Kurator: Keluarga Pemilik Ikut Tagih Utang Rp 1,2 Triliun ke Sritex
Total tagihan utang Sritex yang telah diterima oleh kurator mencapai Rp 32,6 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kurator pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mencatat adanya tagihan utang oleh sejumlah perusahaan yang dimiliki keluarga pemilik pabrik tekstil terbesar di Indonesia tersebut. Nilainya mencapai sekitar Rp 1,2 triliun.
"Ada 11 perusahaan terafiliasi Sritex grup yang direkturnya adalah keluarga pemilik Sritex," kata salah satu Kurator Pailit PT Sritex, Denny Ardiansyah di Semarang, Senin (13/1/2025).
Bahkan, lanjut dia, salah satu perusahaan yang mendaftarkan tagihan utang tersebut pemiliknya yakni Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama PT Sritex.
Hingga saat ini, menurut dia, total tagihan utang PT Sritex yang telah diterima oleh kurator mencapai Rp 32,6 triliun. Tagihan utang terbesar, kata dia, berasal dari kreditor konkuren atau kreditor yang tidak memegang jaminan kebendaan apapun yang nilainya mencapai Rp 24,7 triliun.
Kurator juga mencatat tagihan yang diajukan oleh empat bank pemerintah, yakni Bank BJB, BNI, Bank DKI, serta BRI. Ia menyebut total tagihan empat bank BUMN tersebut mencapai sekitar Rp 4,8 triliun.
Adapun jika dilihat dari data kepemilikan aset, kata dia, nilainya hanya sekitar Rp 10 triliun. Aset yang ada tidak akan bisa menutup total utang yang mencapai Rp 32,6 triliun.
Ia menyebut salah satu kendala yang dihadapi yakni adanya upaya menghalangi kerja kurator untuk mendapatkan data dan mengecek langsung kondisi perusahaan.
Kurator, lanjut dia, hingga saat ini belum pernah bertemu langsung dengan Direktur Utama Iwan Lukminto. Padahal, menurut dia, debitor pailit sudah tidak memilik hak apapun terhadap PT Sritex usai diputus pailit.
"Tim Kurator menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU," katanya.
Sebelumnya, Pengadilan Niaga Semarang memutus pailit PT Sri Rejeki Isman (Sritex) dan tiga anak perusahaannya setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditor perusahaan tekstil tersebut. Salah satu debitur PT Sritex, yakni PT Indo Bharat Rayon, mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian atas kesepakatan penundaan kewajiban pembayaran utang pada 2022.