MK Hapus Presidential Threshold, Ini Kata Petinggi PSI Terkait Siapa yang Diusung di 2029
MK mengabulkan permohonan menghapus ambang batas pencalonan presiden.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Solidaritas Indonesia (PSI) belum memutuskan akan memajukan sendiri kadernya atau tidak di Pilpres 2029. PSI tetap akan berkomunikasi dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Hal itu dikatakan PSI menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold.
"Sikap final PSI terkait keputusan ini tergantung dengan komunikasi dan koordinasi sesama partai KIM yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto," kata Wakil Ketua Umum DPP PSI Andy Budiman kepada Republika, Jumat (3/1/2025).
Walau demikian, Andy menyebut partainya tetap menghormati putusan MK. Andy tetap menghargai MK sebagai lembaga yang berhak memutuskan apakah suatu Undang-Undang bertentangan atau tidak dengan UUD 1945.
"PSI menghormati putusan MK tersebut sebagai lembaga yang terhormat dalam menjaga hak konstitusional warga negara," kata Andy.
Sebelumnya, MK menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold. Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar Kamis 2 Januari 2025.
Putusan ini memungkinkan seluruh partai politik peserta Pemilu 2029 mengusung calon presiden dan wakil presiden tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lainnya. MK dalam pertimbangan hukumnya mengatakan Pasal 222 UU 7/2017 tak hanya dinilai bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
Berdasarkan putusan MK tersebut, pergeseran pendirian tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
Menteri Koordinator (Menko) Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan ketentuan Pasal 222 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Isi pasal itu mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.
"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir. Putusan itu bersifat final dan mengikat (final and binding)," kata Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Yusril menegaskan, semua pihak termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK. Pemerintah menyadari permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan.
Yusril menyebut pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu itu. "Namun apapun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormati dan tidak dapat mengomentari, karena semua itu adalah kewenangan MK yang bersumber dari UUD 45," ucap Yusril.
Setelah adanya tiga Putusan MK Nomor 87, 121, dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden itu, maka pemerintah akan membahas implikasinya terhadap pelaksanaan Pilpres 2029.
"Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, maka pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR," ujar Yusril.
Yusril mengeklaim, pemerintah akan melibatkan berbagai pihak dalam pembahasan dampak putusan MK itu. "Semua stakeholders termasuk KPU dan Bawaslu, akademisi, pegiat pemilu, dan masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya," ujar Yusril.