Mohammed Sinwar, Sosok 'Bayangan' Hamas yang Bikin Pusing Para Jenderal Israel
Mohammed Sinwar menulis Hamas berada dalam posisi yang sangat kuat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, dilaporkan semakin kuat usai terbunuhnya para pimpinan mereka oleh penjajah Israel. Hamas bahkan mampu merekrut pejuang baru yang bisa menggantikan anggota yang terbunuh.
Mohammed Sinwar disebut-sebut sebagai aktor dibalik kebangkitan Hamas. Figur yang beroperasi di balik layar tersebut mendapat julukan Bayangan, menurut Wall Street Journal.
Adik laki-laki dari pemimpin Hamas yang terbunuh, Yahya Sinwar, bekerja untuk membangun gerakan perlawanan di Gaza. Upaya perekrutan oleh Mohammed Sinwar yang diyakini berusia 50 tahun, menimbulkan tantangan baru bagi tentara Israel di daerah kantong yang terkepung itu, kata laporan itu pada Senin.
Mohammed Sinwar dianggap dekat dengan kakak laki-lakinya bergabung dengan Hamas di usia muda. Ia juga dilaporkan memiliki hubungan dekat dengan Mohammad Deif, pemimpin sayap bersenjata gerakan itu.
Tidak seperti Yahya, kata laporan itu, Mohammed tidak menghabiskan banyak waktu di tahanan Israel seperti Yahya. "Kami bekerja keras untuk menemukannya," kata seorang pejabat senior Israel dari Komando Selatan, yang memimpin pertempuran di Gaza.
Mengutip pejabat Israel, laporan tersebut menyatakan bahwa Mohammed Sinwar adalah salah satu orang yang bertanggung jawab atas penangkapan seorang tentara Israel, Gilad Shalit, pada 2006 lalu. Penangkapan tersebut menyebabkan pembebasan saudaranya dalam pertukaran tahanan lima tahun kemudian.
Laporan tersebut selanjutnya menyatakan bahwa Mohammed Sinwar sekarang adalah komandan Hamas paling senior di Gaza, bersama dengan Izz al-Din Haddad, kepala militer di Gaza utara, menurut analis politik.
Hingga 30.000 pejuang
Laporan WSJ menyatakan bahwa Israel yakin Hamas memiliki hingga 30.000 pejuang yang tergabung dalam 24 batalyon. Para pejuang tersebut masuk dalam sebuah struktur yang secara longgar menyerupai militer negara.
Tentara Israel mengklaim telah menewaskan sekitar 17.000 pejuang, dan menahan ribuan lainnya, tambah laporan tersebut. Meski demikian, Hamas belum menyatakan berapa banyak pejuangnya yang telah terbunuh. Sementara itu, jumlah rekrutan baru Hamas juga masih belum jelas.
Laporan tersebut mengutip Mohammed Sinwar yang telah menulis surat kepada mediator gencatan senjata akhir tahun lalu dan mengatakan: “Hamas berada dalam posisi yang sangat kuat untuk menentukan persyaratannya.”
Dalam pesan lainnya, ia menulis: “Jika bukan kesepakatan komprehensif yang mengakhiri penderitaan semua warga Gaza dan membenarkan darah dan pengorbanan mereka, Hamas akan melanjutkan perjuangannya.”
Sekitar 400 tentara Israel telah tewas dalam perang yang sedang berlangsung di jalur Gaza, menurut WSJ. Seorang pensiunan brigadir jenderal Israel, Amir Avivi, mengatakan, “Kita berada dalam situasi di mana kecepatan Hamas membangun kembali dirinya sendiri lebih tinggi daripada kecepatan IDF membasmi mereka,” catat laporan tersebut.“Mohammed Sinwar mengatur segalanya,” Avivi menambahkan.
Negosiasi masih berlanjut
Qatar telah menyerahkan draf akhir kesepakatan gencatan senjata kepada Hamas dan Israel setelah adanya upaya terobosan dalam pembicaraan pada Senin dini hari, demikian lapor Reuters yang mengutip seorang pejabat yang dekat dengan negosiasi tersebut.
Mereka yang berpartisipasi dalam pembicaraan tersebut dilaporkan termasuk utusan Presiden terpilih AS Donald Trump, kepala badan intelijen Mossad dan Shin Bet Israel, perdana menteri Qatar, dan pejabat dari pemerintahan Joe Biden."24 jam ke depan akan menjadi sangat penting untuk mencapai kesepakatan," kata pejabat itu kepada Reuters.
Setelah lebih dari delapan jam perundingan, seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada Reuters pada Selasa malam bahwa kelompok Palestina tersebut masih menunggu Israel untuk menyerahkan peta yang menunjukkan bagaimana pasukannya akan mundur dari Gaza.
"(Hamas) belum menyampaikan tanggapannya (terhadap rencana gencatan senjata) karena pendudukan (Israel) belum menyerahkan peta yang akan menunjukkan wilayah tempat pasukannya akan mundur," kata pejabat tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena sensitivitas masalah tersebut.
Ia menambahkan peta tersebut mencakup penarikan pasukan Israel dari wilayah Netzarim di tengah jalur Gaza. Penarikan pasukan harus dilakukan untuk memungkinkan para pengungsi kembali ke rumah mereka yakni Jabalia di utara wilayah kecil itu, jalan Philadelphi di sepanjang perbatasan selatan dengan Mesir, dan Rafah, juga di dekat perbatasan tersebut.
Genosida yang berkelanjutan
Serangan Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, yang dimulai pada 7 Oktober 2023, telah menyebabkan krisis kemanusiaan dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Karena jumlah korban tewas di antara warga sipil Palestina yang terkepung dan kelaparan terus meningkat setiap hari, Israel saat ini menghadapi tuduhan genosida terhadap warga Palestina di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ).
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, sedikitnya 46.584 warga Palestina telah tewas, dan 109.731 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza yang dimulai pada 7 Oktober 2023.