Logika Sederhana Nelayan Ini Balikkan Tuduhan Agung Sedayu Group dan JRP soal Pagar Laut

Pembuat pagar laut di perairan Tangerang, Banten belum benar-benar terkuak.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Foto udara pagar laut terlihat di perairan Kampung Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (10/1/2024). Pagar laut di pesisir Laut Tangerang, Banten itu terbentang sepanjang 30,16 kilometer.
Rep: Muhammad Noor Alfian Choir Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG – Maun (55 tahun), salah seorang nelayan asal Desa Tanjung Pasir, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten menampik tuduhan pagar laut di perairan Tangerang adalah buatan nelayan. Menurutnya, hal itu tidak logis karena keberadaan pagar laut justru menghambat aktivitas nelayan.

Baca Juga


“Namanya nelayan di sini kami dirugikan, karena jalan kami ketutup membuat kami sulit ini. Masa kami yang masang kami yang sengsara?” kata Maun ketika ditemui Republika, Senin (13/1/2025).

“Nelayan mana mungkin beli bambu itu, nggak murah, mahal, panjang berapa puluh kilometer, boro-boro mau beli bambu nancepnya juga buang waktu. Harusnya kita melaut jadi enggak, kan nggak mungkin,” katanya menambahkan.

Maun juga memastikan bahwa nelayan di Tanjung Pasir tidak terlihat dengan aktivitas pemasangan pagar laut itu. Namun, ia juga tak menampik ada kemungkinan nelayan di daerah lain yang ikut serta. Ia mengatakan hal tersebut dimungkinkan karena cuaca sedang tidak mendukung untuk melaut.

“Kalau di sini nggak ada (nelayan yang pasang), justru kita minta solusi aja supaya jangan di pagar untuk kita ini (melaut) nggak bisa,” katanya.

“Mungkin di tempat lain ada juga, tapi jangan disalahkan juga nelayan istilahnya kerja, kan musim angin agak susah melaut dan ditawari kerjaan nancep (bambu) kan begitu, tapi di sini nggak ada (nelayan) sama sekali di daerah ini,” katanya.

Justru, pihaknya mengungkapkan bahwa yang terlibat penancapan itu adalah pihak RT maupun RW setempat. “Itu memang yang nancep pegawai desa, ikut nancep (RT/RW),” katanya.

Disinggung soal adanya pagar laut tersebut dapat mencegah abrasi, pihaknya mengatakan bahwa itu kebohongan. Ia mengatakan masyarakat sekarang sudah cerdas dan tidak bisa dibodohi. Menurutnya, pagar tersebut juga akan ambruk sendiri apabila terkena ombak maupun rob.

“Itu benar-benar bohong, yang ngomong itu kalau bener suruh datang ke Tanjung Pasir khususnya, bertemu sekalian dengan para nelayan daerah pesisir,” katanya.

Nggak mungkin (mencegah abrasi), makanya masyarakat sekarang itu udah pinter jangan ngomong seperti itu lah. Roboh, jangankan rob, kena ombak baratan aja rusak, itu rusak bukan karena dicabut tapi karena kena ombak,” katanya menambahkan.

Nelayan lainnya, Nano (60) mengungkapkan hal yang serupa. Ia mengungkapkan pernah meminta agar pagar laut tersebut tak menghalangi jalur melaut para nelayan ketika pertama kali pemasangan pagar laut di Tanjung Pasir. Namun, ia menegaskan bahwa jika penolakan itu bukan untuk menghalangi pembuatan pagar laut namun hanya untuk memperjuangkan jalur melaut para nelayan.

“Jiwa nelayan memperjuangkan jalurnya itu. Pertama, protes itu karena jalur kapal, jadi yang dikasih itu dangkal, nah kalau nyangkut, (kapalnya) kebalik kena ombak gimana?” katanya.


