Benarkah Korban Kebakaran Los Angeles Diazab Allah? Ini Kata Pakar Tafsir Alquran
Musibah bisa jadi disebabkan oleh tangan manusia sendiri.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bencana kebakaran hebat di Los Angeles, Amerika Serikat (AS) masih berlangsung hingga sekarang. Banyak rumah selebritas dunia hangus terbakar akibat kebakaran yang disertai angin panas tersebut. Puluhan nyawa tewas akibat bencana itu.
Rumah warga Indonesia juga masjid menjadi korban panasnya api. Di dunia maya, warganet mengaitkannya dengan azab yang dialami Amerika Serikat akibat dukungannya terhadap genosida Israel di jalur Gaza.
Dalam Alquran, ada beberapa istilah yang digunakan untuk menggambarkan tentang bencana, malapetaka, atau musibah. Pakar tafsir Alquran, Dr Muchlis Hanafi, menjelaskan, pertama, yang paling populer ada istilah musibah. Allah SWT berfirman, "(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan 'inna lillaahi wa inna ilaihi raji'un' (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)." (QS al-Baqarah: 156).
Kedua, ada istilah bala atau ibtilaa. Ketiga, ada istilah fitnah yang berarti ujian. Keempat, azab. Masing-masing kata ini punya penekanan dan makna tersendiri. Musibah itu pada dasarnya adalah sesuatu yang menimpa sehingga bisa berarti baik dan juga bisa berarti buruk. Namun, dalam Alquran, kata 'musibah' konotasinya lebih kepada sesuatu yang menyakitkan, yang menimbulkan bahaya bagi manusia dan lingkungan.
Karakter musibah, yaitu terjadi atas kehendak dan atas izin Allah SWT. Sedangkan bala, ada yang berbentuk kebaikan dan keburukan. Bala dalam bahasa Indonesia, makna konotasinya adalah malapetaka, atau sesuatu yang tidak menyenangkan.
Di dalam Alquran, makna bala bisa dalam bentuk kebaikan dan keburukan, sebagaimana firman Allah SWT, “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS al-Anbiya: 35).
"Misalnya Nabi Sulaiman, yang ketika diberi berbagai macam nikmat, maka itu menjadi ujian baginya apakah akan menjadi orang yang bersyukur atau kufur atas nikmat tersebut," kata pria yang menyelesaikan S-1 sampai S-3 di Universitas al-Azhar Kairo itu.
Sedangkan fitnah, akar katanya ialah fatana atau fatina. Fitnah memiliki arti menempa sesuatu agar tampak aslinya. Misalnya, emas ditempa dengan api supaya kelihatan kadar yang sesungguhnya. Karena itu, fitnah adalah sesuatu yang terjadi untuk mengungkap hakikat sesuatu atau keadaan seseorang.
Dengan fitnah, seseorang akan dilihat apakah dia akan menjadi orang baik atau tidak. "Kalau azab, lebih kepada siksaan buat orang-orang yang melakukan kesalahan dan kufur. Dan ini ada yang bersifat duniawi, ada yang bersifat ukhrawi," ujarnya.
Dilansir dari laman sotor.com, banyak yang beranggapan setiap musibah yang menimpa seseorang, seketika akan disebut sebagai hukuman atau azab Allah SWT. Padahal musibah itu bisa jadi disebabkan oleh tangan manusia sendiri.
Allah SWT berfirman:
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا۟ عَن كَثِيرٍ
Artinya: "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy Syura: 30).
Perbedaan antara cobaan dan hukuman adalah bahwa cobaan, bisa berupa bencana alam atau kesusahan lain yang juga merupakan ujian untuk meningkatkan derajat seorang Muslim. Bahkan setiap kesulitan yang dilalui seorang Muslim juga sebagai penebus dosa yang telah dilakukan. Adapun musibah tidak terkategori sebagai cobaan bagi kaum musyrik atau kafir kepada Allah karena kondisi itu bukan untuk mengangkat derajat mereka.
Seperti diketahui, Allah tidak membiarkan setiap Mukmin tanpa cobaan. Allah berfirman:
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Artinya: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?" (QS. Al Ankabut: 2).
Bahkan orang-orang mulia dengan level Nabi, justru menjadi manusia yang paling berat cobaannya. Nabi bersabda:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ عَاصِمِ بْنِ بَهْدَلَةَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً قَالَ الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Artinya: "Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari ['Ashim bin Bahdalah] dari [Mush'ab bin Sa'ad] dari [ayahnya] berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya? Beliau menjawab: "Para nabi, kemudian yang sepertinya, kemudian yang sepertinya, sungguh seseorang itu diuji berdasarkan agamanya, bila agamanya kuat, ujiannya pun berat, sebaliknya bila agamanya lemah, ia diuji berdasarkan agamanya, ujian tidak akan berhenti menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi dengan tidak mempunyai kesalahan." (HR. Tirmidzi).