Saling Dendam Bakar Kitab Ulama, Awalnya Karya Ibnu Hazm Lalu Ganti Karangan Maliki

Pembakaran karya ulama pernah terjadi pada Abad Pertengahan

Dok. Freepik
Ilustrasi. Pembakaran karya ulama pernah terjadi pada Abad Pertengahan
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pembakaran kitab ulama di Andalasua Spanyol tidak hanya menimpa karya-karya Imam Al-Ghazali, tetapi juga dialami Ibnu Hazm (wafat 456 H/1065 M).

Baca Juga


Di antara alasan pembakaran buku-buku adalah kecemburuan di antara beberapa ulama terhadap doktrin-doktrin fiqih, persaingan, ketidaksepakatan, dan kompetisi untuk kepemimpinan.

Akibatnya mereka saling mengadu satu sama lain kepada para raja dan pangeran. Sebagai contoh, para ahli fikih Maliki di Andalusia sering menuduh Imam Ibnu Hazm (wafat 456 H/1065 M) dalam pendekatan fikih dan pendekatannya terhadap argumentasi dan perselisihan ilmiah, seperti halnya dia sering mencela dan menuduh mereka tidak toleran serta menolak nash-nash syariat dan lebih mengutamakan pendapat manusia.

Al-Dzahabi, dalam ulasannya tentang Ibn Hazm di kitab al-Siyar, meringkas penderitaan Ibn Hazm: "Dia diuji karena lidahnya yang panjang terhadap para ulama, dan dia diusir dari tanah airnya ... dan sekelompok pengikut Mazhab Maliki bangkit menentangnya ... dan raja-raja di wilayah itu menjauhinya, sehingga negara mengucilkannya, dan berjilid-jilid buku-bukunya dibakar."

Pembakaran ini adalah atas perintah amir Andalusia pada saat itu, al-Mu'tadid Ibn Abad (wafat 461 H/1069 M), atas dorongan para ahli hukum yang berpengaruh ini.

Para sultan Almohad memenangkan buku-buku Al-Ghazali setelah cobaan yang mereka alami dengan membakarnya hingga "membacanya menjadi halal dan religius setelah sebelumnya kafir dan bidah".

Menurut Filsuf dan dokter Andalusia, Abu al-Hajjaj Ibn Tumulus (wafat 620 H/1223 M), dalam 'Al-Madkhal li Shina’at al-Manthiq', buku-buku Ibn Hazm ditemukan-sekitar satu setengah abad setelah kematiannya-pada salah satu sultan yang merehabilitasi buku-buku itu dan menuliskannya sebagai sebuah kemenangan, yaitu Sultan Al-Mansur Ya'qub bin Yusuf Almohad.

Sejarawan literatur Andalusia, al-Maqri al-Tilmasani, menjelaskan dalam Nafh al-Thayyib bahwa al-Mansur terkesan dengan kepribadian dan pendapat Ibn Hazm.

BACA JUGA: Negara Islam Manakah yang Paling Kuat? Ini 15 Daftar Peringkatnya

Dia pernah berdiri di atas kuburannya dan kemudian berkata, "Semua ulama bergantung pada Ibn Hazm"! Tampaknya kekaguman inilah yang membuatnya "membalaskan dendam" Ibn Hazm kepada para penentangnya, sehingga dia mewajibkan masyarakat untuk bermazhab Dhahiri.

Dan sebaliknya, dia memerintahkan untuk membakar kitab-kitab cabang-cabang fikih Maliki pada tahun 591 H/1195 M dengan dalih perlunya menolak hadis dan kembali kepada teks-teks wahyu, bukan hanya di Andalusia, tapi juga di Maroko.

 

Seorang saksi mata dari peristiwa yang terjadi di Fez, Maroko, menceritakan kepada kita tentang insiden pembantaian ini dan motif sektariannya yang murni, yaitu sejarawan Marraksyi, yang mengatakan dalam bukunya Al-Mu’jib:

"Dia [al-Mansur] memerintahkan pembakaran buku-buku doktrin [Maliki]... Saya menyaksikan - ketika saya berada di Fez - banyak buku-buku tersebut dibawa, diletakkan dan dibakar... Niatnya adalah untuk memusnahkan doktrin Maliki dan menyingkirkannya dari Maroko untuk selamanya, dan memaksa orang-orang untuk mengikuti Alquran dan hadits. Niat yang sama juga dimiliki oleh ayahnya (=Abu Ya'qub, 580 H/1184 M) dan kakeknya (=Abd al-Mumin, 558 H/1163 M), namun mereka tidak menunjukkannya dan Ya'qub menunjukkannya.

Sementara tindakan Al-Mansur terhadap buku-buku Maliki dianggap sebagai "balas dendam" atas buku-buku Ibn Hazm, tidak mengada-ada bahwa motif di balik keinginan ayah dan kakeknya untuk membakar buku-buku tersebut adalah "balas dendam" atas pembakaran buku 'Al-Ihya' Al-Ghazali, yang, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, adalah syekh dari pendiri negara mereka, Ibnu Tumart!

Kitab-kitab fikih terutama mazhab Maliki dan Dhahiri yang menjadi salah satu mazhab fikih yang telah punah, menerima bagiannya dalam pembakaran, seperti halnya kitab-kitab filsafat dan astrologi, kitab-kitab tasawuf juga dibakar di beberapa era dan masa.

BACA JUGA: Media Sebut Tentara Israel Semakin Terpuruk, Konflik Internal Elite Bermunculan

Seperti yang kita lihat dalam kisah pembakaran yang terus menerus terhadap karya Al-Ghazali yang paling penting dalam ilmu tasawuf yaitu Ihya Ulumuddin di Maroko dan Andalusia selama empat dasawarsa, separuh dari usia negara Almoravid.

Setelah itu, insiden pembakaran karya-karya tokoh sufi kontroversial terus berulang, bahkan ada yang sampai membakar buku-buku mereka beberapa kali, misalnya, "buku-buku Muhyiddin Ibn Arabi (al-Hatimi, 638 H/1240 M) dibakar beberapa kali", demikian menurut Ibrahim bin Umar al-Baqai (wafat 885 H/1480 M) dalam bukunya 'Tanbih al-Ghobi'. 

Sumber: aljazeera

Infografis mazhab fikih dalam Islam. - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler