Agung Sedayu Group Bicara Pagar Laut, Jelaskan Investasi Rp 39,7 Triliun di PSN PIK 2

Siapa yang menancapkan bambu-bambu di pesisir Tangerang belum benar-benar terang.

Edwin Dwi Putranto/Republika
Lokasi pagar laut di perairan Pulau Cangkir, Kabupaten Tangerang, Jumat (10/1/2025).
Rep: Fitriyan Zamzami, Muhammad Noor Alfian Choir, Eva Rianti Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa yang menancapkan bambu-bambu hingga menyerupai pagar di pesisir Tangerang belum benar-benar terang. Manajemen pengembang kawasan Pantai Indah Kosambi (PIK) 2, membantah melakukan pembangunan pagar laut yang terbuat dari bambu di perairan pesisir utara (pantura) Kabupaten Tangerang, Banten tersebut.

Baca Juga


"Itu tidak ada kaitan dengan kita, nanti selanjutnya oleh kuasa hukum yang akan menyampaikan dengan tindak lanjut," kata Manajemen PIK 2 Toni di Tangerang, Banten, Ahad (12/1/2024).

Ia menyebut, pengembangan kawasan kota baru di PIK 2 saat ini masih akan terus berlangsung ke beberapa wilayah pesisir utara Tangerang hingga ke wilayah Kecamatan Kronjo. Menurut Toni, perlu dipisahkan antara kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan non-PSN atau komersil.

"Ada empat hal yang perlu saya sampaikan untuk meresume semua berita yang ada. Pertama adalah bahwa PSN dan PIK 2 itu adalah 2 hal berbeda. PIK 2 sendiri adalah proyek yang berorientasi ke real estate itu sudah berjalan sejak 2009," tegasnya.

Dengan begitu, kata Toni, pengembangan kawasan PIK yang telah dilakukan sejak tahun 2009 berjalan sebelum adanya penetapan PSN oleh Presiden Joko Widodo pada 2024. "Artinya PIK 2 itu sudah mulai melalui izin yang diterima sudah mulai berjalan sejak 2009. Sedangkan PSN ini adalah wilayah di luar perencanaan PIK 2 yang dari 2009 itu berjalan itu di luar dan itu menjadi bagian dari terintegrasi PIK 2 mulai Maret 2024," ujarnya.

Menurut dia, sejak diputuskannya area PSN PIK 2 seluas 1.800 hektare berdasarkan Keputusan Presiden RI Joko Widodo, maka pengembangan kawasan PIK dan PSN adalah dua hal berbeda. "Jadi sejak diputuskan bahwa ada area di sisi luar kawasan PIK 2 yang sebelumnya itu dijadikan PSN. Total luasnya kurang lebih di 1800-an hektare. Jadi pertama adalah PIK 2 dan PSN itu 2 hal berbeda. Itu yang harus digarisbawahi," ungkapnya.

Kemudian, lanjut Toni, proyek strategis nasional ini murni investasi dari swasta yaitu dari pengembang kawasan PIK 2 yang di bawah naungan PT Agung Sedayu Grup. Di mana, nilai investasi PIK 2 di PSN pesisir utara Tangerang senilai Rp 39,7 triliun.

"Bahwa investasi kami di PSN PIK 2 ini Rp 39,7 triliun itu murni dari kami. Jadi tidak ada satupun atau sedikitpun dana APBN masuk ke dalam proyek PSN PIK 2 ini," ujar dia.

Narasi menyudutkan warga

 

Di sisi lain, justru muncul narasi yang menyudutkan warga. Pihak Agung Sedayu Group dan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mendengungkan bahwa warga atau nelayan setempat yang membuat pagar laut. JRP Kabupaten Tangerang, Banten, mengeklaim bahwa pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer yang terbentang di laut pantai utara (pantura) di daerah itu dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya. Tujuannya sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi.

"Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," kata Koordinator JRP, Sandi Martapraja, Sabtu (11/1/2025).

Menurutnya, tanggul laut dengan struktur fisik yang memiliki fungsi cukup penting dalam menahan terjadinya potensi bencana seperti abrasi. Pertama, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur.

"Kedua, mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. Kemudian mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami," ucapnya.

Ia mengungkapkan, bila kondisi tanggul laut yang baik, maka area sekitar pagar bambu dan di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan. Dan ini memberikan peluang ekonomi baru dan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

"Tambak ikan di dekat tanggul juga dapat dikelola secara berkelanjutan untuk menjaga ekosistem tetap seimbang. Tanggul-tanggul ini dibangun oleh inisiatif masyarakat setempat yang peduli terhadap ancaman kerusakan lingkungan," ungkapnya.

Pengembang PSN PIK 2 Agung Sedayu Group (ASG) membantah banyaknya tuduhan mengenai pembangunan pagar laut sepanjang 30 km di pesisir Tangerang, Banten. Termasuk juga mengenai informasi dugaan kehadiran pagar laut itu dilakukan untuk pemetaan lahan. Kuasa Hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid menyampaikan bantahannya atas sejumlah informasi yang diperoleh Republika atas kesaksian dari warga di kawasan pesisir Tangerang, Banten.

Mulai dari mengenai adanya informasi dari warga Pulau Cangkir bahwa sudah ada pembebasan lahan sejak setahun belakangan, yang diduga terkait dengan pembangunan PIK 2 yang dilakukan pengembang. Muannas menilai Pulau Cangkir tidak masuk dalam kawasan pengembangan, karena dinilai bukan daratan.

“Kalau tadi saya konfirmasi (manajemen ASG), enggak ada, itu fitnah semua. Gak ada pembelian (untuk pembebasan lahan) di situ,” Muannas kepada Republika, Sabtu (11/1/2025).

Kemudian mengenai kesaksian warga dari Tanjung Pasir sampai Kronjo yang menyampaikan bahwa pagar laut nantinya akan menjadi pembatas reklamasi PIK 2. Muannas pun membantah adanya perluasan PIK sampai ke kawasan tersebut.

“Enggak betul. Fitnah,” tegasnya.

Lalu, termasuk juga informasi dari warga yang menyampaikan bahwa pagar laut yang terbuat dari bambu itu dibangun untuk pemetaan lahan.

“Fitnah!” tegasnya kembali.

Muannas menegaskan bahwa tidak ada keterlibatan klien-nya, ASG, dengan kehadiran pagar laut ‘misterius’ tersebut, seperti yang dituduhkan.

“Saya tegaskan, berita terkait adanya pagar laut itu (dikaitkan dengan pengembang PSN PIK 2) tidak benar,” kata dia.


Menurut penuturan Muannas, berdasarkan informasi yang diperoleh, pembangunan pagar laut itu justru dibangun oleh masyarakat sekitar. Ia menyebutkan beberapa dugaan kepentingan warga sekitar dalam melakukan pembangunan pagar laut tersebut.

“Karena sebenarnya yang kami tahu itu merupakan tanggul laut yang terbuat dari bambu yang biasanya difungsikan untuk pemecah ombak, dan akan dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai tambak ikan di dekat tanggul laut tersebut, atau digunakan untuk membendung sampah seperti yang ada di Muara Angke. Atau bisa jadi sebagai pembatas lahan warga pesisir yang kebetulan tanahnya terkena abrasi,” ungkapnya.

Muannas menyampaikan itulah beberapa kemungkinan yang terjadi, bahwa pemagaran laut berkaitan dengan kepentingan dari masyarakat sekitar. “Itu adalah tanggul laut biasa yang terbuat dari bambu, yang dibuat dan diinisiatif dan hasil swadaya masyarakat, yang kami tahu. Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” kata dia.

Suara hati nelayan

 

Adi, seorang nelayan di Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang menyangkal keras jika para warga dan nelayan disebut yang membangun pagar laut tersebut. “Ya dipikir saja, Mas. Masa nelayan mau bikin susah diri sendiri,” ujar dia saat ditemui Republika, Kamis (9/1/2025).

Para nelayan menyampaikan betapa merepotkannya keberadaan pagar laut tersebut. Buat Adi dan nelayan di Tanjung Pasir, tak ada misteri soal mengapa ada Lagar Laut. Mereka mengaitkan keberadaan penghalang di lautan itu dengan perluasan proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) dan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Adi menuturkan, pagar laut di perairan mereka sekitar tiga bulan lalu sudah dilaporkan. Mereka melayangkan aduan ke lantamal setempat, namun tak kunjung ditindak. Menurut Adi, keberadaan pagar laut di Tanjung Pasir yang kemudian mengular hingga jauh ke barat Tangerang. Pagar-pagar itu bervariasi bentuknya. Mulai dari yang sudah dibeton dasarnya, patok-patok bambu yang ditancapkan ke dasar laut, hingga yang bisa dinaiki manusia dewasa.

