Santri Tewas Diduga Dikeroyok Senior, Polresta Banyuwangi Tetapkan Enam Tersangka

Guntur mengaku akan melakukan pencegahan agar kejadian serupa tak terjadi lagi.

ngapak.com
Pengeroyokan (ilustrasi)
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI — Kasus tewasnya seorang santri di sebuah pondok pesantren asal Banyuwangi, Jawa Timur, memulai babak baru. Santri  berinisial AR (14 tahun), warga Kabupaten Buleleng, Bali, itu meninggal dunia setelah dirawat selama enam hari di RSUD Blambangan.

Baca Juga


Dilaporkan Antara, kasus dugaan pengeroyokan tersebut berujung pada penetapan tersangka. Polresta Banyuwangi memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku. Polisi telah menetapkan enam orang tersangka yang merupakan senior korban, mereka adalah HR (17), IJ (18), MR (19), S (18), WA (15), dan Z (18).

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, menanggung seluruh biaya perawatan seorang santri yang dirawat di rumah sakit milik pemerintah daerah setempat setelah menjadi korban pengeroyokan yang dilakukan sejumlah santri seniornya.

"Kami akan membantu sepenuhnya terhadap biaya perawatan dan pengobatan selama di rumah sakit hingga jenazah dipulangkan," kata Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuwangi Guntur Priambodo saat mengunjungi korban dan keluarganya di RSUD Blambangan, Banyuwangi, Kamis (2/1/2025).

Ciri khas santri yang belajar di pesantren - (Republika)

Guntur turut datang ke RSUD Blambangan untuk menemui keluarga korban usai menerima informasi bahwa korban meninggal dunia. Dia juga menyerahkan santunan kepada keluarganya.

Guntur memastikan Pemkab Banyuwangi akan menanggung seluruh biaya perawatan korban selama di rumah sakit karena korban diketahui masuk ke rumah sakit sebagai pasien mandiri.

Selain pembiayaan selama di rumah sakit, kata Guntur, Pemkab Banyuwangi juga akan menanggung biaya pemulangan jenazah hingga ke kampung halamannya di Buleleng (Bali).

Guntur mengaku akan melakukan langkah-langkah agar kejadian serupa tak terulang kembali, terutama di lingkungan pendidikan, baik pondok pesantren maupun sekolah.

"Kami akan secara masif menyampaikan edukasi ke lembaga-lembaga pendidikan, ke pesantren-pesantren, sekolah-sekolah, agar hal semacam ini tidak terjadi lagi. Ini menjadi PR kami bersama termasuk orang tua juga," ujarnya.

Kasus kekerasan lain yang menimpa pelajar kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah berinisial DCN (7) yang masih duduk dibangku kelas 1  terjadi di perkebunan tak jauh dari rumah korban di Desa Kalibarumanis, Kecamatan Kalibaru, Banyuwangi, pada Rabu, 13 November 2024. Korban ditemukan dengan kondisi luka lebam di bagian kepala belakang.

DCN diduga menjadi korban kekerasan seksual (rudapaksa) dan pembunuhan. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi memandang pentingnya sinergi semua pihak dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak yang berujung pembunuhan korban di Banyuwangi, Jawa Timur.

"Kami berharap seluruh proses dapat berjalan dengan baik sehingga kebenaran dapat terungkap dan keadilan ditegakkan. Kepentingan terbaik anak tetap menjadi prinsip utama dalam penanganan kasus ini," kata Arifah Fauzi dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Arifah Choiri Fauzi. - (Dok. ANTARA/HO-BNPT)

Pihaknya memberikan perhatian khusus terhadap kasus ini karena melibatkan anak sebagai korban dan terduga pelaku, dengan situasi yang kompleks, serta tantangan teknis dalam penyelidikan.

Menteri menekankan pentingnya memastikan korban, keluarga korban, dan terduga pelaku yang diduga masih anak mendapat pendampingan optimal dari aspek psikologis, sosial, dan hukum.

Pihaknya juga menyoroti perlunya proses hukum yang melibatkan ahli serta memperhatikan kondisi khusus pelaku sebagai anak dan penyandang disabilitas.

Dalam kasus ini, kepolisian masih mendalami terduga pelaku apakah melakukan sendiri atau dengan bantuan atau bersama orang lain.

Terduga pelaku diduga terpapar konten pornografi yang salah satunya diduga diberikan oleh tetangga, serta diduga juga mengalami keterbatasan fisik atau penyandang disabilitas.

Sebelumnya, Menteri PPPA Arifah Fauzi telah mengunjungi rumah korban sebagai bentuk dukungan dan penguatan kepada keluarga korban. Dalam kunjungannya, Menteri PPPA menyampaikan belasungkawa mendalam.

"Kami ingin memastikan keluarga korban tidak hanya mendapatkan pendampingan dalam proses hukum, tetapi juga dukungan psikologis serta dukungan sosial," ujar menteri.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler