Presidential Threshold Dihapus, Muncul Wacana Pembatasan Capres Berdasarkan Hasil Survei
MK mengabulkan permohonan menghapus ambang batas pencalonan presiden.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Iman Sukri menilai, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 akan membuat setiap partai memiliki kesempatan untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. Namun, kandidat yang terlalu banyak akan membuat pemilihan presiden (pilpres) sulit dilakukan.
Iman mengatakan, pembatasan tetap perlu dilakukan agar jumlah kandidat pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membludak. Karenanya, DPR akan melakukan rekayasa konstitusional yang mengacu kepada putusan MK, sehingga jumlah kandidat dalan pilpres tidak terlalu banyak.
"Belum kami diskusikan (rekayasa konstitusional yang akan dilakukan), tapi ini bayangan saya pribadi, hasil survei itu bisa menjadi salah satu syarat ya calon yang bisa diajukan," kata dia saat dihubungi Republika, Sabtu (4/1/2025).
Ia mengakui, setiap warga negara harus dipastikan memiliki hak yang sama untuk dipilih, termasuk dalam pilpres. Namun, seorang calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) juga disebut harus memiliki bekal, salah satunya bekal elektoral.
Menurut dia, dengan menggunakan hasil survei, akan diketahui elektabilitas masing-masing bakal capres dan cawapres yang akan diusung. Tingkat elektabilitas itu disebut bisa menjadi salah satu syarat untuk maju di pilpres.
"(Dengan) Itu bisa kita melaksanakan putusan MK yang 0 persen, tapi kita batasi juga agar kontestan pilpres itu benar-benar punya tempat di publik, di masyarakat. Bahwa dia dikenal, popularitasnya juga ada, punya modal elektoral lah," kata dia.
Ia menambahkan, pembatasan juga bisa dilakukan dengan pelaksanaan pilpres dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan kesempatan bagi setiap partai politik untuk mengajukan masing-masing pasangan calon. Baru di tahap kedua, partai politik berkoalisi untuk memenangkan pasangan calon yang tersisa.
"Nah termasuk juga misalnya sempat muncul wacana, jadi pilpres itu dua tahap. Tahap pertama semua bisa main, nanti tahap kedua baru koalisi gitu. Jadi koalisi di tahap kedua," ujar Iman.
Menurut dia, pembatasan dalam pilpres tetap harus diperlukan agar tidak semua orang bebas dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden. Pembatasan juga perlu agar jumlah kandidat tidak terlampau banyak.
"Tapi tunggu lah, nanti tunggu tanggal mainnya, akan kita selesaikan segera. Itu perubahan undang-undang ini tentu, revisi undang-undang. Pemilu agar makna demokrasinya juga terpenuhi, tapi juga prinsip efisiensi dalam demokrasi juga perlu diatur," kata dia.