Enam Konsekuensi Murtad

Di antara vonis murtad adalah gugurnya amal.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Amalan terhindari dari perbuatan murtad. Ilustrasi
Rep: Fuji Eka Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Seseorang yang telah memeluk agama Islam dan beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya kemudian beralih keyakinan ke agama lain, disebut murtad. Dalam Islam, murtad disebut sebagai kejahatan besar yang berat hukumannya.

Baca Juga


Dalam laman Rumah Fiqih, KH Ahmad Sarwat Lc menjelaskan enam konsekuensi yang ditanggung orang yang murtad. Ia menjelaskan bahwa di antara vonis murtad adalah gugurnya amal, haramnya menggauli istri, haramnya pernikahan serta gugurnya hak waris. 

Namun dari semua itu, yang paling berat adalah vonis murtad dari pengadilan atau mahkamah syar'iyah adalah halalnya darah orang yang murtad, alias hukuman mati.

1. Gugur Amal Sebelumnya

Seorang Muslim yang murtad dan keluar dari agama Islam, maka gugurlah amal-amal yang pernah dilakukan sebelumnya. Dasarnya adalah firman Allah SWT.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيْهِۗ  قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌ ۗ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَكُفْرٌۢ بِهٖ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاِخْرَاجُ اَهْلِهٖ مِنْهُ اَكْبَرُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّٰى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا ۗ وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ 

Siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, sia-sialah amal mereka di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah Ayat 217)

Al-Alusy dalam kitab tafsirnya, Ruhul Ma'ani, menyebutkan bahwa makna hubuth di dalam ayat di atas adalah fasad atau rusak.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ࣖ 

Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. (QS Al-Ma'idah Ayat 5)

An-Naisaburi menyebutkan orang yang murtad datang dengan amal yang tidak ada faidahnya, justru yang dibawa adalah madharat. Artinya, amal-amal yang dibawanya nanti di akhirat dianggap sah secara syariah.

Mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa yang dimaksud dengan terhapusnya amalan orang yang murtad adalah hilangnya pahala. Sedangkan amalnya dianggap masih ada.

Sedangkan mazhab Asy-Syafi'iyah memandang bahwa hilangnya amal orang murtad itu hanya apabila dia telah wafat. Sedangkan bila masih hidup, amal-amalnya tidak hilang. Dasarnya adalah firman Allah SWT yang menyebutkan bahwa orang itu mati.

Siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, sia-sialah amal mereka di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah Ayat 217)

Jika orang murtad itu bertaubat, dia hanya kehilangan pahala amalnya saja, sedangkan amalnya sendiri dianggap sudah sah, sehingga tidak perlu diulangi lagi.

Para ulama mengatakan jika seorang sudah pernah mengerjakan ibadah haji dalam Islam, lalu murtad dan kembali lagi masuk Islam, maka ibadah haji yang pernah dikerjakannya menjadi gugur, seolah-olah dia belum pernah mengerjakannya. Oleh karena itu ada kewajiban untuk mengulangi ibadah haji.

2. Haram Menggauli Istri

Seseorang yang murtad keluar dari agama Islam, maka jika dia punya istri atau suami, secara otomatis menjadi haram untuk melakukan hubungan suami istri. Hal itu karena Islam mengharamkan terjadinya pernikahan antara Muslim dan kafir.

Mazhab Al-Hanafiyah mengatakan jika salah satu pasangan murtad dari agama Islam, maka status pernikahan mereka menjadi fasakh (dibatalkan) tetapi bukan perceraian.

Mazhab Al-Malikiyah memandang bahwa bila salah satu pasangan suami istri murtad, maka statusnya adalah talak bain. Konsekuensinya, mereka diharamkan menjalankan kehidupan rumah tangga sebagaimana layaknya suami istri. Bila yang murtad itu kembali lagi memeluk agama Islam dengan bersyahadat, maka mereka harus menikah ulang dari awal.

Mazhab Asy-Syafi’iyah menyebutkan bahwa bila salah satu pasangan murtad, maka belum terjadi furqah di antara mereka berdua kecuali setelah lewat masa iddah. Bila pada masa iddah itu, si murtad kembali memeluk Islam, mereka masih tetap berstatus suami istri.