Hanya ada beberapa bukaan ke laut lepas di pagar-pagar itu. Biasanya celah tersebut ada di muara sungai. “Biasanya kita berlayar beli lima liter sekarang bisa sampai 15 liter,” ujar dia saat ditemui Republika, Kamis (9/1/2025). Hal ini karena sekarang para nelayan harus memutar jauh jika hendak memancing ke laut lepas.

Walhasil, ini membuat para nelayan tak bisa juga lebih lama di laut. “Dulu bisa bawa pulang sekitar dua kuintal (200 kilogram) ikan. Sekarang paling 20 kilo,” kata dia. Uang yang bisa dihasilkan para nelayan sebelum ada pagar laut mencapai Rp 150 ribu per hari. Sekarang Rp 25 ribu saja.

Nelayan penjaring ikan juga tak bisa lagi menebar jala di tepian karena dihalangi pagar laut. Tak hanya karena dipagari, menurutnya pengerjaan juga meninggalkan limbah yang membuat ikan kian habis populasinya di pinggiran.

Di Tanjung Pasir, ada sekitar 370 perahu nelayan. Belakangan, tak sedikit nelayan yang kemudian menambatkan perahu mereka, hanya digunakan mengantar wisatawan ke Kepulauan Seribu atau lokasi pemancingan.

Warga Kampung Pasir, kata Adi, sudah lelah melawan. Mereka juga ketakutan. Ia menuturkan, tak sedikit warga yang berunjuk rasa di masa lalu ditangkap. “Yang terakhir ditangkap karena bela nelayan baru keluar bulan delapan tahun lalu,” ujarnya.

Sementara itu, menurut warga Tanjung Pasir lainnya, Yani pagar laut itu sedianya lebih tepat disebut tanggul. Tanggul tersebut kedepannya akan diuruk. “Bukan pemagaran, gak ada cerita laut di pagar, sejak kapan laut dipagar? Beda gak nyambung. Sebenarnya itu pembuatan tanggul dimana tanggul itu adalah batas rehabilitasi yang akan dipekerjakan oleh pengembang,” katanya.

“Makanya ada relokasi itu jelas bahwa ini tanggul menjulur ke permukaan sekian meter ke sekian meter nah nanti direhab pengerukan dan sebagainya itu area pengusaha, pengembang,” katanya.

Ia pun tak menafikan jika pemagaran tersebut memang ditolak oleh para nelayan. Pasalnya, ia mengatakan, pagar tersebut secara jelas mengganggu jalur aktivitas nelayan. “Kalau pemagaran itu akan ditentang semua nelayan, nelayan akan menolak keras lah, jalur aktivitas melaut dari mana?”

 


Kendati demikian, menurutnya jika dampak dari adanya pagar laut bagi nelayan tersebut sebenarnya bisa diperbaiki seperti beralih dari profesi nelayan hingga pembuatan kolam labuh. Ia mengatakan kolam tersebut nanti bisa digunakan oleh nelayan untuk menambatkan perahunya tanpa terhalang oleh pagar.

“Dampak itu bukannya tidak bisa diperbaiki atau direalisasikan karena pengembang dan pemerintah tidak fokus salah satu persoalan satu titik…,” katanya.

“Kolam labu itu kan nah itu saya perjuangkan. Bagaimana pihak pemerintah untuk memerintahkan dia ada pintu masuk keluar tidak ada perkara dengan tanggul. Makanya nyamannya nelayan itu dari kolam labu bagian dari pelabuhan,” katanya.

Di sisi lain, ia mengatakan jika ada dampak positif dari pembangunan yang ada di daerah Tanjung pasir. Meski ia tak menafikan ada dampak negatif juga yang dirasakan masyarakat.

“Makanya yang positif seperti saluran air, rumah pompa baik dari pemda atau pengusaha, ada yang dipekerjakan nah mungkin ada sebagian kecil yang terlupakan atau aspirasi belum sampai contoh untuk meningkatkan kualitas hidup nelayan yang ketergantungan di sungai atau laut,” katanya.

Sejauh ini, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel sebagian pagar laut tersebut. Kementerian menyatakan masih mencari-cari dalang di balik pemagaran itu. Sementara pihak pengembang PIK, Agung Sedayu Group telah menyangkal soal peran mereka atas keberadaan objek yang menghebohkan tersebut.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler