Menag: Jangan Reaktif, Sertifikasi Mubaligh Harus Dikaji Komprehensif
Berbicara tentang dakwah, tidak hanya terkait pendakwah (sertifikasi mubaligh).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyatakan ide sertifikasi mubaligh/pendakwah/dai yang berkembang belakangan ini merupakan ide yang sudah bergulir sejak lama, namun harus dikaji secara komprehensif dan tidak reaktif.
"Kita tidak bisa juga reaktif ketika ada masalah langsung sertifikasi dan lainnya. Itu namanya reaktif. Apakah itu menyelesaikan persoalan? Apakah nanti tidak menimbulkan persoalan baru?" ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
Nasaruddin sependapat dengan pandangan sejumlah kalangan, termasuk DPR bahwa kompetensi dalam dakwah sangat penting. Apabila berbicara tentang dakwah, maka itu tidak hanya terkait pendakwah (sertifikasi mubaligh).
Dia mengatakan paling tidak ada lima hal yang harus diperhatikan dalam dakwah, yaitu materi dakwah, metode dakwah, media dakwah, objek dakwah, dan ada pendakwah.
"Jadi mubaligh hanya satu di antara lima faktor. Tidak mungkin bisa selesai persoalan, kalau hanya menyelesaikan satu faktor, harus komprehensif," katanya.
"Siapa pendakwahnya? Siapa yang akan didakwahi? Bagaimana metodenya? Apa materinya? Dan media apa yang digunakan untuk berdakwah? Jadi komprehensif," ujarnya.
Nasaruddin menilai kelima unsur dakwah ini harus digarap secara profesional, bukan hanya satu tentang sertifikasi. Sekalipun ada sertifikasi, tapi jika materi dan media dakwahnya tidak diatur, audiensnya yang akan mendengarkan juga tidak terpolakan. Selain itu, alat-alat yang digunakan untuk menyampaikan dakwah juga tidak teratur, maka tidak berkontribusi aktif.
"Kita ingin komprehensif. Ini yang menurut hemat saya itu yang profesional. Bukanlah suatu gagasan profesional itu berkonsentrasi hanya pada satu unsur, tapi unsur lainnya tidak. Ini agak sedikit lebih sistematis, komprehensif," kata Nasaruddin.