Namun bila sampai lewat masa iddah sementar si murtad tetap dalam kemurtadannya, maka hukum pernikahan di antara mereka bukan cerai tetapi fasakh.

 

3. Haram Menikah Dengan Siapapun

Pasangan suami istri bila salah satunya murtad, maka terlepaslah ikatan pernikahan di antara mereka berdua. Tetapi bila orang yang murtad ini belum menikah, maka para ulama sepakat bahwa haram hukumnya untuk menikah, baik dengan pasangan Muslim atau pun pasangan yang beragam lain, atau pun dengan pasangan yang sama-sama murtad.

Hal itu karena orang yang murtad itu statusnya tidak beragama. Di sini ada perbedaan mendasar antara murtad dan pindah agama. Murtad itu sebatas divonis keluar dari agama Islam, namun tidak lantas memeluk agama yang lain. Jadi status orang murtad itu tidak memeluk agama Islam dan juga tidak memeluk agama selain Islam, dia adalah orang yang statusnya tanpa agama.

4. Gugurnya Hak Waris

Jumhur ulama, diantaranya Al-Imam Malik, Al-Imam Asy-Syafi'i dan Al-Imam Ahmad bin Hanbal sepakat bahwa oang yang murtad dan keluar dari agama Islam, maka haknya seorang ahli waris gugur dengan sendirinya. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW.

لاَ يَرِثُ المُسْلِمُ الكَافِرَ وَلاَ الكَافِرُ المُسْلِمَ

Tidaklah berhak seorang Muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi Muslim. (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Namun sebagian ulama yang mengaku bersandar pada pendapat Mu'adz bin Jabal Radhiayllahuanhu mengatakan bahwa seorang Muslim boleh mewarisi harta dari pewaris orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah "Islam itu unggul dan tidak ada yang mengunggulinya."

Sedangkan menurut mazhab Al-Hanafiyah, seorang Muslim dapat saja mewarisi harta kerabatnya yang murtad. Bahkan kalangan ulama mazhab Hanafi sepakat mengatakan bahwa seluruh harta peninggalan orang murtad diwariskan kepada kerabatnya yang Muslim. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, dan lainnya.

5. Hukuman Mati

Seluruh ulama sepakat bahwa hukuman buat orang yang murtad adalah hukuman mati atau dibunuh. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW dalam hadits-hadits berikut ini:

لاَ يَحِلُّ دَمٍ امٍرَئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنّيِ رَسُولُ اللهِ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ المُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

Dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Aku (Muhammad) utusan Allah, kecuali dengan salah satu dari tiga sebab; nyawa dengan nyawa (qishash), tsayyib (orang sudah menikah) yang berzina, dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah (umat Islam)." (HR Imam Bukhari)

مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ

Orang yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia (HR Imam Bukhari)

6. Konsekuensi Hukuman Mati

Selain dihukum mati dengan cara dibunuh, ada konsekuensi lainnya.

Pertama, Jenazahnya Tidak Dimandikan

Para ulama sepakat bahwa jenazah orang yang murtad dan dihukum mati tidak perlu dimandikan secara syar'i, karena statusnya sudah bukan Muslim lagi. Padahal kewajiban memandikan jenazah hanya berlaku pada jenazah Muslim.

Kedua, Jenazahnya Tidak Disholatkan

Para ulama juga menyepakati haramnya mensholati jenazah orang yang murtad dan dihukum mati. Karena jenazah orang yang murtad sama kedudukannya dengan jenazah orang kafir yang tidak boleh disholatkan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَلَا تُصَلِّ عَلٰٓى اَحَدٍ مِّنْهُمْ مَّاتَ اَبَدًا وَّلَا تَقُمْ عَلٰى قَبْرِهٖۗ اِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَمَاتُوْا وَهُمْ فٰسِقُوْنَ 

Janganlah engkau (Nabi Muhammad) melaksanakan sholat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik) selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (berdoa) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. (QS At-Taubah Ayat 84)

Ketiga, Jenazahnya Tidak Dikuburkan di Kuburan Muslim

Para ulama juga sepakat bahwa jenazah orang yang murtad dan dihukum mati tidak boleh dikuburkan di pekuburan orang-orang Islam. Wallahu a'lam bishshawab.

Demikian enam konsekuensi yang ditanggung orang yang murtad.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler