Tiga Kondisi yang Memungkinkan HMPV Mewabah di Indonesia Menurut IDI
IDI menyatakan, HMPV tidak perlu dikhawatirkan oleh masyarakat Indonesia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut terdapat tiga kondisi yang memungkinkan bagi Indonesia berisiko terkena wabah (outbreak) dari penyakit Human metapneumovirus (HMPV). Meski penyakit tersebut tidak perlu dikhawatirkan oleh masyarakat Indonesia, potensi penularannya tetap harus diwaspadai agar tidak terjadi wabah.
“Apakah ada potensi outbreak HMPV di Indonesia? Saya rasa tidak, tapi kalau outbreak mungkin ada kalau kita tidak peduli atau waspada terhadap virus tersebut,” kata Anggota Bidang Penanggulangan Penyakit Menular PB-IDI Prof DR Dr Erlina Burhan, SpP(K) dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Menanggapi adanya kenaikan kasus HMPV di China, Erlina mengatakan pada dasarnya penyakit tersebut bukanlah penyakit baru dan sudah pernah ditemukan sejak tahun 2001 di Belanda. Penularannya mirip seperti Covid-19 dan Influenza yakni melalui percikan napas (droplets), dengan gejala umum demam, batuk, pilek atau apabila gejala berat disertai dengan dyspnea atau terjadi apnea pada bayi di bawah usia enam bulan.
Menurut Erina, walaupun Indonesia tidak mengalami musim dingin seperti negara lain, risiko wabah dengan tren kasus sedang-tinggi tetap saja bisa terjadi. Sebab, infeksi dapat cepat menular pada daerah urban dengan kepadatan populasi yang tinggi.
Kondisi kedua, mobilitas penduduk yang tinggi juga berpotensi mempercepat penularan. “Mobilitas penduduk tinggi yang penduduknya sering tiap sebentar ke Singapura, Hong Kong, China, bolak-balik Eropa, Amerika, ini terinfeksi di luar dan di bawah kemari,” ujar Erlina.
Kondisi lain yang ia sebutkan membuat Indonesia mungkin saja menghadapi wabah HMPV yakni adanya keterbatasan fasilitas di beberapa daerah. Salah satu yang ia soroti adalah ventilasi udara yang buruk.
Sebelumnya, Erlina sempat menjelaskan bahwa pertukaran udara yang kurang baik membuat sirkulasi udara di dalam ruangan menjadi buruk. Ia menyoroti hal tersebut telah terjadi di gedung-gedung modern yang berdiri saat ini. Menurutnya, terdapat kemungkinan bahwa virus berkembang dalam ruangan yang tertutup.
“Ada kemungkinan terjadi outbreak, tapi kalau pandemi itu tidak. Jadi perlu upaya-upaya pencegahan dari individu, komunitas dan pemerintah,” ujar Erlina.
Pada masing-masing individu Erlina meminta agar semua pihak mulai kembali menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menghindari kontak erat dengan penderita, membersihkan benda-benda yang berpotensi terkontaminasi virus, menggunakan masker dan menjalankan pola hidup sehat.
Pada orang dengan risiko tinggi terkena virus seperti anak-anak di bawah usia 14 tahun, lansia, penderita komorbid ataupun sistem imun lemah, disarankan untuk menggunakan masker selalu saat di dalam kerumunan. Sedangkan pada komunitas dan pemerintah, dianjurkan untuk memperkuat surveilans epidemiologi, menerapkan protokol kesehatan yang efektif dan melibatkan komunitas untuk edukasi dan sosialisasi terkait HMPV.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan tidak ada imbauan atau persiapan khusus bagi puskesmas dan rumah sakit dalam menangani HMPV. Namun, dia meminta hal itu dilaporkan apabila terdeteksi.
"Ini penyakit seperti flu biasa saja. Yang penting sekarang kita minta laporkan saja. Karena ada beberapa lab yang bisa melakukan panel tes virus ini. Jadi yang virus ini kalau ternyata terdeteksi, kita minta dilaporkan saja. Karena virus influenza kan banyak," kata Menkes Budi ketika ditemui di Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Budi menjelaskan HMPV sudah ditemukan di dunia sejak lama yakni sejak 2001 dan tingkat fatalitasnya sangat rendah, sehingga sulit ditemukan. Menkes menilai proses penyembuhannya pun sama dengan flu biasa.
"Fatality rate-nya rendah sekali. Jauh di bawah Covid. Dan itu terbukti semua yang kena HMPV, data yang saya lihat yang ada di Indonesia, anak-anaknya sudah sembuh semua. Sudah pulang dengan selamat," kata Menkes Budi.
Karena HMPV adalah virus lama, lanjutnya, maka tubuh tahu cara menghadapinya, berbeda dengan Covid-19 yang merupakan hal baru sehingga sulit direspon oleh tubuh. Menkes juga menyebutkan bukan HMPV yang menyebabkan kenaikan kasus di China pada Desember 2024 lalu, melainkan H1N1.
"Setiap bulan Desember tuh naik memang yang terkena problem Influenza-Like Illness atau ILI di seluruh dunia, termasuk China. Khusus untuk China, kenaikan di bulan Desember 2024 sebenarnya lebih rendah dari 2023," katanya.
Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Tri Wibawa menyatakan bahwa HMPV yang dilaporkan telah ditemukan di Indonesia tidak berpotensi menjadi pandemi. "Tidak berpotensi menyebabkan pandemi, serta memiliki risiko yang jauh lebih kecil untuk menjadi fatal dibandingkan SARS-CoV-2," kata Tri Wibawa dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis.
Berbeda dengan SARS-CoV-2 pemicu Covid-19 yang dapat menyerang segala usia, menurut Tri, HMPV lebih rentan menyerang anak-anak dan orang dengan respons kekebalan tubuh yang melemah. Tri mengatakan, HMPV sejatinya sudah beredar lama di seluruh dunia, dan bahkan diyakini bahwa setiap orang pernah terinfeksi di masa kecilnya.
Namun, virus tersebut baru diidentifikasi secara gamblang pada 2001. "Sudah dikonfirmasi oleh otoritas China bahwa HMPV yang menyebar di China saat ini adalah strain lama," kata dia.
Tri mengatakan dalam beberapa hal ada kemiripan dengan virus SARS-CoV-2, salah satunya adalah infeksi pada saluran pernapasan yang dapat menimbulkan gejala seperti batuk, pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, nyeri tenggorokan, dan mengi. Bahkan, kadang pada orang yang mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh dapat menimbulkan infeksi pada saluran napas bawah yang parah.
Selain itu, virus ini pun memiliki penularan yang sama melalui droplet dan cairan tubuh yang mengontaminasi dan saat kontak langsung dengan penderita.
"Dapat menyerang manusia secara berulang," ujarnya.
Kendati ada kemiripan, imbuhnya, secara teoritis virus ini tidak menyebabkan penyakit fatal, bahkan pada kebanyakan orang sama seperti influenza, penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya. Lantaran kemiripannya dengan influenza, HMPV tak mudah dibedakan dengan influenza biasa.
Tri menegaskan bahwa dalam kondisi tertentu, ada yang harus diwaspadai selain pada anak-anak, orang dengan penurunan kekebalan tubuh, yaitu lansia berusia lebih dari 65 tahun, juga pada orang-orang yang memiliki gangguan pada sistem pernapasan.
Dia menganjurkan masyarakat hidup lebih sehat untuk menghindari potensi tertular dari virus HMPV ini dengan makan, minum, dan istirahat yang cukup. Selain itu, menjaga kebersihan dengan sering mencuci tangan, menggunakan masker apabila memiliki gejala infeksi di saluran pernapasan, dan menghindari kontak erat dengan orang-orang yang diduga terkena infeksi saluran pernapasan.
Menurut Tri, berbagai upaya tersebut penting dilakukan mengingat hingga sampai saat ini belum ada vaksin untuk virus HMPV. "Diharapkan masyarakat sudah memiliki respons imun yang cukup untuk dapat menahan agar tidak sakit parah," ucap dia.