakyat Gaza,” tegasnya.
Sahara Barat
Ramaphosa juga menyatakan bahwa Aljazair dan Afrika Selatan harus tetap teguh mendukung hak rakyat Sahara Barat untuk menentukan nasib sendiri.
“Kami mengapresiasi Aljazair atas dukungannya yang tak tergoyahkan terhadap perjuangan rakyat Sahara Barat dalam menentukan masa depan mereka,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa mereka harus mengingatkan komunitas internasional tentang tanggung jawabnya terhadap rakyat Sahara Barat.
Sebagai negara pertama di Afrika yang memimpin G20, Ramaphosa menyatakan pentingnya membangun tatanan dunia baru yang didasarkan pada keadilan, kesetaraan, dan inklusivitas.
Ia kembali menyerukan reformasi Dewan Keamanan PBB agar lebih representatif dan akuntabel."Seperti Afrika Selatan dan Aljazair, kita harus bersatu menyerukan transformasi sistem pemerintahan global," tegasnya.
Ramaphosa juga menyatakan bahwa sistem ini harus melayani kepentingan semua negara dan rakyatnya, serta memberikan dukungan yang konsisten kepada mereka yang rentan dan terpinggirkan di mana saja.
“Kita harus membela warga sipil tak bersalah yang terjebak dalam perang dan konflik,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya persatuan Afrika untuk mempercepat pembangunan sosial dan ekonomi demi mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB dan Agenda 2063 benua Afrika.