Di sisi lain, muncul narasi yang menyudutkan warga. Pihak Agung Sedayu Group dan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mendengungkan bahwa warga atau nelayan setempat yang membuat pagar laut. JRP Kabupaten Tangerang, Banten, mengeklaim bahwa pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang di laut pantai utara (pantura) di daerah itu dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya. Tujuannya sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi.

"Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," kata Koordinator JRP, Sandi Martapraja, Sabtu (11/1/2025).

Menurutnya, tanggul laut dengan struktur fisik yang memiliki fungsi cukup penting dalam menahan terjadinya potensi bencana seperti abrasi. Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur.

"Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami," ucapnya.

Ia mengungkapkan, bila kondisi tanggul laut yang baik, maka area sekitar pagar bambu dan di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan. Dan ini memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

"Tambak ikan di dekat tanggul juga dapat dikelola secara berkelanjutan untuk menjaga ekosistem tetap seimbang. Tanggul-tanggul ini dibangun oleh inisiatif masyarakat setempat yang peduli terhadap ancaman kerusakan lingkungan," ungkapnya.

Pengembang PSN PIK 2 Agung Sedayu Group (ASG) membantah banyaknya tuduhan mengenai pembangunan pagar laut sepanjang 30 km di pesisir Tangerang, Banten. Termasuk juga mengenai informasi dugaan kehadiran pagar laut itu dilakukan untuk pemetaan lahan. Kuasa Hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid menyampaikan bantahannya atas sejumlah informasi yang diperoleh Republika atas kesaksian dari warga di kawasan pesisir Tangerang, Banten.

Mulai dari mengenai adanya informasi dari warga Pulau Cangkir bahwa sudah ada pembebasan lahan sejak setahun belakangan, yang diduga terkait dengan pembangunan PIK 2 yang dilakukan pengembang. Muannas menilai Pulau Cangkir tidak masuk dalam kawasan pengembangan, karena dinilai bukan daratan.


“Kalau tadi saya konfirmasi (manajemen ASG), enggak ada, itu fitnah semua. Nggak ada pembelian (untuk pembebasan lahan) di situ,” Muannas kepada Republika, Sabtu (11/1/2025).

Kemudian mengenai kesaksian warga dari Tanjung Pasir sampai Kronjo yang menyampaikan bahwa pagar laut nantinya akan menjadi pembatas reklamasi PIK 2. Muannas pun membantah adanya perluasan PIK sampai ke kawasan tersebut.

Enggak betul. Fitnah,” tegasnya.

Lalu, termasuk juga informasi dari warga yang menyampaikan bahwa pagar laut yang terbuat dari bambu itu dibangun untuk pemetaan lahan.

“Fitnah!” tegasnya kembali.

Muannas menegaskan bahwa tidak ada keterlibatan klien-nya, ASG, dengan kehadiran pagar laut ‘misterius’ tersebut, seperti yang dituduhkan.

“Saya tegaskan, berita terkait adanya pagar laut itu (dikaitkan dengan pengembang PSN PIK 2) tidak benar,” kata dia.

 

Menurut penuturan Muannas, berdasarkan informasi yang diperoleh, pembangunan pagar laut itu justru dibangun oleh masyarakat sekitar. Ia menyebutkan beberapa dugaan kepentingan warga sekitar dalam melakukan pembangunan pagar laut tersebut.

“Karena sebenarnya yang kami tahu itu merupakan tanggul laut yang terbuat dari bambu yang biasanya difungsikan untuk pemecah ombak, dan akan dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai tambak ikan di dekat tanggul laut tersebut, atau digunakan untuk membendung sampah seperti yang ada di Muara Angke. Atau bisa jadi sebagai pembatas lahan warga pesisir yang kebetulan tanahnya terkena abrasi,” ungkapnya.

Muannas menyampaikan itulah beberapa kemungkinan yang terjadi, bahwa pemagaran laut berkaitan dengan kepentingan dari masyarakat sekitar. “Itu adalah tanggul laut biasa yang terbuat dari bambu, yang dibuat dan diinisiatif dan hasil swadaya masyarakat, yang kami tahu. Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” kata dia.


sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler