Selain Pesta Seks Bertukar Pasangan, Ini Empat Pernikahan yang Dilarang Keras dalam Islam

Salah satunya, suami memaksa istri untuk tidur dengan laki-laki lain sampai hamil.

www.freepik.com
Pesta seks tukar pasangan (Ilustrasi)
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kasus penyelenggaraan pesta seks bertukar pasangan diungkap pihak kepolisian. Polda Metro Jaya berhasil menangkap suami istri yang diduga menyebar undangan pesta seks yang disebar melalui website

Baca Juga


"Tersangka yang ditangkap adalah suami istri. Laki-laki berinisial IG (39) dan perempuan KS (39). Keduanya kami tangkap di daerah Badung, Bali, " kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi saat ditemui di Jakarta, Kamis (9/1/2024).

Ade Ary menjelaskan berdasarkan info dari penyidik, para tersangka ini diduga memakai website SWXXX.com untuk mengundang sejumlah orang  mengikuti aktivitas ini dengan cara mendaftar secara gratis."Berdasarkan keterangan dari penyidik, pendaftar ini punya fantasi serupa untuk bertukar pasangan dan tidak menerima bayaran," ucapnya.

Di dalam Islam, bertukar pasangan termasuk dalam praktik zina yang tergolong dosa besar. Rasulullah SAW sangat mewanti-wanti dan mengingatkan maraknya euforia zina ke permukaan, termasuk satu dari sekian tanda kiamat.  

Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Amr: 

عن عبدالله بن عمرو قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا تقوم الساعة حتى يتسافدوا في الطريق تسافد الحمير. قلت: إن ذلك لكائن؟! قال : نعم ليكونن

Dari Abdullah bin Amr berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan datang hari kiamat hingga mereka melakukan zina di jalan seperti keledai.” Aku bertanya, ‘Apakah ini sungguh akan terjadi?’ Rasulullah menjawab, ‘Iya, sungguh ini akan terjadi.” (HR  Ibn Hibban, al-Bazzar dan al-Tabarani, hadith sahih).

Hadits ini mengabarkan bahwa dari sebagian tanda-tanda akhir zaman adalah manusia sudah kehilangan rasa malunya, menyebarnya kebodohan, dan mengumbar-ngumbar syahwat di antara  manusia begitu sangat besar, bahkan ada sebagian manusia yang terjatuh dalam perbuatan keji dan melakukan zina atas penglihatannya dan pendengaran manusia.

Rizem Aizid dalam bukunya Fiqih Keluarga Terlengkap mengatakan, setidaknya ada lima pernikahan yang dilarang berdasarkan syariat. 

Pertama, nikah badal (tukar-menukar istri). Dalam pernikahan jenis ini, pihak istri tidak diberi hak untuk berpendapat atau mengambil keputusan. Keputusan tentang pertukaran murni ditentukan oleh suami. Jadi, bila ada dua suami melakukan kesepakatan untuk bertukar istri tanpa perlu membayar mahar, maka itu disebut nikah badal.

Kedua, zawaj al-istibda'. Jenis pernikahan ini pernah berlangsung di zaman jahiliyah dan dilarang dalam Islam. Dalam pernikahan ini, pihak suami diperbolehkan memaksa istrinya untuk tidur dengan laki-laki lain sampai hamil dan setelah hamil si istri dipaksa untuk kembali kepada suaminya semula. Nikah ini bertujuan semata-mata untuk memperoleh bibit unggul.

Tentunya, laki-laki yang diminta untuk tidur dengan si istri adalah laki-laki yang dianggap istimewa. Pernikahan jenis ini dilarang dalam Islam, karena merugikan dan menindas perempuan. Padahal, Islam sangat menghormati dan menjunjung tinggi perempuan.

Infografis Adab Pernikahan dalam Islam - (Republika)

 

Ketiga, nikah mutah. Jenis pernikahan ketiga yang dilarang dalam Islam adalah nikah mutah. Secara bahasa, kata "mutah " memiliki arti kenikmatan, kesenangan, dan kelezatan. Dari makna ini, maka nikah mutah  adalah pernikahan yang bertujuan untuk kenikmatan atau kesenangan semata-mata.

Dalam praktiknya, nikah mutah adalah pernikahan dengan menetapkan batas waktu tertentu misal sehari, dua hari, seminggu, sebulan, setahun, atau tergantung kesepakatan.  Setelah batas waktu habis, maka mereka akan bercerai (bukan lagi suami-istri). Jadi, nikah mutah  adalah nikah sementara waktu dengan imbalan tertentu.

Lantas, apakah nikah mutah  termasuk pernikahan yang dibolehkan atau dilarang? Mengenai boleh atau tidaknya nikah mutah, para ulama berbeda pendapat. Ada yang membolehkan dengan syarat tertentu, tapi ada pula yang melarang dengan tegas. Berikut adalah sejumlah pendapat tentang boleh atau tidaknya nikah mutah:

Pada hakikatnya, Islam melarang nikah mutah. Seluruh sahabat Nabi SAW, juga bersepakat (ijma') bahwa nikah mutah  itu tidak boleh, apalagi dilakukan tanpa wali atau tanpa saksi. Salah satu ulama besar, Ibnu Majah, juga secara tegas mengharamkan nikah mutah. Pengharaman nikah mutah  ini didasarkan pada hadits Nabi SAW: 

ياَ أَيَّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الاسْتِمْتاَعِ مِنَ النِّسَاءِ , وَ إِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya dahulu aku pernah mengizinkan kalian melakukan nikah mutah . Namun kini, ketahuilah bahwasanya Allah telah mengharamkannya hingga hari Kiamat tiba.”

Dengan ini, maka kesimpulannya nikah mutah  itu dilarang. Mengapa? Sebab, syarat dibolehkannya nikah mutah  telah dicabut oleh Allah Swt. Adapun syarat pembolehan nikah mutah  dahulu karena dalam keadaan berperang.

Meskipun mayoritas ulama dan ijma sahabat, serta hadits Nabi Saw sudah sangat jelas, tetapi tetap saja ada golongan yang membolehkan nikah mutah . Adapun kelompok yang membolehkan nikah mutah  adalah Syiah Imamiyah dan beberapa ulama salaf seperti Ibnu Abbas, Asma', Ibnu Mas'ud, Thawus, 'Atha, dan lain-lain.

Ulama-ulama inilah yang membolehkan nikah mutah . Namun, Ibnu Abbas tidak membolehkan nikah mutah secara mutlak-sebagaimana dikatakan oleh Syiah. Ibnu Abbas membolehkan nikah mutah dengan syarat tertentu.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kelompok yang membolehkan nikah mutah  secara mutlak hanyalah Syiah, yang Syiah sampai membuat aturan khusus tentang nikah mutah  seperti rukun nikah mutah , hukum yang ditimbulkannya, dan lain-lain. Lebih dari itu, para ulama fiqih dalam Mazhab Syiah Imamiyah bersepakat menyatakan bahwa nikah mutah  itu batal dan tidak sah. 

Dari dua pendapat tentang nikah mutah  dapat disimpulkan bahwa nikah mutah  pada hakikatnya adalah haram atau dilarang dan kelompok yang membolehkan secara mutlak hanyalah Syiah Imamiyah saja.

Ilustrasi Pernikahan Dini - (Pixabay)

 

 

Keempat, nikah tahlil. Maksud dari nikah tahlil adalah pernikahan yang didasari oleh perjanjian perceraian dalam waktu tertentu.

Pernikahan ini tidak murni dilandasi oleh ketakwaan kepada Allah Swt., melainkan ada tujuan atau motif tertentu di baliknya. Adapun tujuan dari nikah ini adalah bercerai. Mengapa bercerai?

Sebab, pernikahan ini dilakukan sebagai syarat agar salah satu pihak (suami atau istri) dapat kembali kepada suami/istri sebelumnya. Misalnya, seorang laki-laki menikahi wanita dengan niat akan menceraikannya setelah mencampurinya, dengan tujuan agar si wanita bisa menikah kembali dengan mantan suaminya yang lama.

Alasannya karena wanita ini sudah ditalak 3 kali dari mantan suaminya tersebut, sehingga untuk bisa kembali rujuk harus menikah dengan laki-laki lain.

Dalam Islam, laki-laki yang menjadi suami nikah tahlilnya disebut muhallil, sedangkan mantan suaminya disebut muhallal lahu. Dari segi hukum fiqih, pernikahan jenis ini dilarang dan haram. Hal ini berdasarkan hadits-hadits berikut:

'Uqbah bin Amir berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "'Maukah kamu kuberitahu tentang pejantan pinjaman?" Mereka menjawab, "Mau, ya Rasulullah". Rasulullah SAW  bersabda: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ "Yaitu muhallil. Semoga Allah melaknat muhallil dan muhallal lahu." (HR Ibnu Majah).

Dan, Ibnu Mas'ud berkata, "Rasulullah Saw. melaknat muhallil (yang menghalalkan) dan orang yang dihalalkannya." (HR Ahmad, Nasa'i, dan Tirmidzi).

Kelima, nikah syighar. Nikah syighar termasuk jenis pernikahan yang diharamkan dalam Islam. Sebab, lagi-lagi pernikahan ini tidak dilandasi oleh niat dan tujuan sesuai syariat, melainkan dilandasi oleh perjanjian tertentu.

Arti dari nikah syighar adalah bahwa seorang ayah menikahkan anak atau saudara perempuannya dengan laki-laki, dengan syarat ia (si ayah atau wali ini) menikahkan dirinya dengan anak atau saudara perempuannya tanpa membayar mahar.

Makna ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar yang berkata, "Rasulullah Saw melarang nikah syighar. Nikah syighar adalah seseorang menikahkan anak atau saudara perempuannya dengan seorang lelaki dengan syarat ia menikahkan dirinya dengan anak atau saudara perempuannya tanpa membayar mahar." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Nasa'i, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Jadi, apabila ada orang yang mengatakan, "Nikahkanlah aku dengan anak atau saudara perempuanmu, lalu aku akan menikahkanmu dengan anak atau saudara perempuanku," maka pernikahannya disebut nikah syighar." Ibnu Umar menyampaikan bahwa sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Tidak ada nikah syighar dalam Islam." (HR Muslim).

Itulah beberapa pernikahan yang dilarang atau haram dalam Islam. Selain jenis-jenis yang tersebut di atas, masih ada lagi jenis-jenis pernikahan lain dalam Islam. Salah satu jenis nikah yang lain itu adalah nikah siri.

Mungkin kita sering mendengar tentang nikah ini. Pernikahan siri termasuk pernikahan yang sah dalam Islam, sehingga tidak saya sebutkan dalam daftar jenis-jenis pernikahan di atas. Akan tetapi, pernikahan siri sendiri terbagi menjadi beberapa jenis, yang tidak semua jenis nikah siri itu halal. Dengan kata lain, ada nikah siri yang dilarang atau diharamkan dalam Islam.

Arti dari nikah siri adalah pernikahan yang disembunyikan atau dirahasiakan. Berdasarkan pengertian ini, maka nikah siri terbagi menjadi tiga, yakni pernikahan yang dilaksanakan tanpa persetujuan wali (ayah) dari pihak perempuan, pernikahan yang tidak dicatat di KUA, dan pernikahan yang dirahasiakan dari publik karena alasan tertentu.

Dari ketiga jenis nikah siri itu, maka nikah sirri yang haram atau dilarang adalah nikah sirri yang pertama, yakni pernikahan yang dilaksanakan tanpa persetujuan wali. Sebab, wali nikah adalah syarat sahnya nikah. Tanpa wali, pernikahan dianggap tidak sah.

 

sumber : Antara/Pusat Data Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler